Pertemuan dalam keadaan yang tidak biasa membuat keduanya memiliki hubungan hingga bertahun-tahun lamanya.
Tapi karena adanya ambisi dan keegoisan untuk balas dendam membuat ia memilih jalan pintas untuk memanfaatkan keadaan yang terbuka lebar di hadapannya.
Tapi gadis itu harus hamil di luar nikah hingga menghancurkan masa depannya dan membuat seluruh keluarganya dikucilkan dari Lingkungan serta kehidupan keluarganya, sedangkan pria itu menghilang hingga bertahun-tahun lamanya.
Fariz dan bundanya menjadi penyemangat hidupnya hingga bangkit dari keterpurukannya dan memulai kehidupan baru bersama seorang gadis kecil yang imut dengan pipi chubby yang sudah empat tahun lebih menemaninya.
Menjadi single parent diusianya yang masih muda dan tanpa ada ikatan pernikahan menjadi polemik tersendiri yang dihadapinya dan harus berpindah-pindah tempat demi psikis buah hatinya.
Makassar menjadi kota pelabuhan terakhir mereka untuk memulai hidup baru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 22
Bu Humairah segera berdiri untuk menyambut kedatangan anaknya sedangkan Fariz hanya tersenyum melihat adiknya itu dengan senyuman khasnya.
"Ya Allah… kenapa bagian sensitifku masih sering sakit, perih juga padahal aku sudah sempatkan minum obat penahan rasa sakit,apa aku sebaiknya ke dokter saja yah? Tapi aku takut jika ada yang aneh," lirihnya Rubi.
Bu Humairah memeluk tubuh putri tunggalnya itu," sayang! Mama sangat merindukanmu, padahal kamu perginya baru empat hari terasa sudah sebulan saja," tuturnya Bu Humairah.
"Aku juga sangat merindukan Bunda, terutama masakan Bunda yang selalu lezat, nikmat dan enak diperut dan menggoyang lidah," candanya Rubi yang melerai pelukannya bundanya dari tubuhnya.
"Jadi kamu hanya merindukan masakannya saja bunda ceritanya nih?" Ketusnya Bu Humairah yang berpura-pura merajuk dan marah dihadapan putri tunggalnya itu.
Hehehe," Enggak lah Bunda semua yang ada pada dirinya Bunda, Rubi merindukannya," kilahnya Rubi lalu menggandeng tangan Bu Humairah.
Bu Humairah tersenyum menanggapi candaan anaknya," karena kebetulan Bunda sudah masak besar saatnya kita makan besar pula," guraunya Bu Humairah.
"Alhamdulillah, reskynya Rubi kalau seperti ini karena kebetulan perutnya Rubi belum terisi makanan sejak tadi pagi," tuturnya Rubi yang memang sejak pulang dari hotel ia belum makan apapun hingga siang ini.
Fariz hanya duduk di kursinya tanpa berniat untuk menyambut kedatangan adiknya. Karena perutnya cukup kelaparan. Rubi meraih tangan kanan Fariz lalu mencium punggung tangan abangnya seperti halnya dengan apa yang dilakukannya terhadap bundanya.
"Senyuman kalian adalah harta paling berharga dalam hidupnya bunda, tanpa kalian berdua bunda akan kesulitan untuk bernafas dan menjalani hidupnya bunda, sejak kepergian ayah kalian hidup bunda sudah sepi tapi, sekarang bunda sudah mengerti jika tawa bahagia kalian adalah harta paling penting dalam kehidupannya Bunda, Alhamdulillah makasih banyak ya Allah atas nikmat yang Engkau berikan kepadaku," batin Bu Humairah.
Berselang beberapa menit kemudian mereka sudah menyantap makanan dan sesekali mereka berbincang-bincang santai sambil menikmati berbagai macam hidangan untuk makan siangnya mereka. Seperti itulah kegiatan mereka setiap harinya, Bu Humairah kadang mengikuti arisan ataupun pengajian yang diadakan di masjid yang tidak terlalu jauh dari rumahnya.
Begitu pun halnya dengan yang dialami oleh Rubi. Ia pun demikian selama beberapa hari ini, karena sudah masuk libur pertengahan semester 6 ia memanfaatkan waktunya hanya di rumahnya saja dan sesekali ke luar rumah jika memang ada keperluan yang sangat mendesak untuk meninggalkan rumahnya.
Dua bulan kemudian, hari ini entah apa yang terjadi padanya. Mulai pagi tadi, Rubi merasakan tidak enak badan, tubuhnya tiba-tiba meriang, kepalanya pusing, asam lambungnya naik sehingga ia merasakan perih disekitar lambungnya itu.
"Ya Allah… apa yang terjadi padaku, kenapa perasaanku seperti ini, terasa sangat tidak nyaman, apa ini disebabkan karena gara-gara sudah empat hari ini aku selalu terlambat makan bahkan selalu makan tidak teratur," batinnya Rubi yang kembali menarik selimutnya untuk kembali berbaring walaupun sudah sulit untuk memejamkan matanya.
Sedangkan jauh dari kemeriahan, hiruk pikuk kota metropolitan Jakarta, yaitu di dalam sebuah ruangan yang tertutup rapat hanya memiliki sebuah jendela dan pintu saja. Duduklah seorang perempuan yang cantik dengan hijabnya yang terpasang di kepalanya.
