Anin adalah seorang gadis yang diusianya baru menginjak umur 17 tahun ia sudah harus melewati berbagai rintangan dan cobaan hidup. Masalah demi masalah datang silih berganti tapi ia mencoba sabar melewatinya. Hingga suatu hari Anin harus melewati ujian yang sangat berat sepanjang hidupnya. Mamanya meninggalkan ia diusianya yang masih muda dan ia harus memulai kehidupannya setelah kepergian mamanya. Akankah Anin mampu menjalani kehidupannya tanpa sang mama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummunafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Setelah selesai dengan polisi, Gilang langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Tak butuh waktu lama, kini Gilang langsung memarkirkan mobilnya tepat di depan lobi rumah sakit.
"Titip bentar ya pak mobilnya, saya mau jemput mama saya yang sudah bisa pulang."
"Oh baik mas."
Gilang melangkah agak cepat menuju ruangan dimana Mamanya Anin di rawat.
Tok...tok..
Krett....
"Mas?" Ucap Anin saat melihat Gilang yang masuk ke ruangan itu.
"Iya sayang, maaf ya kamu sama mama lama nunggunya, soalnya ada urusan bentaran tadi."
"Iya nggak papa mas."
Gilang mendekati Mama Anin, ia menatap iba pada sosok perempuan yang sudah tidak muda lagi. Kalau memang benar dugaan gilang pelakunya adalah suaminya sendiri. Apa yang terjadi. Itulah yang sedari tadi berkeliaran di pikiran Gilang.
"Ma gimana kondisinya? Udah baikan?" Tanya Gilang
"Iya nak Gilang. Mama rasanya sudah tidak sabar untuk sampai di rumah."
"Ya sudah, aku ambil kursi roda dulu di depan ya ma"
"Sayang aku kedepan bentar ya, ambil kursi roda buat mama." ucap Gilang pada Anin dan hanya di balas anggukan oleh Anin.
Tak lama Gilang sudah kembali ke ruangan itu tak lupa ia mendorong sebuah kursi roda. Gegas ia langsung mendekati mama Anin dan membantu hingga bisa duduk di kursi roda.
"Barang-barangnya biar aku aja yang bawa, kamu dorong kursi mama aja ya yang ringan-ringan. Tas-tas ini kan berat." ucapnya lembut dan mengelus kepala Anin. Mama Anin senang melihat ada pria yang begitu baik pada ia dan juga anaknya.
Setibanya di loby, Gilang memapah mama Anin masuk di mobil, menyusul Anin juga ikut masuk ke dalam mobil.
"Makasih ya pak mobilnya sudah di jagain. Ini ada sedikit buat bapak." ucap Gilang sambil memberikan dua lembar uang merah pada satpam itu.
"Ya Allah mas, banyak sekali ini."
"Iya buat bapaknya karena sudah jagain mobil saya. Ya sudah kalau gitu saya permisi ya pak."
Mobil melaju meninggalkan rumah sakit menuju rumah Anin. Hanya butuh 40 menit ketiganya sudah tiba di rumah. Gilang memapah Mama Anin menuju ke kamarnya tetapi ditahan oleh Mamanya Anin.
"Kenapa ma?" tanya Gilang
"Mama mau di ruang keluarga aja nak, bosen mama baring terus."
"Ya sudah, kita ke sana ma."
"Mama, kok disini? Kenapa nggak dikamar? Tanya Anin yang muncul dari arah dapur
"Capek mama baring terus Anin. Anin besok kamu kuliah ya nak, ini kamu sudah tiga hari nggak masuk."
"Biar Anin temenin mama dulu di rumah, Gilang juga sudah konfirmasi dikampus, mumpung belum mulai perkuliahan juga ma."
"Terimakasih ya nak Gilang, kamu sudah baik sama mama dan juga Anin. Ternyata Allah masih sayang sama kami berdua. Setelah kami tersakiti oleh satu laki-laki tapi Allah menghadirkan laki-laki baik seperti kamu nak."
"Iya ma. Gilang janji bakal selalu ada buat mama dan juga Anin. Anin kita nikah aja yuk.!" ucap Gilang membuat Anin tersendak
"Apasih. Aku mau kuliah dulu mas."
"Hehe kalau mama gimana? Setuju nggak kalau Gilang jadi menantu mama?"
"Banyak berdoa aja ya nak."
Setelah obrolan panjang itu kini usai, Mama Anin sudah dikamarnya, karena ia sempat merasa pusing tadi. Kini tinggal Gilang dan Anin di ruang keluarga.
"Anin, mas pesenin makanan online ya, kamu nggak usah masak."
"Nggak usah mas, Anin bisa sendiri nanti pergi beli sendiri."
"Sudah, tidak ada penolakan."
Gilang merogoh saku celananya dsn membuka aplikasi memesan makanan online. Setelah mentap tap beberapa menu, kini Gilang sudah memesannya.
"Apa aku tanya aja ya sama Anin soal papanya." ucap Gilang dalam hatinya.
