Berdalih Child Free, Aiden menutupi fakta dirinya yang mengalami hipogonadisme.
Namun pada malam itu, gairah seksualnya tiba-tiba memuncak ketika dirinya mencoba sebuah obat perangsang yang ia buat sendiri.
Aiden menarik Gryas, dokter yang tengah dekat dengannya.
"Tenang saja, kau tidak akan hamil. Karena aku tidak ingin punya anak. Jadi ku mohon bantu aku."
Namun yang namanya kuasa Tuhan tidak ada yang tahu. Gryas, ternyata hamil setelah melewatkan malam panas dengan Aiden beberapa kali. Ia pun pergi meninggalkan Aiden karena tahu kalau Aiden tak menginginkan anak.
4 tahun berlalu, Anak itu tumbuh menjadi bocah yang cerdas namun tengah sakit.
"Mom, apa Allo tida atan hidup lama."
"Tidak sayang, Arlo akan hidup panjang. Mommy akan berusaha mencari donor yang sesuai. Mommy janji."
Akankah Arlo selamat dari penyakitnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membawa Benih 28
Anak-anak cepat sekali berbaur. Arlo sendiri tidak kesulitan dalam hal bahasa karena selama di Nijmegen Gryas mengajarkan bahasa Indonesia kepadanya.
"Aku senang kamu pulang, Gry. Mulai sekarang mulailah semua dari sini. Tidak perlu buru-buru kembali bekerja. Pergunakanlah waktu mu untuk Arlo. Biaya hidupmu dan Arlo, itu bukanlah hal yang besar bagiku."
"Terimakasih Mas."
Gryas memeluk Gael dengan erat. Sudah lama dia tidak berinteraksi dengan kakak lelakinya itu, dan rasanya sungguh menenangkan.
Meski tidak menangis, tapi Gaek bisa merasakan kegelisahan dan kesedihan dalam hati sang adik. Sebenarnya Gael sedikit marah, bukan sedikit lagi tapi sangat marah terkait Gryas yang kembali ke tanah air bersama dengan seorang anak yang ternyata baru saja menjalani operasi.
Satu sisi dia merasa kasihan dengan adiknya, tapi di sisi lain dia juga marah kepada Gryas dan juga pria itu. Bagaimana Gryas dengan sangat bodohnya percaya dengan pria semacam itu sehingga sampai mendapatkan seorang anak. Terlebih Gryas juga memilih diam dan tidak menjelaskan tentang apapun.
"Kamu ini bodoh apa gimana sih Gry. Bisa-bisanya lho."
"Katanya cinta itu kan buta Mas. Ya mungkin saat itu aku juga buta."
"Dan sampai sekarang pun aku lihat kamu masih buta."
Degh!
Gryas terkejut dengan kata-kata sang kakak. Bagaimana bisa Gael bicara demikian?
Tapi jika ditelaah, sebenarnya Gael adalah orang yang sangat peka. Saat ini pria yang sudah memiliki anak 3 itu bisa melihat ke mata sang adik, bahwa adiknya itu masih memiliki cinta terhadap pria itu.
"Apa perlu aku seret dia hadapanmu Gry?"
"Ck, ndak perlu mas. Kalau aku mau, aku bisa lalukan sendiri. Tapi aku ndak mau. Bagiku begini dengan Arlo sudah cukup."
Gael terdiam, ucapan Gryas ia rasa tidak selaras dengan hatinya. Ia mengenal adiknya dengan betul jadi dia bisa berpikir demikian.
"Kalau dia kembali, apa yang akan kamu lakukan, Bri?"
Degh!
Gryas terpaku dengan pertanyaan Gael. Hal itu tentu tidak pernah terbesit dalam pikirannya.
Ia merasa bahwa itu tidak mungkin mengingat sisi yang dimiliki Aiden. Apalagi kemarin dengan jelas pria itu bahkan menolak untuk menjadi donor Arlo meskipun pada akhirnya mau.
Akan tetapi kekukuhan dari keyakinannya tentang dirinya yang sangat sulit memiliki anak, tidak membuat berpikir bahwa Aiden akan datang menemuinya.
Terlebih kemarin saat pasca operasi Arlo, Aiden sama sekali tidak menampakkan diri. Hal tersebut meyakinkan Gryas bahwa Aiden sama sekali tidak peduli. Arlo sudah mendapatkan donor, berarti urusan dengannya pun selesai sudah. Itu yang dipikirkan Gryas tentang Aiden yang tidak nampak batang hidungnya.
"Eii itu tidak mungkin. Prinsip pria gila itu sangat kuat."