Wajahnya nampak tirus tidak terawat, kulitnya sedikit pucat pasi karena sangat jarang terkena paparan sinar matahari langsung ke kulitnya.
"Fariz…Abang Fariz…," gumamnya.
Perawat yang sedang mengantarkan makanan untuknya dibuat terkejut dan sekaligus bahagia karena selama lebih lima tahun gadis itu sama sekali tidak pernah mengucapkan kata sedikit pun. Tapi,beda halnya hari ini ia akhirnya bisa berucap walaupun hanya bergumam. Hal itu menjadi kemajuan yang sangat besar yang terjadi dalam perkembangan kesehatannya.
"Sepertinya aku harus memberitahukan kepada dokter dan juga anggota keluarganya, pasti mereka sangat bahagia." Lirihnya perawat tersebut.
Fariz tersenyum penuh bahagia karena hari ini mendapatkan promosi kenaikan jabatan. Ia tidak menyangka dalam waktu yang terbilang singkat,ia kembali mendapatkan kenaikan pangkat dan jabatan. Tapi, ia sedih karena harus pindah dari Ibu Kota Jakarta, ia akan pindah tugas ke daerah luar pulau Jawa tepatnya di daerah pulau Sulawesi.
"Aku harus memberitahukan kepada Bunda dan juga Rubi semoga mereka bisa menerima semua ini dan ikhlas mengijinkan aku pergi," cicitnya Fariz.
Oek… oek…
Suara muntahan yang bersumber dari dalam kamar mandi Rubi. Ia tak kuasa menahan gejolak yang bersumber dari dalam perutnya itu. Seolah ada sesuatu yang mengaduk isi perutnya.
"Ya Allah… sebenarnya aku sakit apa? Kenapa sudah lebih satu minggu tubuhku serasa lemah, loyo, lesu dan sama sekali tidak ada nafsu makan sedikit pun," lirihnya Rubi.
Tok… tok… suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya Rubi tersebut.
"Masuk!!" Teriaknya Rubi setelah membasuh air diwajahnya dan menyeka air matanya saking lemahnya saat itu kondisi tubuhnya.
Bu Humairah segera berjalan masuk ke dalam kamar putri semata wayangnya itu dengan membawa nampan yang berisi segelas air teh hangat, sate ayam Madura, nasi sepiring yang masih mengepul asapnya dan juga sayur sop ayam. Semua makanan itu adalah makanan kesukaannya Rubi.
Bu Humairah segera menyimpan nampan tersebut ke atas meja. Beliau kemudian berjalan ke arah kamar mandi saat melihat anaknya sedang muntah-muntah. Bu Humairah sedikit khawatir melihat kondisi putrinya yang sangat pucat seolah orang yang sudah penyakitan lama.
"Sayang, apa yang terjadi padamu, apa kamu sudah makan Nak? Mungkin gara-gara kamu belum makan jadi muntah-muntah dan mual, atau Mama ambilin minyak kayu putih yah?" Tawarnya Bu Humairah.
Tangannya Rubi segera mencegah Bu Humairah untuk berdiri," Bunda, disini saja, aku baik-baik saja kok Bunda, mungkin setelah aku makan keadaanku akan membaik," tolaknya Rubi lalu berdiri di dari dalam kamar mandi yang berjalan sempoyongan karena kepalanya semakin pusing.
"Kalau seperti itu, kamu makan saja dulu nak, kebetulan Bunda sudah buatkan masakan makanan kesukaan kamu, Bunda sudah taruh di meja," tuturnya Bu Humairah.
"Makasih banyak Bunda, aku akan makan tapi, apa aku boleh minta sesuatu sama Bunda?" Pintanya Rubi yang menginginkan sesuatu dihadapan bundanya.
Bu Humairah menatap intens ke arah anaknya" Emangnya kamu minta apa Nak? Kalau bisa insya Allah bunda akan penuhi," timpalnya Bu Humairah sambil mengelus puncak rambutnya anaknya yang kebetulan tidak memakai hijabnya.
Rubi sedikit ragu untuk mengutarakan keinginannya di hadapan bundanya karena ia juga kurang yakin dengan keinginannya yang tiba-tiba kepengin makan rujak buah.
"Bunda! Apa boleh Rubi minta dibuatkan rujak buah!" Lirihnya Rubi yang malu-malu sendiri dengan permintaannya tersebut yang kebingungan dengan apa yang ia ingin makan padahal makanan itu adalah Sangat jarang ia makan dan konsumsi.
"Rujak buah!" Beo Bu Humairah dengan menautkan kedua alisnya.
Jangan lupa untuk selalu memberikan dukungannya terhadap First Love Rubi Salman dengan caranya:
Like Setiap babnya, Rate bintang lima, Favoritkan agar tetap mendapatkan notifikasi, Bagi gift poin atau koinnya dan klik iklannya juga yah kakak readers...
Mampir juga dinovel aku yang lain:
Merebut Hati Mantan Istri.
Duren, i love you
Bukan Yang Pertama
Cinta Pertama
Makasih banyak all readers… I love you all..
by Fania Mikaila Azzahrah
Takalar, Minggu, 20 November 2022