Gilang akhirnya berpindah duduk, kini ia duduk di sebelah Anin.
"Anin..!"
"Iya mas, sudah di pesan makanannya?"
"Iya sudah kok. Tungguin aja kurirnya nganterin. Anin, mas boleh nanya?"
"Soal apa mas?"
"Papa kamu benerkan namanya Yusuf ya?"
"Kok tumben kamu nanya soal papa?"
"Ya kan kamu nanti bakal nikah Anin, Jadi aku harus tau juga kan soal papa kamu."
"Iya nama papa itu Yusuf."
"Kamu tau papa kamu tinggal dimana?"
"Enggak tahu aku mas, pas papa pergi pun dia nggak ada bilang mau tinggal dimana. Kenapa sih mas? Ada yang kamu sembunyiin dari aku ya mas?"
"Nggak kok sayang."
"Jangan bohong mas, dalam menjalin hubungan iru keterbukaan yang paling utama, kejujuran."
"Sebenarnya sebelum aku menjemput kamu sama mama di rumah sakit, aku di telpon sama pihak kepolisian, akhirnya aku datang kesana dulu."
"Terus? Jadi mas udah tahu pelakunya siapa?"
"Pelakunya belum jelas sayang. Tapi kata pihak kepolisian nama pelakunya itu Yusuf. Dia katanya tinggal di apartemen xxxxx. Nah pas polisi mau nyelidikin kesana ternyata pelakunya ini sudah kabur."
" Yusuf? Jangan bilang semua ini ulah papa mas?"
"Tenang dulu sayang. Nama Yusuf kan bukan cuma satu, lagian kita tidak tau selama ini papa kamu tinggal dimana."
"Terus gimana jika semisalnya beneran papa pelakunya?"
"Entahlah sayang, yang jelas dia bakal di penjara karena melakukan pembunuhan secara sengaja."
"Mama pasti kaget jika memang papa pelakunya."
"Kita doa aja ya semoga semua masalah cepat selesai."
"Makasih ya mas."
"Iya sayang."
Tok..tok..tok..
"Permisi...!!!"
"Mas kurirnya mungkin itu?"
"Iya, mas kedepan ya. Kamu cek gih mama ke kamarnya."
Akhirnya Gilang langsung keluar dan mengambil pesanannya, lalu ia kembali masuk dan meletakkan pesanan tadi di atas meja dapur.
Tak lama Anin pun datang, ia menyusul Gilang yang masih di dapur, menyalin semua makanan tadi.
"Mas banyak sekali makanannya."
"Stok kamu sampai malam ya sayang. Nanti kalau selesai makan, kamu panasin sayur gulainya sama ayam gulainya, biar masih bisa sampe malam."
*****
Setelah seminggu ini Anin tidak ke kampus, akhirnya hari ini Anin bisa ke kampus, dan dari informasi yang ia dapat, hari ini sudah mulai perkuliahan. Kondisi mama Anin juga sudah membaik, bahkan ia kini tengah bersiap-siap menuju ke tempat kerjanya.
Disisi lain...
Gilang yang tengah semangatnya akan ke kampus, hari ini ia tidak ke kampus sama Anin, katanya Anin akan berangkat sama Rika. Mungkin pulangnya baru bisa sama Gilang.
Saat tengah sibuk siap-siap, Gilang menoleh ke arah ponselnya yang sedari tadi bergetar menandakan ada panggilan masuk. Ia segera mengambil ponselnya itu dan ternyata dari polisi.
Ya, sejak kecelakaan yang menimpa mama Anin, Gilang maupun pihak kepolisian belum mendapatkan bukti-bukti lain selain pelaku yang bernama Yusuf itu, dan kini kabur.
"Ya selamat pagi pak. Ada apa pak? Apa ada perkembangan soal pelaku?"
"Begini Mas kami sudah tahu lokasi pelaku, ia kini berada di Kota xxxxx."
"Astaga itu lumayan jauh juga dia kaburnya pak."
"Tapi Mas Gilang tidak perlu khawatir, kami sudah menyerahkan foto pelaku di kepolisian sana mas."
"Foto?"
"Iya betul mas. Sebentar saya kirim fotonya mas."
Drrrrt...
"Astaga...!"
"Ada apa mas?"
"Jadi bener dia."
"Kenapa mas? Mas kenal?"
"Begini saja pak, saya mohon bapak tangkap segera pelakunya. Saya akan bayar berapapun asal orang itu segera di dapat dan di penjara."
"Baik mas, kalau begitu saya akhiri teleponnya."
Tuuuutt...
"Astaga bagaimana ini? Apa yang aku harus katakan sama Anin dan juga Mama. Membayangkannya saja aku tidak sanggup. Aku harus temui Anin segera di kampus."
"Sayang, kamu kosong hari ini sekitar jam berapa?"
.....
"Sekitar jam 11 mas. Kenapa?"
"Bisa kita ketemu jam 11 sayang? Di cafe biasa aja."
.....
"Iya mas."
******