" Meskipun Anda adalah ayah biologis saya, tapi Anda bukanlah ayah dalam kehidupan saya!" ucap Haneul Ahmad Syafi.
Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun berkata tajam kepada pria dewasa yang mengenakan jas putih. Dia tahu bahwa pria itu adalah orang yang membuatnya dirinya ada di dunia ini sekaligus membuat sang ibu menderita selama bertahun-tahun.
Bagiamana pria itu meluluhkan hati putra dan wanita yang pernah ia buat menderita karena perbuatan jahatnya di masa lampau?
Akankan Haneul dan ibunya bisa menerima pria itu di kehidupan mereka, mengingat trauma yang dibuat pria itu cukup membuat sang ibu merasa menderita?
Yuuk baca, yang tidak suka di skip tidak apa-apa.
Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JSI 21: Sampai Disini
Tok! Tok! Tok!
" Assalamualaikum Tante, apakah Billa ada?"
" Masuklah Sai, dia ada di taman belakang."
Hari ini adalah hari libur Sai, dia memutuskan untuk menemui Abilla. Tujuannya adalah untuk meminta maaf. Selain itu, dia juga ingin menyampaikan kepada kedua orang tua Abilla mengenai keputusan mereka berpisah.
Semalam, Sai menghubungi kedua orang tuanya terlebih dulu yang berada di kota Bandung. Dia menjelaskan bahwa pada akhirnya hubungan mereka haruslah selesai karena kesibukannya dan kurangnya komunikasi. Sai tahu semua adalah kesalahannya, maka dari itu ia pun mengatakan kepada orang tuanya untuk menyelesaikan semuanya ini sendiri dan dengan baik.
" Tapi Abah dan Ummi tetap harus bertemu orang tua dari Nak Billa," ucap Abah Khalid.
" Sai tahu Abah, tapi saat ini biar Sai saja yang bicara lebih dulu kepada Billa dan kedua orang tuanya," sahut Sai. Pembicaraan mereka pun berakhir dan sekarang Sai tengah duduk bersebelahan dengan Billa.
Wanita itu hanya diam, tidak menunjukkan ekspresi apapun. Tidak kesal, tidak marah, tapi juga bukannya senang. Sai sama sekali tidak bisa mengerti apa yang saat ini Billa pikirkan.
" Billa, aku sungguh minta maaf semuanya berakhir seperti ini," ucap Sai penuh dengan penyesalan.
" Sudahlah Sai, lagi pula kita ini memang tidak cocok. Aku tipe wanita yang ingin diperhatikan tapi kamu adalah tipe pria dingin. Sepertinya air dan minyak. Kita tidak akan pernah bisa bersatu. Mungkin jalan yang akan kita tempuh ini akan membuat kita bahagia. Ya, kita harus bahagia dengan jalan masing-masing. Nanti aku akan telepon Abah dan Ummi agar mereka tidak khawatir."
Sai menunduk dalam, Abilla memang wanita yang memiliki sikap aktif dan ceria. Dan Sai akui dia kesulitan beradaptasi dengannya, atau memang dia tidak ingin. Entahlah, hanya hati Sai yang tahu. Tapi yang jelas memang dia tidak bisa sepenuhnya mengikuti apa yang diinginkan oleh Abilla. Kesalahannya yang lain adalah saat Abilla mengajaknya bertunangan, Sai setuju saja tanpa berpikir panjang.
" Bil, kamu tidak perlu bicara kepada Ummi dan Abah. Biar aku saja yang bicara."
Abilla diam. Dia sudah malas untuk berbicara lagi, meskipun hatinya tetap sakit karena hubungan yang dijalin selama ini harus kandas.
Sai kemudian pamit setelah berbicara dengan orang tua Abilla. Dengan perasaan malu dan bersalah, ia menyampaikan permintaan maaf kepada kedua orang tua Abilla. Ia mengatakan bahwa semua ini adalah kesalahannya. Mungkin memang mereka tidak berjodoh menjadi keluarga.
" Saya harap Om dan Tante tidak membenci saja. Semoga Abilla mendapatkan pria yang baik dan bisa membuatnya bahagia."
" Haaah, tidak. Kami tidak membenci kamu Sai. Benar katamu Sai, mungkin kita belum berjodoh menjadi satu keluarga. Semoga kamu mendapatkan jodoh mu segera."
