NovelToon NovelToon
Suamiku Ternyata Konglomerat

Suamiku Ternyata Konglomerat

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Pernikahan Kilat / Nikahmuda / CEO
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Indriani_LeeJeeAe

Satu malam yang tak pernah ia inginkan mengubah seluruh hidup Serene Avila. Terbangun di samping pria asing, ia memilih kabur tanpa menoleh—tak tahu bahwa pria itu adalah Raiden Varendra, konglomerat muda yang bisa mengguncang seluruh kota hanya dengan satu perintah. Dua bulan kemudian, Serene hamil… kembar. Di tengah panik dan putus asa, ia memutuskan mengakhiri kehamilan itu. Hingga pintu rumah sakit terbuka, dan pria yang pernah ia tinggalkan muncul dengan tatapan membelenggu.

“Kau tidak akan menyentuh anak-anakku. Mulai sekarang, kau ikut aku!”

Sejak saat itu, hidup Serene tak lagi sama.
Dan ia sadar, kabur dari seorang konglomerat adalah keputusan terburuk yang pernah ia buat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indriani_LeeJeeAe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 > Dua Garis Merah Yang Mengubah Segalanya

Suara hujan yang mengetuk-ngetuk jendela kamar kontrakan Serene Avila adalah satu-satunya hal yang membuatnya tetap sadar pagi itu. Setidaknya, ia berharap hujan bisa sedikit meredakan gelombang panik yang berputar di dadanya sejak semalam. Ia duduk di tepi kasur kecilnya... kasur yang sama yang menjadi saksi perjuangan hidupnya selama dua tahun terakhir sebagai mahasiswi penerima beasiswa. Tangannya gemetar. Bahkan napasnya pun terasa tak stabil.

Dua garis merah itu masih menghadap padanya, tergeletak di atas meja belajar yang penuh buku fotocopy-an dan catatan kuliah. Dua garis yang muncul begitu cepat, begitu jelas, begitu tegas… seolah seisi dunia ingin memaksanya menerima kenyataan itu tanpa memberi waktu untuk menolak. Serene menutup mulutnya, menahan suara isak yang sejak tadi terus naik ke tenggorokan. Tidak... tidak mungkin. Tidak mungkin ini terjadi padanya.

“Tidak… ini cuma error test packnya, benar kan?” suaranya tercekat.

Namun ia tahu ia sedang berbohong pada dirinya sendiri. Ia sudah menggunakan tiga test pack. Semuanya menunjukkan hal yang sama. Dua garis merah. Dan itu artinya Hamil.

Dokter kampus yang ia datangi dengan alasan pemeriksaan biasa bahkan memperkuat kenyataan pahit itu: ia mengandung bayi kembar. Kembar? Seolah kehamilan saja tidak cukup mengguncang hidupnya, Tuhan menambahkannya menjadi dua. Serene mengusap rambutnya yang jatuh berantakan di bahu. Napasnya tersendat, matanya perih.

Dan yang membuatnya makin hancur bukan semata-mata kehamilan itu… Tapi kenyataan bahwa ia tidak tahu siapa pria itu sebenarnya malam itu. Ia tidak tahu namanya. Tidak tahu pekerjaannya. Tidak tahu latar belakangnya. Bahkan ia tidak tahu apa pun tentang pria itu.

Selain wajah yang samar-samar ia ingat dari sisa-sisa kesadarannya. Wajah pria tampan dengan garis rahang tegas, mata gelap yang terlalu dalam, dan sentuhan yang terasa nyata meski buram. Pria asing yang sama-sama diberi obat pada malam itu. Pria yang wajahnya masih menghantuinya dalam mimpi—bukan karena romantis, tapi karena trauma, panik, dan rasa bersalah.

Serene menggigit bibirnya sampai hampir berdarah. “Kenapa aku sampai seceroboh itu? Kenapa aku pergi begitu saja? Kenapa aku tidak mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi?” gumamnya parau.

Ia ingat bagaimana ia terbangun di hotel mewah, tubuhnya nyeri, kepala pusing, dan pria asing itu tertidur di sampingnya. Ia langsung bangkit, panik, dan kabur tanpa menoleh. Ia bahkan tidak tahu apakah pria itu sadar saat ia pergi. Serene menggenggam ujung selimut dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Ia tak akan pernah tahu. Ia harus melupakan semua itu. Harus. Karena sekarang… masalahnya jauh lebih besar dari sekadar malam itu. Masalahnya kini… adalah nyawa.

 ***

Hari itu, Serene menghadiri kelasnya seperti biasa. Ia memaksa wajahnya terlihat normal. Tidak ada yang tahu bahwa dunia kecilnya sudah retak. Ia duduk di bangku depan, mencatat dengan tekun, meski pikirannya melayang-layang ke arah yang terus ia coba abaikan.

Sepulang kelas, ia berjalan menuju halte sambil memeluk tas erat-erat. Ia menelan ludah menandakan kegelisahan yang makin menekan dalam dirinya. Ia merogoh tasnya untuk membuka ponsel. Ia membuka aplikasi yang memperlihatkan saldo tabungan sebesar 8,2 juta rupiah.

Saldo tabungan itu merupakan hasil kerja paruh waktu, menghemat makan, tidak pernah jajan sembarangan. Semua itu demi bertahan hidup. Dan angka itu… itu pun tidak cukup untuk membesarkan satu bayi. Apalagi dua. Serene terpaku lama. Hampir tidak berani membuka browser.

