Perjalanan Hidup Anin
Anin seorang gadis yang kini telah menyelesaikan masa belajarnya di bangku SMA. Anin merupakan anak pertama dari pasangan Papa Yusuf dan Mama Hilda. Anin tidak mempunyai adik maupun kakak. Ya, Anin terlahir sebagai anak tunggal dari Papa Yusuf dan Mama Hilda.
Awal-awalnya kehidupan Anin sangatlah harmonis. Bahkan para tetangga mereka sampai terkagum-kagum dengan keharmonisan keluarga Anin. Tapi siapa yang menyangka itu hanya pandangan luar saja. Nyatanya Anin dan mamanya hanya tinggal berdua.
Beberapa tahun lalu papa Anin memutuskan untuk meninggalkan Anin dan juga istrinya itu. Entah apa alasannya Anin juga tidak mengerti. Mamanya juga hanya bisa pasrah dengan keputusan Papanya Anin.
Memang, sejak dulu Papa dan Mama Anin tiap hari pasti bertengkar. Hingga kini, saat Anin niatnya akan menyampaikan keinginannya untuk melanjutkan kuliah harus ia tunda. Melihat kondisi kedua orang tuanya yang tinggal terpisah, membuat Anin ragu untuk menyampaikan keinginannya itu.
"Ma.... Mama nggak papa?" Begitulah kira-kira perkataan Anin. Meskipun ia tahu hati mamanya sangat sedih dan sakit kali ini. Tapi Anin mencoba untuk ikhlas menerima semua cobaan ini.
"Mama nggak papa kok nak. Mama mau istirahat dulu ya.!" ucap mama Anin kemudian ia naik ke atas tempat tidurnya dan merebahkan tubuhnya yang melemah.
Anin akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar mamanya dan kembali ke kamarnya.
*****
PoV Anin
Tadinya aku mengira aku bisa berbicara kepada papa dan juga mama soal kelanjutan pendidikan aku. Tapi saat aku hendak menemui orang tua ku yang ku lihat mama sudah menangis seperti memohon-mohon pada papa. Sedang papa sibuk memasukkan beberapa helai pakaiannya ke dalam tas.
Ada apa ini? Kenapa papa sampai mengemasi barang-barangnya seperti itu? Beribu pertanyaan terkumpul dalam pikiran ku. Aku tidak ingin langsung masuk dan bertanya begitu saja. Ini kehidupan kedua orang tuaku, aku takut jika aku tiba-tiba masuk dan bertanya. Sedang ku lihat wajah papa begitu merah. Menandakan papa sangat marah kali ini.
Tapi apa permasalahannya...?
Lamunanlu buyar saat papa keluar dari kamar, ia melirik ke arahku sejenak dan tanpa berkata sedikitpun ia langsung melenggang pergi begitu saja. Kulihat mama masih terduduk lesu setelah kepergian papa. Ku coba mendekat ke arah mama dan kupeluk ia, seakan aku memberikan kekuatan untuk mama.
"Ma.... Mama nggak papa?" Begitulah kira-kira perkataan Anin.
Diam...hening... tak ada jawaban.
Hingga beberapa menit kemudian, mama memelukku, sangat erat. Aku bisa membayangkan perasaan sedih mama kali ini.
Ini memang sudah biasa aku saksikan. Tapi kali ini berbeda dengan sebelumnya. Kini aku hanya menjalani hidup berdua saja dengan mama tanpa figur papa lagi.
*****
Setelah aku memastikan mama tertidur, aku kembali ke kamarku. Di kamar ini, kembali aku mengingat momen kebahagiaan keluargaku bersama mama dan papa. Tapi hari ini dunia seakan menamparku dengan begitu hebatnya. Hanya mama yang sekarang aku punya. Papa sudah meninggalkan kami. Meskipun aku belum tahu apa alasannya. Biarlah aku menunggu jawaban dari mama.
Niatku yang ingin menyampaikammn soal kelanjutan kuliahku terpaksa aku undur. Aku tidak ingin meminta yang berat-berat. Aku tidak ingin menyusahkan mama.
