Mengejar Cinta Istri Seksi

Abraham mengepalkan tangannya erat. Dia seolah mendapatkan Boomerang dari Desy. Istrinya itu sangat pintar membalikkan kata-kata. Wajar saja dia lulus cumlaude sebagai mahasiswa hukum.

Pandai sekali bersilat lidah dan membuat orang bungkam dengan kata-kata nya. Anehnya mengapa gadis itu mencintainya yang jelas-jelas tidak pernah mencintai Desy? Padahal gadis itu sangat pintar dalam hal pendidikan.

Ha ha … Abraham tertawa dalam hati karena memang benar kalau orang yang pintar dalam ilmu pendidikan, kebanyakan bodoh dalam hal percintaan.

Kembali lagi pada Abraham. Dia menatap tajam ke arah sang istri merasa sangat kesal dengan Desy.

"Apa aku tidak salah dengar? Kau sedang berusaha menjadi istri yang tidak berguna untukku. Mewujudkan perkataan ku semalam?" tanya Abraham dengan suara dingin dan memasang ekspresi datar.

Pria itu menatap lekat wajah sang istri yang tampak tenang.

Desy tersenyum samar mendengar ucapan Abraham.

"Benar, aku sedang berusaha mewujudkan perkataan mu semalam."

Desy menjawab dengan mantap membuat Abraham terkekeh kecil.

"Kalau begitu wujudkan juga kata-kata ku yang satu ini. Pergilah ke pengadilan agama dan gugat cerai aku!" balas Abraham datar membuat Desy tersentak.

Mata gadis itu berkaca-kaca seperti lampu taman yang siap pecah. Tangannya terkepal erat, hatinya terasa sakit bak di tikam pisau yang tajam. Tidak menyangka kalau sang suami tega mengeluarkan kalimat menyakitkan itu.

Menyuruhnya untuk ke pengadilan agama dan menggugat cerai Abraham di sana. Tidak akan mau dan tidak akan pernah mau.

Desy menggelengkan kepalanya cepat.

"Kau keterlaluan, Abraham! Ingat ini! Sampai kapanpun aku tidak akan menggugat cerai mu. Ingat ini!" tegas Desy dengan suara meninggi membuat Abraham ikut darah tinggi.

Pria itu langsung bangkit dan menunjuk ke arah Desy. Matanya memerah dan wajahnya merah padam. Giginya bergemeletuk menandakan dirinya sedang menahan emosi.

"Kamu yang gila, Desy. Dari kecil sampai dewasa kamu selalu mengikuti ku ke manapun aku pergi. Aku lelah, Desy. Aku lelah! Berulang kali aku mengatakan kalau aku tidak mencintaimu dan menganggap mu hanya sebatas teman masa kecil!" sentak Abraham dengan suara tertahan.

Dia berusaha keras agar tak lepas kendali di hadapan Desy. Sebab dia menghargai persahabatan mereka.

"Benar, aku gila. Aku gila … iya aku gila karena mu, Abraham. I love you so much, kenapa kamu tidak sadar akan hal itu? Apa susah nya membalas cintaku, Abra. Apa susahnya?!" teriak Desy lepas kendali dengan suara melengking.

Abraham yang tidak suka di bentak pun murka. Dia membalas membentak Desy.

Geram sekali mendengar Desy berteriak. Dia adalah laki-laki dan harga dirinya terluka karena di bentak.

"Itu bukan cinta, Sialan! Tapi, obsesi. Kamu terobsesi dengan ku?!" balas Abraham dengan nada tak kalah tinggi membuat Desy frustasi.

Gadis itu geram pun tak mampu menahan emosinya lagi. Dia melihat ke sekelilingnya mencari sesuatu untuk melepaskan emosinya. Tidak bisa seperti ini, dia harus melampiaskan emosinya segera.

Kalau tidak kepala nya bisa sakit. Abraham yang melihat Desy celingak-celinguk pun heran. Namun dia tidak bertanya karena sedang kesal pada gadis itu.

"Apa yang di cari boneka Annabelle ini?" batin Abraham bertanya dalam hati penasaran melihat Desy.

Yes.

Desy telah mengunci targetnya. Dia segera berlari menuju televisi, membuat Abraham melebarkan matanya. Nyaris keluar dari tempatnya.

