Paman, I Love You!

Tepat jam dua belas malam, Bastian masuk ke kamar dengan kunci cadangan. Dia melihat sang istri yang tidur dengan posisi meringkuk. Dipandanginya dengan wajah yang penuh penyesalan. Apa lagi sisa air mata masih terlihat di pipinya.

Bastian berjalan dengan pelan, takut membangunkan sang istri. Mengunci pintu kembali. Lalu dia naik ke atas ranjang dengan perlahan.

Bastian memeluk tubuh istrinya itu. Air mata jatuh membasahi pipinya. Menyesal karena telah menyakiti wanita yang dia cintai itu.

"Kamu tahu, dulu waktu aku bohong, aku pikir itu adalah yang terbaik saat itu. Tapi sekarang aku menyadarinya jika itu kesalahan terbesarku padamu. Aku tahu, kebohongan itu nggak bisa dibenarkan, dan aku menyesal telah melakukannya. Waktu itu, aku terlalu takut menghadapi kenyataan, jadi aku memilih untuk menyembunyikan sesuatu darimu. Aku nggak bisa bayangin hidup tanpamu, dan itulah mengapa aku berbohong. Tapi aku tahu itu salah. Aku merasa seperti sampah sekarang, dan aku nggak bisa bayangin betapa sakit hatimu."

Nabila terbangun merasakan pelukan di tubuhnya. Melihat suaminya yang tidur disamping dengan perasaan bercampur aduk. Antara membencinya dan kasihan. Dia melihat bagaimana pria itu berusaha membela dirinya dihadapan mama Yani.

Nabila lalu melepaskan pelukan Bastian, membuat pria itu terbangun. Ternyata tidurnya belum nyenyak sehingga sedikit gerakan saja membuat pria itu terbangun.

"Sayang, mau kemana?" tanya Bastian saat melihat Nabila bangun.

Nabila tak menjawab ucapan sang suami. Dia langsung masuk ke kamar mandi. Bastian mendengar suara air kran yang sengaja dibesarkan. Dia mendekati pintu kamar. Dapat didengarnya suara tangis sang istri. Pria itu terduduk di lantai merasakan sakit yang sama.

Cukup lama Nabila di dalam kamar mandi. Dia keluar setelah mandi dan langsung mengambil wudhu. Saat membuka pintu, dia melihat Bastian yang terduduk di lantai, dengan memegang kedua lututnya. Dapat dia lihat air mata sang suami yang mengalir membasahi pipinya.

"Mas, tak solat?" tanya Nabila. Pertanyaan sang istri membuyarkan lamunannya. Dia memandangi Nabila dan langsung mengangguk tersenyum.

"Aku jadi imam kamu, kita solat berjamaah ya?" tanya Bastian dengan suara riang. Senang mendengar sang istri mau menyapanya. Nabila menjawab dengan anggukan kepala

Bastian langsung berdiri dan masuk ke kamar mandi. Dia membersihkan diri dan berwudhu. Setelah itu langsung menjadi imam salat untuk sang istri.

Setelah salat berjamaah. Mereka berdoa. Nabila tampak mengeluarkan air mata saat mengucapkan doa. Entah apa yang dia katakan dan adukan pada Allah. Bastian juga begitu.

Nabila menyalami sang suami dan mencium tangannya. Bastian langsung memeluk tubuh istrinya dengan erat. Kembali air matanya jatuh membasahi pipi. Tak malu menangis di depan sang istri.

"Maafkan aku, Sayang. Aku minta maaf atas semua kesalahanku, aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku ingin memperbaiki segalanya dan janji akan membuatmu bahagia selamanya. Aku sadar akan kesalahanku, maafkan aku atas semua yang telah terjadi. Aku berjanji akan berusaha lebih baik lagi untuk tidak menyakitimu," ucap Bastian sambil memeluk Nabila.

Nabila melepaskan pelukan Bastian. Dia tak menjawab ucapan maaf sang suami. Justru berdiri dan membuka mukenanya. Setelah itu langsung keluar kamar.

Melihat bibi yang sedang di dapur, Nabila langsung mendekati wanita paruh baya itu. Tersenyum manis dengannya.

