NovelToon NovelToon
Netherworld Spirit Realm

Netherworld Spirit Realm

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi Timur / Epik Petualangan / Akademi Sihir / Persahabatan / Roh Supernatural
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: `AzizahNur`

Di dunia di mana Spirit Master harus membunuh Spirit Beast untuk mendapatkan Spirit Ring, Yin Lian lahir dengan kekuatan yang berbeda: Kontrak Dewa. Ia tidak perlu membunuh, melainkan menjalin ikatan dengan Spirit Beast, memungkinkan mereka berkembang bersamanya. Namun, sistem ini dianggap tabu, dan banyak pihak yang ingin melenyapkannya sebelum ia menjadi ancaman.

Saat bergabung dengan Infernal Fiends Academy, akademi kecil yang selalu diremehkan, Yin Lian bertemu rekan-rekan yang sama keras kepala dan berbakatnya. Bersama mereka, ia menantang batas dunia Spirit Master, menghadapi persaingan sengit, konspirasi dari akademi besar, serta ancaman dari kekuatan yang mengendalikan dunia di balik bayangan.

Di tengah semua itu, sebuah rahasia besar terungkap - Netherworld Spirit Realm, dimensi tersembunyi yang menyimpan kekuatan tak terbayangkan. Kunci menuju puncak bukan hanya soal kekuatan, tetapi juga keberanian untuk menghadapi kegelapan yang mengintai.

⚠️pict : pinterest ⚠️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 13

Sosok seorang wanita berpakaian serba hitam berjalan mendekat. Pakaian yang dikenakannya berbeda dari seragam guru Akademi Tianlong, menunjukkan bahwa ia bukan bagian dari staf akademi biasa. Rambut panjangnya yang hitam legam diikat ke belakang dengan rapi, beberapa helai terlepas dan jatuh di sisi wajahnya.

Matanya tajam dan serius, sorotnya setajam pedang yang baru diasah. Setiap langkahnya mantap, penuh keanggunan sekaligus kekuatan. Saat ia semakin dekat, auranya semakin terasa menekan, membuat udara di sekitar mereka terasa lebih dingin.

Ia berhenti di hadapan mereka dan menyapu situasi dengan tatapan mengintimidasi, sebelum akhirnya bertanya dengan suara dalam dan dingin, "Apa yang sedang terjadi di sini?"

Namun, sebelum Kakek Wu Cheng sempat menjawab, mata wanita itu menangkap sesuatu—gulungan undangan emas yang tergenggam di tangan kakek tua itu. Tatapannya berubah, menyipit sedikit seolah mengenali sesuatu.

"Undangan pribadi?" gumamnya pelan, lalu ia menoleh ke arah pemuda yang masih terduduk di tanah setelah menerima pukulan Yin Lian.

Dengan ekspresi datar namun aura menekan yang semakin kuat, ia berkata dengan nada rendah, tetapi berisi ancaman dingin, "Pergi."

Pemuda itu masih memegangi pipinya yang berdenyut nyeri. Namun, ketika bertemu dengan tatapan tajam wanita itu, tubuhnya seakan membeku.

"Jika kau berani membuat masalah lagi, maka tidak perlu datang ke akademi ini besok. Paham?"

Mata pemuda itu melebar. Tidak berani membantah, ia segera bangkit dengan tergesa-gesa dan berlari meninggalkan tempat itu tanpa menoleh ke belakang.

Setelah memastikan pemuda itu benar-benar pergi, wanita itu kembali beralih ke Kakek Wu Cheng. Kali ini, ekspresinya lebih santai, meskipun matanya masih tajam.

"Sudah lama tidak bertemu, Kakek Wu." katanya, suaranya terdengar lebih lembut dibanding sebelumnya.

Yin Lian menoleh ke arah Kakek Wu Cheng dengan ekspresi terkejut. Mereka saling mengenal?!

Kakek Wu Cheng tersenyum ketika melihat wanita itu. Matanya memancarkan rasa lega, seolah menemukan seseorang yang bisa ia percayai.

"Benar. Sudah beberapa tahun, ya?" jawab Kakek Wu Cheng dengan nada akrab. Ia menyodorkan undangan yang tadi dipegangnya. "Ini untukmu. Lihatlah sendiri."

“Namanya adalah Xiao Lian.”

Yin Lian yang berdiri di sampingnya masih menyimpan kebingungan. Ia melangkah lebih dekat ke arah kakek Wu Cheng, tatapannya bergantian melihat antara kakek Wu Cheng dan wanita berambut hitam panjang yang berdiri tegap di hadapannya.

“Ini adalah salah satu muridku dan dia sudah seperti cucuku sendiri.”

Wanita itu menerimanya tanpa ragu. Begitu membuka gulungan itu dan membaca isinya, ekspresinya tetap tidak berubah. Namun, ada sedikit kilatan di matanya saat melihat nama Yin Lian tertulis di sana.

Setelah beberapa saat, ia menggulung kembali kertas itu dan berkata, "Baiklah. Aku akan mengurus anak ini."

Kakek Wu Cheng tersenyum tipis. "Terima kasih. Aku tahu aku merepotkanmu lagi."