"Abraham sialan! Aku mencintaimu sudah aku bilang cinta sama kamu?! Ahhh … mati kau?!" teriak Desy seraya membanting televisi ke lantai.

Brak.

"Desy, No?!" Abraham terlambat berteriak dan televisinya sudah rusak, hancur berkeping-keping.

"Televisi ku," lirih Abraham dengan bola mata berair sebab harga televisi tersebut sangat mahal.

3000$ \= 45 juta rupiah.

Dan sekarang uang sebanyak itu terbuang sia-sia karena keganasan sang istri. Tetapi, dalam hati ada rasa syukur karena bukan dirinya yang di banting oleh sang istri.

Hah … hah …

Nafas Desy naik turun karena lelah mengangkat televisi. Kemudian dia menoleh ke arah Abraham. Menatap tajam sang suami seolah ingin mencabik-cabik nya.

Gleg.

Abraham menelan ludahnya kasar ketika mendapatkan tatapan mematikan dari sang istri. Dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang, lidahnya kelu dan tubuhnya membeku. Susah digerakkan.

"Dia ke sini … dia ke sini … lari, Bodoh. Ahh … sebentar lagi kau akan di banting."

Logika Abraham berteriak memberikan alarm bahaya. Menyuruh Abraham untuk pergi dari sana.

Kalau bisa langsung lari dari jangkauan Desy.

"Aku juga ingin lari, Bodoh. Tapi, kaki ku tidak bisa di gerakkan," batin Abraham mengumpat kesal.

Desy melangkah mendekati Abraham. Dia menatap sang suami seolah mangsa dan dirinya adalah predator ganas yang tidak akan melepaskan mangsanya.

"D-Desy," ujar Abraham terbata-bata, tetapi langsung di potong oleh Desy.

"Kau lihat bagaimana bentuk televisi kesayangan mu itu? Hancur berkeping-keping, bukan?" tanya Desy dengan suara datar penuh intimidasi membuat Abraham menganggukkan kepalanya.

Gleg.

Abraham lagi dan lagi menelan ludahnya kasar. Tidak tahu harus menjawab apa karena memang saat ini seluruh tubuhnya terasa tertekan dengan aura intimidasi dari Desy.

"Jawab?! Kau melihatnya, bukan?!" sentak Desy sekali lagi seraya menarik kerah baju Abraham saat ini membuat pria itu susah bernafas.

"I-iya," balas Abraham susah payah membuat Desy menyeringai kejam.

"Kali ini yang aku hancurkan adalah televisi mu. Tapi, lain kali aku bisa menghancurkan masa depan mu!" ujar Desy seraya mencengkram benjolan di bagian tubuh inti Abraham.

Ahh … benjolan apa itu? Ck … tak perlu lagi di jelaskan, karena kalian pasti tahu benjolan apa yang di miliki oleh laki-laki selain kepala bawah. 😪

Akk …Abraham menggeram saat adik kecilnya di cengkram oleh sang istri. Rasanya bukan enak tapi sakit. Padahal biasanya adik kecilnya selalu di manjakan oleh para wanita.

Tetapi, sekarang? Dia malah di cengkram oleh tangan nakal sang istri.

"Kau dengar itu, Abra? Jangan buat aku marah lagi. Sudah aku bilang aku cinta padamu, jadi, jangan kau sebut lagi cinta ku ini obsesi!" desis Desy mendorong kasar tubuh Abraham membuat pria itu sedikit terdorong.

Desy pun mengipasi wajahnya. Perutnya kembali berbunyi membuat Abraham geleng-geleng kepala. Sebab baru tadi Desy makan, tetapi, perutnya kembali keroncongan.

"Haiss … berdebat dengan mu membuat ku lapar," ketus Desy lalu berjalan menuju dapur.

Abraham kembali lagi melihat ke arah televisi yang hancur berkeping-keping.

"Ya Tuhan, aku tidak bisa menonton Piala dunia lagi. Kalau beli baru, sayang uang!" gumam Abraham kesal.

Tak lama kemudian suara nada dering ponselnya terdengar. Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Abraham dan ternyata …

[Sayang, aku rindu!]

*

*

Komentar yang banyak dong buat author semangat dan karya ini semakin bersinar 🥰

Bersambung.

Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰

Salem Aneuk Nanggroe Aceh ❤️🙏

Mampir juga ke novel temen author 🥰🥰