"Bi, mulai hari ini, biar aku yang siapkan sarapan, makan siang dan makan malamnya Mas Bastian. Bibi bisa kerjakan yang lain," ucap Nabila.

"Bibi takut Pak Bastian nanti marah, Bu!" balas Bibi.

"Aku yang memintanya, bukan kemauan Bibi. Aku yakin Mas Bastian tidak akan marah," jawab Nabila.

Bastian yang mendengar obrolan keduanya langsung menjawab. Dia senang karena mendengar permintaan sang istri. Itu berarti wanita itu masih akan terus bertahan di rumah ini.

"Bi, biarkan saja Nabila yang masak. Seperti ucapannya, bibi kerjakan yang lain. Urusan masak biar Nabila saja," ucap Bastian.

"Baiklah, Pak," jawab Bibi dengan suara pelan.

Bibi lalu meninggalkan dapur. Menuju ke rumah keluarga dan ruang tamu. Membersihkan rumah dari debu. Bastian memutuskan hari ini tak jadi masuk kerja. Dia masih ingin membujuk Nabila.

Nabila mengambil bahan makanan yang ada di dalam kulkas. Dia melihat ada mie kering dan udang. Dengan bahan itu dia memutuskan membuat mie goreng Jawa.

Saat sedang masak, Bastian memeluk pinggang sang istri dari belakang. Dia lalu mengecup pipi chubby-nya.

"Mas, menjauhlah sedikit. Aku sedang masak!" ucap Nabila dengan suara datar.

Jika saja dia tak mengingat ajaran agama yang melarang istri marah berlama-lama dengan suami, mungkin Nabila akan mendiamkan suaminya lebih lama. Lagi pula, dengan diam tak akan menyelesaikan masalah. Dia memang ingin bicarakan semua lagi nanti.

Kemarahan istri kepada suami atas hal-hal yang baik menurut agama harus dihindari. Dalam Islam, marah terhadap suami merupakan perilaku yang dapat mendatangkan murka Allah SWT.

Membentak atau memarahi suami termasuk ke dalam jenis dosa besar dalam Islam sebab suami adalah orang yang harus dipatuhi dan dihormati.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW juga mengatakan jika sangat tinggi kedudukan suami untuk istrinya.

“Seandainya saya bisa memerintahkan seorang untuk sujud pada orang lain, pasti saya perintahkan seorang istri utk sujud pada suaminya.” (HR Abu Daud, Al-Hakim, Tirmidzi)

“Dan sebaik-baik istri yaitu yang taat pada suaminya, bijaksana, berketurunan, sedikit bicara, tak sukai membicarakan suatu hal yg tidak berguna, tak cerewet serta tak sukai bersuara hingar-bingar dan setia pada suaminya.” (HR. An Nasa’i)

Bastian lalu melepaskan pelukannya. Dia duduk di kursi makan sambil memperhatikan sang istri memasak.

"Sayang, setelah sarapan kita ke supermarket ya? Kamu beli semua kebutuhan rumah dan juga kamu beli semua bahan untuk memasak," ucap Bastian. Dia mencari-cari cara bagaimana sang istri bicara.

Nabila hanya menjawab dengan anggukan kepala. Dia terus saja memasak tanpa menoleh pada sang suami. Namun, bagi Bastian, itu sudah lebih dari cukup. Yang dia takutkan sang istri meninggalkannya.

Setelah semua hidangan selesai di masak, Nabila menyajikan ke meja makan. Dia tetap melayani sang suami. Namun, tak ada suara keluar dari mulutnya. Bastian hanya bisa menghela napas. Tak ingin memaksa sang istri untuk bersikap wajar, karena pasti semua kenyataan tentang dirinya itu sangat menyakiti wanita itu.

Jam sepuluh, Bastian mengajak Nabila ke supermarket. Di dalam mobil istrinya hanya diam. Hanya Bastian yang mengajak istrinya mengobrol, tapi dijawab dengan gerakan tubuh saja. Mengangguk dan menggeleng.

Sampai di supermarket, Nabila keluar dari mobil segera sebelum sang suami yang membukakan pintu. Berjalan memasuki supermarket mereka dikejutkan saat bertemu dengan seorang wanita yang bersama anaknya.

...----------------...