"Isi hati dan pikiran orang kita tidak pernah tahu,Gry. Tuhan sangat mudah membolak-balikkan hati manusia. Maka dari itu coba kau pikirkan baik-baik perihal itu. Sekarang istirahatlah. Bawa Arlo untuk tidur."
Gryas mengangguk, dia lalu beranjak dari samping kakaknya menuju ke kamar. Tentu saja dengan Arlo bersamanya.
Fyuuuh
Hembusan nafas kasar keluar dari mulut Gael. Dia sungguh tidak pernah menyangka hidup adiknya akan serumit ini. Ingatan Gael kembali ke puluhan tahun silam tentang kisah kedua orang tuanya.
Tentu saja kasusnya berbeda. Jika dulu, ibunya lah yang memang mencuri gara-gara karena mencuri benih dari sang ayah. Tapi Gryas, dia melakukan atas dasar suka sama suka. Gael yakin dalam hati terdalam Gryas, rasa terhadap pria itu begitu besar.
"Apa kamu baru saja bicara dengan adikmu terkait laki-laki itu?"
"Iya Dad, ku rasa dia masih memiliki rasa yang dalam."
"Ya Daddy sepakat dengan asumsi mu. Kira-kira, apa dia akan datang?"
Gael tidak menganggukkan kepala ataupun menggelengkan kepalanya. Jika melihat bagaimana cerita Gryas tentang ayah biologis Arlo, maka dia tidak akan datang dengan cepat. Namun Gael juga merasa bahwa tak lama pria itu akan muncul.
"Yah apapun itu, aku tidak akan membuatnya mudah untuk mendapatkan Gryas dan Arlo."
Ryder tersenyum saat putra sulungnya mengatakan demikian. Dia pun juga memiliki pemikiran yang sama. Jika Pria itu datang, Ryder tidak akan memberi jalan yang mudah kepada dia.
Bukannya apa-apa. Emang benar Gryas ikut andil dalam kesalahan ini. Gryas lari, tanpa menjelaskan. Namun seharusnya pria itu bisa melakukan kroscek saat Gryas berkata bahwa ada anak diantara mereka. Bukannya malah terang-terangan menolak.
Semua itu Ryder ketahui dari informannya. Karena Gryas tidak bercerita tentang apapun terkait Aiden De Vries.
"Untuk sekarang, biar Gryas dan Arlo tenang. Kita ciptakan suasana menyenangkan untuk mereka."
"Hmmm aku setuju Dad. Aku bisa meninggalkan Keisha dan si kembar. Tapi Alle, jelas harus ikut pulang karena dia bersekolah. Tapi, itu gampang sih. Yang penting Arlo merasa nyaman dulu. Haaah, aku sungguh tidak bisa membayangkan bahwa anak sekecil itu harus berjuang dengan penyakitnya."
Ryder pun berpikir demikian, dia sangat sakit melihat cucunya yang terbaring lemah waktu itu. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana Gryas mengalami semua itu sendiri selama ini.
Ryder seolah gagal menjadi orang tua. Dia sedikit menyalahkan dirinya sendiri karena tidak mencari tahu tentang si bungsu lebih awal. Dia terlalu percaya kepada putrinya itu sehingga tidak merasa curiga barang sedikit pun.
"Daddy merasa gagal sebagai seorang ayah. Bagaimana bisa Daddy bisa abai dengan kondisi Gryas. Huft, mengingat bagaimana adikmu itu berjuang sendirian mulai dari hamil, melahirkan hingga Arlo sakit, Daddy sungguh merasa sangat bersalah."
"Yang lalu biarlah berlalu, Dad. Yang penting sekarang ini saja. Sekarang kita lebih kuat dalam menjaganya. Bagaimana pun sebagai kakak laki-laki, aku juga ambil bagian dalam bertanggungjawab terhadap adikku. Sekarang Daddy istirahat, inget umur sudah tidak muda lagi."
Gael meskipun kadang nampak datar dalam berekspresi tapi dia merupakan orang yang sangat memerhatikan keluarganya. Dimana hal tersebut membuat Ryder merasa lega jika sewaktu-waktu nyawanya menghilang dari raga.
"Thank son, kamu selalu jadi garda depan terbaik dalam keluarga ini."
Ryder menepuk lembut bahu Gael lalu mengusap kepala putranya itu dengan lembut.
Setelah ayahnya menghilang dari pandangannya, Gael mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. Siapa lagi kalau bukan Dorry, sang asisten pribadi.
"Dor, cari tahu lebih lengkap dan detail tentang siapa Aiden De Vries. Jangan melewatkan detail kecil apapun."
"Baik Pak Bos, laksanakan!"
TBC
eh kok ada Brisia disini, Brisia apa Gryas kak? hehe
Arlo masih cadek jadi makin gemesin