Namun akhirnya ia mengetik juga: Biaya aborsi klinik aman. Tangannya menggigil saat menekan enter. Ketika daftar harga muncul, Serene menutup ponselnya cepat-cepat, seolah ia baru melakukan dosa besar. Ia tahu aborsi itu berbahaya. Ia tahu itu salah.

Ia tahu ia akan menyesal. Akan tetapi ia juga tahu. Ia tidak punya pilihan. “Aku harus melanjutkan kuliah. Aku tidak boleh mengecewakan Mama. Aku tidak bisa kehilangan beasiswaku,” bisiknya berkali-kali seperti mantra putus asa.

Semakin lama ia mengulang, semakin terasa bahwa kalimat itu digunakan untuk menguatkan dirinya, meski hatinya menjerit ingin melakukan hal sebaliknya. Serene menunduk sambil berjalan. Tanpa sadar, air matanya jatuh satu persatu.

 ***

Malam itu, setelah menimbang berbagai klinik, membaca risiko, dan mencari jalur yang paling aman, Serene akhirnya mengambil keputusan yang ia yakini akan menghantuinya selamanya. Ia membuat janji. Sehingga tanpa merasa hari sudah berganti. Besok paginya, ia menutup ponsel, tubuhnya lemas. Jari-jarinya dingin. Ia meraih perutnya yang masih rata, seolah ingin merasakan kehidupan kecil yang bersembunyi di sana.

“Maaf…” bisiknya. “Maaf… aku tidak punya pilihan.” Ia menangis tanpa suara sampai tertidur.

***

Sementara itu, di sebuah penthouse mewah di pusat kota…

Seorang pria tampan dengan mata gelap yang tajam memandangi foto yang baru saja dikirimkan tim penyelidikannya. Bibir Raiden Alistair Varendra melengkung tipis. Gadis itu. Gadis yang tidur dengannya malam itu. Gadis yang menghilang begitu saja tanpa menoleh. Gadis yang wajahnya terus ia cari selama dua bulan terakhir.

Serene Avila.

Raiden duduk di sofa kulit hitam dengan punggung tegak. Aura pria itu dingin, otoritatif, dan memancarkan kekuatan yang tidak membutuhkan suara keras untuk menunjukkan dominasi. “Dia hamil,” laporan asistennya mengiringi.

“Hm.” Raiden menyilangkan kaki, suaranya rendah dan belum menunjukkan emosi apa pun.

“Usia kehamilannya?”

“Asumsi paling akurat... sekitar delapan minggu, Tuan.”

Raiden menutup mata sepersekian detik. Delapan minggu. Malam itu. “Tapi ada hal lain…” Asisten ragu sejenak.

“Dokter yang ia datangi bilang… kehamilannya kembar, Tuan.”

Untuk pertama kalinya dalam dua bulan, tatapan Raiden membeku. Kembar? Sesuatu di dadanya bergerak aneh. Marah? Terkejut? Panik? Ia sendiri tidak tahu. Yang jelas, sesuatu dalam dirinya langsung mengeras seperti baja.

“Dia membuat janji besok pagi,” lanjut asistennya. “Di sebuah klinik ilegal.”

Raiden berdiri. Suara napasnya berat, wajahnya gelap, dan sorot matanya tajam seperti seseorang yang siap merobohkan dunia. “Siapkan mobil,” perintahnya rendah.

“Asisten pribadi dan dua ajudan?”

“Semua.”

“Perintah khusus?”

Raiden menatap keluar jendela. Kota malam berkilau, namun tatapannya lebih tajam dari lampu-lampu itu. “Dia tidak boleh menyentuh anak-anak itu. Apa pun caranya.”

“As you wish, Tuan.”

Raiden mengetatkan rahang. Bertahun-tahun ia hidup sendirian. Tenang dalam kesibukan, dingin dalam relasi, dan menghindari keterikatan. Namun sekarang.... entah bagaimana—nyawanya seolah terhubung pada dua kehidupan kecil yang bahkan belum ia lihat. Dan gadis yang mengandung mereka... gadis itu pernah memilih kabur dari dirinya.

Tak apa. Ia menghargai itu. Tapi besok… Besok Serene tidak akan bisa kabur lagi. Karena bagaimanapun juga... “Dia ibu dari anak-anakku.” Raiden Varendra bukan pria yang akan membiarkan siapapun, termasuk Serene sendiri, menghapus darah dagingnya.

***

Stay tune

1
Wayan Miniarti
luar biasa thor... lanjuttt
Li Pena: Siap, Akak.. maacih udah mampir ya 🙏🤭
total 1 replies
Sunarmi Narmi
Baca di sini aku Paham kenapa bnyak yg tdk Like...Di jaman skrng nikah kok berdasar Status apalagi sdh kaya....Bloon bnget kesenjangan sosial bikin gagal nikah apalagi seorang Raiden yg sdh jdi CEO dgn tabungan bnyak...Kkrga nolak ya bawa kbur tuh istri dn uang " mu....Cerdas dikit Pak Ceo..gertakan nenek tidak berpengaruh.masa nenek jdi lbih unggul kan body aja ringkih
Li Pena: Terimakasih sudah mampir dan juga menilai novel ini. maaf bila alur tidak sesuai yang diharapkan dan juga banyak salahnya, mohon dikoreksi agar author bisa belajar lebih banyak lagi 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!