Wanita itu hanya menggeleng. "Tidak masalah. Aku hanya tidak menyangka kau akhirnya benar-benar membawanya ke sini."

Yin Lian, yang sedari tadi diam, akhirnya berbicara.

"Kakek, kapan kau akan kembali ke desa?" tanyanya, tanpa ragu atau kekhawatiran berlebihan.

"Sekarang," jawab Kakek Wu Cheng santai.

Yin Lian menatapnya lurus, bukan karena keberatan ditinggalkan, tapi lebih karena ia tahu perjalanan ke desa tidaklah mudah.

"Kakek baru saja sampai. Kenapa terburu-buru kembali?"

Kakek Wu Cheng tertawa kecil. "Aku tidak bisa berlama-lama di balai desa. Harga kebutuhan disini sangat mahal, dan aku tidak membawa cukup uang untuk tinggal di sini lebih lama. Di desa juga banyak anak-anak yang menungguku di sekolah."

Yin Lian menatapnya sejenak sebelum menjawab, "Kakek selalu begitu. Selalu memikirkan desa lebih dulu."

"Karena aku kepala desa," Kakek Wu Cheng terkekeh ringan. "Dan karena aku tahu, kau bisa menjaga dirimu sendiri."

"Tapi—" Yin Lian ingin membantah, namun suaranya terhenti.

"Aku akan menjemputmu setelah satu semester selesai," lanjut kakeknya dengan lembut. "Percayalah padaku."

Yin Lian diam sejenak, lalu mengangguk. Ia tidak khawatir tentang dirinya sendiri—ia hanya ingin memastikan kakeknya tidak terlalu memaksakan diri.

Kakek Wu Cheng berbalik ke arah wanita itu. "Aku menitipkannya padamu, seperti yang sudah kita sepakati."

Wanita itu mengangguk. "Aku akan memastikan dia mendapat pelatihan yang layak."

"Bagus," ujar Kakek Wu Cheng puas. Ia kembali menatap Yin Lian. "Jaga dirimu baik-baik di sini, Xiao Lian."

Yin Lian menatapnya sebentar, lalu tersenyum kecil. "Kakek juga."

Wanita itu melangkah lebih dulu, memberi isyarat agar Yin Lian mengikutinya.

Tanpa ragu, Yin Lian membalikkan badan dan mulai berjalan. Langkahnya tetap tegap, tidak menunjukkan tanda-tanda keberatan.

Namun, sebelum melewati gerbang, ia menoleh sekilas ke arah kakeknya.

Kakek Wu Cheng masih berdiri di tempatnya, tersenyum seperti biasa.

Ada sesuatu di dalam dada Yin Lian yang terasa sedikit berat, tapi ia menahannya. Sebagai gantinya, ia mengangkat tangan kanannya sedikit, membuat gerakan kecil seperti lambaian yang hampir tak terlihat.

Yin Lian tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia hanya mengangguk kecil sebelum akhirnya benar-benar melangkah masuk ke dalam akademi.

Di belakangnya, Kakek Wu Cheng hanya bisa menatap punggung cucunya yang perlahan menghilang dari pandangan, sementara angin sore bertiup lembut, membawa serta perasaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Wanita itu berjalan di depan Yin Lian, sesekali melirik gulungan kertas yang berisi informasi tentang gadis itu. Langkahnya stabil dan tidak terburu-buru, seolah ingin memastikan bahwa setiap informasi yang ia baca benar-benar terserap dalam pikirannya.

Setelah melewati beberapa bangunan akademi, mereka tiba di sebuah taman kecil yang dipenuhi dengan pepohonan rindang. Cahaya matahari sore menyaring di antara dedaunan, menciptakan bayangan-bayangan samar di atas jalan setapak.

Tanpa berkata apa-apa, wanita itu duduk di salah satu bangku kayu di bawah pohon besar. Ia tetap memegang gulungan itu di tangannya, sesekali mengamati Yin Lian yang masih berdiri di hadapannya.

Mata mereka bertemu sejenak. Lalu, wanita itu menghela napas pelan sebelum akhirnya berbicara.

"Namaku Xu Feiyan."

Nada suaranya tetap tenang, tapi ada ketegasan yang membuat orang sulit untuk menentangnya. Ia melipat gulungan kertas di tangannya sebelum melanjutkan,

"Mulai sekarang, aku akan menjadi pembimbingmu di akademi ini, Xiao Lian."

Yin Lian tidak terkejut dengan panggilan itu. Ia sudah terbiasa mendengar Kakek Wu Cheng memanggilnya demikian, jadi tidak ada yang terasa aneh.

Namun, yang membuatnya sedikit tertarik adalah sikap wanita ini. Xu Feiyan tidak terlihat meremehkannya atau menunjukkan ekspresi kecewa setelah membaca informasi tentang dirinya.

Padahal, Yin Lian tahu bahwa sebagian besar orang yang melihat martial soul miliknya akan langsung menunjukkan ekspresi aneh—entah itu kasihan, meragukan, atau bahkan menganggapnya sia-sia.

Dan benar saja, tak lama kemudian, Xu Feiyan membuka topik yang paling sensitif bagi kebanyakan orang.

"Martial soul-mu… Kabut Hitam, ya?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!