Saking asyiknya bergulat dengan pikiran sendiri membuatku terlelap. Satu jam, dua jam, hingga tiga jam berlalu aku masih bermain di dunia mimpiku. Dimana aku bertemu teman-teman baru dan bisa kuliah seperti yang lainnya.
Seketika.....
Tok....tok...tok....
Aku terbangun kala mendengar suara ketukan pintu kamarku. Aku mengerjapkan mata, ternyata aku terlalu lama tidurnya. Aku bergegas bangun dan segera menemui mama yang mungkin sedari tadi memanggilku.
Kreett....
"Ma..." ucapku saat sudah kubuka pintu dan tampak dihadapanku mama dengan kondisi mata lembab dan sayu. Kasihan sekali mamaku.
"Maaf ya nak, mama jadi ganggu istirahat kamu." ucap mama lagi. Dan lagi mama masih bisa menampilkan senyum terbaiknya dihadapanku. YaAllah betapa kuatnya wanita dihadapanku ini.
Aku langsung memeluk mama. Aku menangis dalam pelukan wanita yang sudah rela berkorban demi aku. Mama yang merasakan aku tengah menangis, akhirnya ia juga ikut menumpahkan air matanya yang sedari tadi ia mencoba tahan.
"Maafkan mama nak.." ucap Mama
"Mama nggak perlu minta maaf, mama nggak salah. Mama jangan khawatir, masih ada Anin yang bakal selalu ada disamping mama."
Kembali aku memeluk mama, hingga beberapa saat kami melepaskan pelukan itu dan kembali mengobrol di ruang keluarga.
Mama duduk di ruang keluarga sambil menyalakan televisi. Aku yakin itu hanya pengalihan mama saja. Aku gegas ke dapur untuk membuat dua gelas teh dan juga menyiapkan cemilan.
Setelah semua sudah tersaji, gegas aku kembali ke ruang keluarga tak lupa membawa nampan berisi dua gelas teh dan setoples cemilan.
"Ma...ini minum dulu tehnya ya, biar perasaan mama lega sedikit." ucapku dan memberikan mama segelas teh hangat.
"Makasih ya nak." ucap mama sambil menyeruput sedikit demi sedikit teh yang kuberikan tadi.
Terdengar hembusan nafas kasar yang keluar dari mulut mama. Aku yakin sekali mama masih memikirkan masalahnya.
"Alhamdulillah, tehnya enak sayang." ucap mama lagi.
Aku hanya membalas perkataan mama dengan senyuman. Aku juga ikut menikmati teh dan juga cemilan yang aku bawa.
Aku dan mama masih saling terdiam, hanya fokus menikmati segelas teh dihadapan kami berdua. Hingga tiba-tiba....
"Anin, gimana soal kelanjutan sekolah kamu sayang? Apa kamu sudah dapat informasi soal kampus?" Ucap mama yang membuatku terkaget.
Deg...!
"Emmm.. Ma, Anin kayaknya nggal usah kuliah. Anin berencana mau langsung kerja saja."
"Maksud kamu gimana nak? Tidak...tidak... Kamu harus kuliah sayang. Apa karena masalah ini kamu mengurungkan niatmu itu?"
Jlebbsss
Lagi dan lagi perkataan mama benar. Apa yang tengah aku pikirkan langsung ia ucapkan begitu saja?
"Nggak kok ma." ucapku tapi itu hanya bohong. Aku tidak mau membuat mama susah.
"Kamu itu sudah 17 tahin bersama mama sayang. Jadi mama bisa tahu kamu ini bohong atau jujur." ucap mama sambil terkekeh.
Ini benar mama? Akhirnya aku bisa membuat mama tertawa meski sebentar saja.
"Anin, mama janji pada diri mama sendiri. Mama akan memberikan yang terbaik buat kamu nak. Kamu anak mama satu-satunya. Kamu harus kuliah, gapai cita-cita kamu selagi mama masih ada. Sekarang kita hanya berdua saja. Mama yang akan mencarikan biaya untuk kuliah kamu."
"Tapi ma..."
"Tidak ada tapi-tapian Anin. Ini permintaan mama satu-satunya sama kamu nak."