Hiks hiks hiks
Di taman belakang, sepulangnya Sai, Abilla menangis tersedu. Kedua orang tuanya sama sekali tidak menghampiri karena mereka ingin membiarkan putrinya meluapkan perasaan hatinya.
Rupanya tetaplah tidak mudah, hatinya tetaplah merasa kehilangan. Tapi setelah Abilla pikirkan, rupanya selama ini dia hanya cinta sendirian. Tangan Sai tidak menyambutnya dan dia lah yang sibuk untuk meraih tangan pria itu.
" Haah, tapi setidaknya rasanya lega. Dari pada semua ini berlanjut hingga menikah, pasti aku lah yang selalu kesusahan meminta perhatiannya. Aku tidak mau itu. Ughhhh, ayo Bill, ayo bangun dan kembali hadapi hidup ini. Aah ada satu hal yang harus aku lakukan sebagai langkah terakhir."
***
Sai meletakkan jaket di sebuah gantungan baju. Ia lalu menuju ke dapur dan membuat kopi dengan menggunakan coffe maker. Ini adalah me time versinya jika sedang tidak bertugas. Rasanya menyenangkan ketika ia berada di dapur, terlebih jika tangannya mulai bergerak untuk memasak makanan.
Ya, selama ini ia tinggal jauh dari orang tuanya, jadi Sai melakukan semua pekerjaan rumah sendiri. Pada dasarnya memang ia terbiasa. Sejak fokus mengejar cita-citanya sebagai dokter, Sai sudah tinggal jauh dari keluarga. Abah dan Ummi nya tinggal di kota Bandung dan dia ada di kota Jakarta. Namun, sesekali dia juga pulang untuk melepaskan rindu kepada kedua orang tuanya.
Sebenarnya pada awalnya Abah Khalid tidak setuju Sai menjadi dokter. Ia ingin putranya itu melanjutkan yayasan pendidikan yang didirikannya di kota Bandung. Yayasan pendidikan itu menaungi jenjang pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah atas yang berbasis agama. Dan di yayasan pendidikan tersebut juga ada sistem boarding school. Tapi Sai lebih memilih untuk mengejar cita-citanya sebagai dokter.
" Assalamualaikum nak, bagaiman pembicaraan kalian? Dan bagaimana reaksi papa mamanya Billa?"
" Waalaikum salam Ummi, Alhamdulillah semuanya berjalan baik. Om dan Tante cukup besar hati menerima keputusan kami. Mungkin Billa sudah lelah dengan Sai dan sudah mengungkapkan hatinya kepada kedua orang tuanya, jadi beliau berdua cukup tenang."
" Ya sudah kalau begitu, nanti Abah dan Ummi tetap akan pergi kesana meminta maaf. Bagaimanapun dulu kami datang untuk mengajukan pinangan secara baik-baik, jadi kami juga harus memutuskan atau mengembalikan pinangan ini dengan baik juga."
" Iya Ummi. Tapi tidak perlu buru-buru."
Sai bernafas lega, semuanya seakan dipermudah. Hatinya menjadi lebih ringan rasanya. Tapi masih ada yang mengganjal, perbuatan buruknya 8 tahun silam belum pernah ia ungkapkan kepada kedua orang tuanya. Dia belum berani berkata jujur kepada Abah dan Ummi nya.
" Ughhh, lagi-lagi bayangan wanita itu muncul lagi."
Sai yang baru saja meminum kopinya seteguk memilih meletakkan cangkir kopi itu di meja. Ia lalu melenggang masuk ke kamar dan merebahkan tubuhnya. Bayangan wanita yang muncul itu membuat kepalanya berdenyut dan dia harus segera bisa merilekskan pikirannya.
" Aku harus menemui mu agar aku bisa menebus rasa bersalahku padamu. Aku ingin meminta maaf kepada mu secara langsung. Walaupun mungkin kau tidak akan bisa memaafkan aku seumur hidupmu."
TBC
sukses slalu k
di tunggu karya terbaru nya thor 🥰🥰🥰🥰🥰
makasih kak udah buat karya2 yang sangat menghibur raeders,, sukses selalu kak💖💖💖