Seorang polisi harus menikahi putri dari jendral yang menjadikannya ajudan. Dengan kejadian tak terduga dan tanpa ia ketahui siapa orang yang telah menjebak dirinya.
"Ini semua pasti kerjaan kamu 'kan? Kamu sengaja melakukan hal ini padaku!" Sentak Khanza saat menyadari dirinya telah tidur dengan ajudan yang diberikan oleh Papanya.
"Mbak, saya benar-benar tidak tahu. Saya tidak ingat apapun," jelas Yusuf, polisi yang ditunjuk sebagai ajudan untuk putri jenderal bintang dua itu.
Jangan ditanya bagaimana takutnya Pria itu saat menyadari, bahwa ia telah menodai anak dari jenderal bintang dua itu.
Siapakah Jendral bintang dua itu? Kalau sudah pernah mampir di karya aku yang berjudul, (Dokter tampan itu ayah anakku) pasti tahu dong😉 Yuk kepoin kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa kecewa
Setelah mengetahui semuanya dari Papa, maka pagi ini aku bersiap ke RS untuk mengajukan surat pengunduran diri. Dengan dikawal oleh dua ajudan yang di utus oleh Papa.
Setibanya di RS, aku segera memberikan surat pengunduran diri. Namun, pihak RS memohon untuk meminta waktu padaku, karena Dr Obgyn yang biasa aplusan denganku, sedang cuti.
Mereka sudah mengetahui kasus yang sedang menimpa diriku, ya tentu saja mereka mengetahui karena beritanya sudah masuk ke media cetak maupun media elektronik. Mereka berjanji akan memberi perlindungan selama aku menjalani tugas.
Aku juga tidak tega karena sudah banyak pasien yang membuat janji untuk menjalani Caesar. Aku menelpon Papa, aku tidak bisa mengabaikan keselamatan mereka.
Sebenarnya ada tiga Dokter Obgyn di RS ini, tapi dikarenakan yang satu sedang cuti, maka tidak mungkin pasien sebanyak ini harus di handle oleh seorang dokter.
Sebenarnya Papa keberatan dengan keputusanku, tetapi kembali lagi dengan alasan kemanusiaan, maka Papa dan Bunda terpaksa mengizinkan dengan memberiku penjagaan yang ketat.
Dua hari Mas Yusuf tidak pulang ke kediamanku, dia juga tak memberiku kabar apapun. Aku ingin mengirimkan pesan hanya untuk menanyakan kabar, tetapi niat aku urungkan. Aku tidak ingin mengganggu momen kebersamaannya dengan istri dan anaknya.
Tapi, kenapa dia tidak memberiku kabar sama sekali? Paling tidak dia menanyakan tentang kehamilanku. Ah, apa ini? Kenapa aku jadi berharap seperti ini? Tentu saja dia lebih mementingkan yang disana daripada aku.
Secara disana adalah wanita yang dia cintai, sementara aku, dia hanya terikat oleh bayi yang ada dalam kandunganku.
Jadi stop berharap perhatian darinya Khanza.
Malam ini aku hanya rebahan di ranjang, untuk menghilangkan rasa bosan, aku memainkan ponsel.Tiba-tiba jiwa kepo ku meronta, aku membuka aplikasi sosial media, dan jariku mulai mengetik nama Pria yang kini sedang aku rindukan.
Ya, aku memang memikirkan dia. Aku tahu aku tidak boleh banyak berharap darinya, tapi please hati, tolong jangan larang aku juga untuk merindukan dia. Karena bagiku sangat sulit untuk menghapusnya dari ingatan, walaupun kata orang rindu itu berat, tapi biarkan aku sendiri yang memikulnya selagi aku mampu.
Aku menemukan akun sosmed miliknya. Aku mulai membuka profil Ayah dari anakku ini. Aku menscroll gambar-gambarnya
Aku melihat tidak banyak unggahan, sepertinya dia tidak terlalu suka berselancar didunia sosmed, karena terlihat dari terakhir tanggal unggahannya sekitar dua bulan yang lalu.
Aku melihat gambar keluarga lengkapnya, mungkin ini gambar saat dia baru sadar dari koma dan bertemu dengan anak dan istrinya.
Terlihat sekali senyum kebahagiaan dikeluarga kecil mereka. Aku mengamati foto itu, tatapan Mas Yusuf begitu mesra dan penuh cinta pada Mbak Tiara.
Ada perasaan sedih melipir di sudut kalbu, bagaimana nanti nasib anakku, apakah nanti dia juga bisa mempunyai keluarga yang lengkap? Entahlah, aku tidak tahu seperti apa kedepannya nasibku. Apapun itu aku harus ikhlas menerimanya.
Setetes cairan bening jatuh disudut mata, mulai sekarang aku harus belajar menjadi wanita yang tegar didalam balutan sabar, aku harus tetap tenang walaupun sedih menyambar. Sadar sekali bahwa pernikahan ini bukanlah hal yang diharapkan olehnya.
Aku menutup akun sosial mediaku. Karena jika aku masih kepo dengan segala unggahannya, maka aku sendiri yang akan merasakan sakit. Sebagai seorang wanita aku tidak ingin terlalu naif, sekuat dan se ikhlas apapun rasa cemburu akan tetap ada, bila melihat orang yang kita cintai bersama dengan wanita lain, meskipun wanita itu adalah istri sahnya, maka dari itu aku harus bisa menjaga perasaanku sendiri agar tak larut dalam luka.
Aku meletakkan benda pipih itu diatas nakas, lalu mematikan lampu utama dan mengganti dengan lampu tidur. Sebenarnya ini masih jam delapan malam, tetapi aku lebih memilih untuk segera tidur, itu kebiasaanku bila sedang menghindar dari masalah perasaan.
Saat akan terlena memasuki alam mimpi, aku di kejutkan dengan dering ponsel, segera aku meraih benda pipih itu dan melihat siapa yang memanggil. Ternyata dari RS, aku menerima panggilan itu, ada pasienku yang harus di Caesar malam ini juga. Aku tidak bisa menolak, karena ini sudah menjadi tanggung jawabku sebagai seorang Dokter.
Aku segera bersiap untuk ke RS, setibanya di lantai satu, aku melihat Papa dan Bunda sedang mengobrol, dan sayup-sayup aku mendengar suara Pria yang selalu ada dalam pikiranku.
Tiba-tiba saja jantungku berdebar saat mendengar suaranya, beginikah bila mencintai seseorang, mendengar suaranya saja sudah membuat perasaan tak menentu.
Aku menghela nafas dalam, dan mencoba untuk tetap tenang, aku harus bisa menjaga sikap, biarkan perasaan ini hanya aku yang tahu.
"Pa, Bun." Aku duduk disisi Bunda, sekilas aku menatap Pria yang telah dua hari ini tak aku temui. Dia juga menatapku, tetapi aku segera memutus tatapan itu.
"Loh, belum tidur?" tanya Bunda sembari mengusap bahuku.
"Tadinya mau tidur, tetapi aku harus ke RS sekarang, karena ada pasien aku yang akan melakukan Caesar malam ini."
"Kenapa harus sekarang Khanza? Kenapa tidak besok saja, atau digantikan dengan Dokter yang lain," ujar Papa merasa keberatan.
"Tidak bisa, Pa. Ini pasien aku, dan sudah menjadi tanggung jawabku, jadi aku harus membantunya. Apalagi ini darurat." Aku mencoba menjelaskan pada Papa.
"Biar saya yang mengawal Adek, Pa, Bun." Dia menimpali ucapanku.
"Yasudah, kamu harus berhati-hati Yusuf, harus jeli mengamati sekeliling. Papa belum tenang jika kasus ini belum selesai.
"Baik, insyaallah saya akan hati-hati. Ayo mari Dek."
Aku segera pamit pada Papa dan Bunda. Di perjalanan aku hanya diam, rasa canggung kembali terasa, aku merasa sikapnya sedikit berubah. Apakah dia sudah bosan dengan pernikahan singkat ini? Seharusnya dia tidak perlu repot-repot mengantarkan aku.
"Apa kabar Dek?"
Tumben baru tanyain kabar sekarang, dua hari ini kemana?
Aku hanya diam sembari pura-pura tidur. Entah kenapa jika aku menjawab pertanyaan itu, maka aku pastikan air mataku akan jatuh. Semenjak hamil, jiwa sensitifku semakin besar.
Sebenarnya itu hal yang wajar, tetapi aku berharap hal itu lenyap dari diriku, karena sadar betul dengan posisiku yang harus kuat menjalani hari-hari tanpa kehadiran suami.
"Maafkan saya, karena sudah mengecewakan kamu."
Tidak perlu minta maaf, Mas. Aku sadar diri dengan posisiku.
Aku masih diam, rasanya lidahku terasa kelu. Aku hanya kecewa kenapa dia tidak memberiku kabar walau melalui via pesan. Aku tidak meminta banyak hal. Aku hanya minta sedikit perhatikan untuk bayi yang ada dikandunganku, agar aku tidak merasa sendirian menanggung beban ini.
Bersambung...
Author ingin ngehalu dulu ya. Ini visual yang ada dalam kehaluan aku. Kalau tidak sesuai dengan raeder, silahkan ngehalu sesuai fersi masing-masing 🤗
Yusuf Mahendra
Khanza Almira
Happy reading 🥰