"Terimakasih ya ma. Anin sayang sama mama. Mama sehat selalu ya, jangan pernah ninggalin Anin. Anin takut sendiri." ucapku sambil memeluk mama.
"Iya nak. Sudahi sedih-sedihnya sayang. Gimana kalau sekarang kamu siap-siap gih sana. Kita makan diluar yuk.!"
"Mama sudah baikan kah? Sampai ngajak aku makan diluar."
"Mama akan mencoba ikhlas sayang. Mungkin takdir mama dan papa kamu hanya sampai disini. Yang terpenting sekarang bagi mama itu kamu." Ucap Mama lagi
Akhirnya aku kembali ke kamar dan bersiap-siap. Rasanya sudah lama aku tidak makan diluar bersama mama. Belakangan ini mama terlihat sibuk dengan pekerjaannya.
*****
Kini aku dan mama sudah berada di sebuah rumah makan, pengunjungnya tidak terlalu ramai, jadi aku dan mama lebih leluasa memilih tempat duduk.
Akhirnya aku memilih duduk di meja paling ujung. Memang aku dan mama mempunyai kesamaan jika makan di tempat seperti ini, kita memilih duduk di paling ujung.
Setelah 1 jam berlalu, akhirnya rasa lapar yang sedari tadi membuatku pusing dengan suaranya kini sudah lega dan sudah terisi.
Aku diajak jalan-jalan sama mama. Hingga malam pun tiba. Kami memutuskan untuk pulang. Karena sepertinya mama juga sudah sangat lelah. Besok ia harus kerja.
Setibanya di rumah, mama langsung pamit pada ku dan langsung masuk ke kamarnya. Biarlah mama menenangkan dirinya dulu. Aku tahu ini pasti berat buat mama.
Aku juga memutuskan untuk masuk ke kamar dan segera bersih-bersih. Setelah aku mengganti bajuku dengan baju tidur aku langsung menuju tempat tidurku. Tak lupa aku mengambil ponselku dari dalam tas yang tadi aku bawa dan berjalan menuju tempat tidurku.
Kulihat ponselku ternyata ada pesan yang belum sempat aku balas. Bukan belum sempat balas memang sedari pergi aku tidak membuka ponselku.
Satu pesan dari Rika
"Anin, lo udah bilang belom sama orang tua lo soal kuliah? Gue tadi udah ngobrol tau sama orang tua gue dan mereka setuju dan kabar gembiranya orang tua gue ngijinin kita sekampus kalau perlu sejurusan. Keren kan gue.."
Begitulah kira-kira isi pesan dari Rika. Ya, Rika teman baikku sejak masuk SMA, tapi meskipun kita teman baik tapi aku tidak pernah menceritakan permasalahan aku ke dia. Kata mama biarlah masalah kita, cukup kita dan Tuhan yang tahu.
Kembali lagi ke Rika.
Langsung aku membalas pesan dari Rika. Semoga saja ia belum tidur.
"Sorry ya Rik, gue tadi habis jalan-jalan sama mama. Ponsel aku di tas terus tadi."
Send...
"Oke nggak papa beib. Jadi gimana soal kuliah?"
"Aku lanjut kok Rik. Alhamdulillah kali ini kita masih dikasi kesempatan untuk sama-sama lagi."
"Ahhhhh seneng deh. Ohya tadi aku sudah sempat search di medsos, dan untuk kampus yang mau kita tuju, penerimaan mahasiswa barunya terbuka minggu depan."
"Oh ya? Cepat juga ya.."
"Kemungkinan kita minggu depan ke kampus itu deh Nin, biar kita bisa cari informasi yang lebih akurat dan terpecaya."
"Iya Rik. Terserah kamu. Nanti aku beritahu mama dulu. Tapi nanti minggu depan jemput ya."
"Aman itu beb. Yaudah gue mau lanjut videocallan sama ayang dulu. Babay Anin semoga tahun ini lo nggak jomblo yaa.."
Tak kubalas lagi pesan dari temanku itu. Langsung ku letakkan ponselku di atas nakas disamping kasurku. Dan tak lama mataku terpejam.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments