Ini cerita tentang gadis yang periang, cantik dan pintar. Nina namanya, sekarang berusia 17 tahun dan telah masuk Sekolah Menengah Atas, dia tinggal bersama 2 saudarinya dan kedua orangtuanya. Mereka tinggal di sebuah desa kecil dengan pemandangan alam yang indah. Tinggal di sana bagaikan tinggal di surga, penuh dengan kebahagiaan. Namun, ada satu masalahnya. Dia diam-diam suka sama seseorang,....Ayo tebak siapa yang dia sukai yah??...
lanjut baca part-nya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hijab Art, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 16
"Dil!, pulang bareng yuk!",
Ajakku pada Dila.
" Nggk, Nin!, kamu pulang duluan ajah!",
"Tapi, kamu pulangnya sama siapa?, dijemput?",
Dila terlihat ragu untuk menjawabku, mungkin ada hal yang dia sembunyiin dariku.
" Mm...anu, aku pulangnya sama Roni",
Jawabnya ragu,
Tapi, Jawaban Dila lagi-lagi membuat hatiku sesak.
"Owh!, itu bagus kan!, kamu bisa tambah dekat dengan Roni",
Jawabku seakan bahagia dengan kedekatan mereka. Aku berusaha untuk tegar, dan mengubur dalam-dalam perasaanku untuk Roni.
" Kalau begitu, cepetan!. Nanti dia nungguin lagi", ucapku memotivasi Dila, dibalik perasaanku yang sedang sakit.
"Baiklah!, duluan yah!",
" Iya!",
Dila berlari begitu bahagia menuju pria yang dia sukai, aku bisa merasakannya. Hubungan diantara mereka begitu dekat dan hangat.
"Dah, Nin!",
Ucapnya melambaikan tangan saat dibonceng oleh Roni. Begitu terlihat senang. Aku bahkan tak pernah merasakan rasanya dibonceng oleh Roni.
Wajahku yang kubuat-buat senang, kini kembali kusut tak berperasaan.
" Sedih?",
Suara yang tiba-tiba mengejutkanku. Siapa lagi kalau bukan si VOC.
"Eh!, ngapain sih!, dari tadi ajah, kamu ngagetin aku tau",
Ucapku kesal sembari menatapnya heran. Perasaan tadi dia udah duluan keluar, kenapa tiba-tiba muncul lagi?, hal yang menganehkan. Aku kira cuman aku sendirian yang belum pulang.
" Hati-hati ajah!, sahabat bisa jadi musuh",
Ucapnya dingin dan melangkah pergi menuju parkiran.
Aku menatapnya heran sebentar. 'Apa maksud perkataannya itu?', batinku.
Kemudian mengikutinya dari belakang menuju parkiran juga.
"Brumm!", suara motor menandakan pemiliknya sudah akan melaju pergi untuk kembali ke habitatnya masing-masing.
Tapi, Iyan terlihat menungguku di parkiran. Suasana yang sunyi, hanya ada kami berdua saja di sana.
" Ngapain?", tanyaku
"Oh!, nggk mau ditungguin?, ya udah!", datarnya dan ingin melajukan motornya.
" Eh!, tunggu-tunggu!",
Ucapku cepat agar aku tidak ditinggalin sendirian di sana. Itu cukup mengerikan membayangkan hal itu.
'Hem', senyumnya.
"Brummm!", aku melajukan motorku duluan dan Iyan pun mengikutiku dari belakang.
***
" Dil!, rumahmu yang mana sih?",
Tanya Roni yang asyik mengontrol motornya dijalanan beraspal.
"Tuh!, di sana!",
Tunjuk Dila pada rumah degan cat berwarna pict. Terlihat sedikit mewah dengan halaman yang luas.
" Makasih, Roni!",
Ucapnya saat sudah sampai tepat di depan rumah berwarna pict itu. Dila dengan wajah merona lumayan gugup di bonceng oleh Roni.
"Sama-sama, kalau gitu. Aku duluan yah!",
" Iya!",
Roni melajukan motornya kembali ke arah yang berlawanan.
" Aaaaa.....!",
Teriak Dila saat Roni sudah menjauh. Dan dia malah berlari masuk ke dalam rumahnya. Dia selalu begitu ketika girang. Terlalu girang untuk mengungkapkan kebahagiannya itu.
Ibunya yang berada di ruang tamu pun merasa Kebingungan melihat anaknya yang baru tiba dari sekolah, dengan melompat-lompat sambil masuk ke kamarnya.
"Ada apa lagi dengan tuh anak?", ibunya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan anaknya itu.
" Mmm...",
"Kamu gemesh deh!",
" Roni, Roni,"
Dila membaringkan dirinya di kasur sembari mencubit gemas boneka hello kitty favoritnya.
Entah begitu girang, bahagia, atau senang, semuanya bercampur aduk dalam pikiran Dila. Ia begitu yakin, suatu saat dia dan Roni pasti jadian, itulah yang ia harapkan.
Sedangkan, diatas motor yang tengah berjalan di atas jalanan beraspal, Roni melamun dan memikirkan Nina yang ditinggal sendirian tadi. Ada sedikit rasa bersalah padanya.
***
"Aduh!"
Rintihku saat motor tiba-tiba berhenti mendadak. Bukan karena direm, tapi karena bannya yang bocor.
"Kenapa?", tanya Iyan yang sedari tadi dibelakangku.
" Bannya bocor!",
Dia terlihat memarkirkan motornya dan berjalan mendekati ku.
"Sini!, biar aku yang bawa!",
" Mau bawa kemana?",
"Ya, ke tukang bengkel lah.",
Iyan mengambil alih motorku dan perlahan mendorongnya bergerak menuju bengkel ban yang tak jauh dari sana.
Dia menoleh, dan menatapku datar.
" Bawa motorku!, kau mau tinggalin motorku sendiri?",
Ucap Iyan menyuruhku mengendarai motornya yang tadi ia parkir dipinggir jalan.
"Owh!, ya bilang dong!, aku kan nggk ngerti tau",
Ucapku jeles dan melangkah mendekati motor Iyan.
" Brummmm...",
Melaju meninggalkan Iyan yang dengan susah payah mendorong motorku. Kasihan juga sih liatnya, tapi kenapa dia mau ajah bantu aku yah?, kan bisa ajah aku yang bawa.
Beberapa menit kemudian, Iyan pun sampai di tukang bengkel. Dengan segera, tukang bengkel di situ membuka ban motorku dan menggantinya dengan ban yang masih baru.
Aku membeli dua botol minuman di warung dekat bengkel, satu untuk ku minum dan satunya lagi aku berikan pada Iyan yang terlihat lelah dengan bercucuran keringat di dahinya. Membuat seragam putihnya basah.
"Makasih!", ucapku malu-malu.
Walaupun aku selalu marah-marah dan selalu mengajaknya berantem, Iyan masih saja mau membantu ku.
Iyan hanya menerima botol minuman yang kuberikan dan segera meminumnya dengan nikmat. Hingga terlihat leher tingginya itu bereaksi pada proses minumnya. Kulitnya yang putih, memperlihatkan jakunnya di bawah lehernya itu.
'Eh!, astaghfirullah!, astaghfirullah!'
Batinku harus sadar, jangan terpesona oleh ketampanannya itu.
Aku mengalihkan pandanganku pada botol minuman yang aku pegang dan segera meminumnya juga. Rasa haus begitu terasa di tenggorokanku yang sudah mengering.
"Bang!, proses perbaikannya lama nggk yah?",
Tanya Iyan yang sudah selesai minum dan menutup kembali botol minuman itu.
" Butuh sekitaran 15 menit lah dek!",
Jawab tukang bengkel itu sambil tetap mengerjakan motorku.
"Aku pulang duluan!, motornya juga nggk akan lama.", datarnya dan mulai menyalakan motornya.
" Terima kasih!",
Ucapku sekali lagi, masih membutuhkan feedback baik. Tapi tak kunjung ada tanda-tanda.
Iyan hanya menatapku dan beralih pada tukang bengkel.
"Bang!, titip yah!",
" Iya!",
Dan kemudian ia bergerak menjauh menuju rumahnya yang sangat jauh.
Aku duduk ditempat duduk yang disediakan di bengkel. Sambil menatap dan meneliti setiap gerakan tukang bengkel itu. Terlihat cekatan dan handal. Tapi, tetap saja merasa kesal dengan kelakuan Iyan, dia kurang peka, atau nggk tau harus merespon?, entahlah tu anak.
"Dek!, itu pacarnya yah?, ganteng juga loh!",
Goda tukang bengkel mencairkan suasana yang hening disitu.
" Bukan, bang! Hanya teman biasa kok", ucapku. Entah kenapa jika bersama Iyan selalu dibilang pacaran. Padahal, aku dan dia itu bagaikan kucing dan tikus yang tidak bisa akur. Bagaimana ada hubungan?,
"Owalah, belum toh!",
Ucapnya lagi
'Apa maksudnya, belum?', batinku dengan wajah yang bingung dan heran dengan ucapan tukang bengkel itu.
"Jangan berpikiran lebih, bang!, aku sama dia itu bagaikan kucing dan tikus. Selalu berantem",
Jelasku pada tukang bengkel itu agar berhenti menggodaku.
" Aku juga sama suami dulunya selalu berantem loh dek!, tapi lama-kelamaan kami saling mencintai, ya kan bang?",
Tiba-tiba istri dari tukang bengkel datang. MasyaAllah!, dia terlihat sangat cantik dengan kerudung cokelat, dan perutnya yang terlihat membuncit.
"Iya, namanya jodoh dek!",
Tukang bengkel berhenti sejenak dan berdiri disamping istrinya, memperlihatkan kemesraan diantara mereka.
" Mungkin saja, nanti kalian juga berjodoh dan saling mencintai", ucap istrinya.
'Iuuuwww', sedikit aneh rasanya. Aku hanya bergidik ngeri sendiri mendengarnya.
"Aku?, sama dia?, enggk, nggk!", ucapku menggeleng-gelengkan kepala.
***next!