Mengisahkan Mafia yang jatuh cinta pada seorang gadis meski ia telah menikah dengan wanita lain, berbagai upaya ia tempuh agar gadis itu menjadi miliknya meski harus memaksanya menjadi istri keduanya sekalipun.
Luka dan air mata tentu akan mengiringi perjalanan kisah mereka yang tak biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part~22
Sore itu Merry baru tiba di mensionnya bersama dengan dua orang bodyguardnya.
Kedua bodyguard itu nampak pucat pasi atas apa yang telah di lakukan oleh nyonya mudanya tersebut.
Tuannya pasti akan menghukumnya karena telah gagal mengawasi sang nyonya muda hingga terjadilah perkelahian di universitas tersebut.
"Sudah tenang saja, aku yang akan membela kalian." ucap Merry sebelum membuka pintu mobilnya.
"Tapi tuan William tidak bisa di bujuk nyonya, beliau pasti akan menghabisi kami." ujar Dalle sang bodyguard, mengingat tuannya itu tak pernah mengampuni sebuah kesalahan sekecil apapun.
"Sudah nggak apa-apa, itu urusanku." Merry meyakinkan.
"Tapi nyonya, saya tidak yakin jika tuan akan tetap mengampuni kami." ucap Dallas, bodyguard satunya nampak tak percaya dengan ucapan nyonyanya tersebut.
"Ish kalian ini, jangan panggil saya nyonya di Mansion ini jika tak bisa membuat tuanmu mengampuni kalian." gerutu Merry, kemudian ia segera membuka pintu mobilnya.
Saat Merry melangkahkan kakinya masuk ke dalam Mansion tersebut, Dalle dan Dallas nampak saling berpandangan kemudian segera mengikuti langkah nyonya mudanya itu.
Merry langsung tersenyum nyengir saat melihat William duduk di sofa ruang utama, pria itu nampak menatap datar istrinya tersebut.
"Kamu kok sudah pulang ?" tanya Merry berbasa-basi.
"Duduk !!" perintah William kemudian dengan nada dingin.
Melihat aura suaminya yang mendung, Merry langsung melangkah mendekati pria itu dan tanpa William duga istri kecilnya itu langsung duduk di pangkuannya.
Merry nampak melingkarkan tangannya di leher William, lalu gadis itu mengedipkan sebelah matanya pada kedua bodyguardnya yang mengikutinya tadi.
"Pergilah kalian !!" perintah William yang langsung membuat Dalle dan Dallas bernafas lega, karena biasanya tuannya takkan banyak bicara dan langsung menghabisi siapapun yang telah melakukan kesalahan.
Kedua pria tersebut langsung meninggalkan ruang utama tersebut dan berharap semoga nyonyanya berhasil membujuk tuannya itu.
"Maaf aku terlambat pulang." ucap Merry dengan nada manja seraya mengusap lembut tengkuk pria itu yang langsung membuat William menghela napasnya karena sesuatu yang ada pada dirinya mulai bangun karena perilaku gadis di pangkuannya tersebut.
"Tolong jangan hukum bodyguardku karena aku yang bersalah." imbuh Merry memohon dengan menatap lekat suaminya itu.
Melihat istrinya bak kucing yang minta di kasihani membuat amarah William perlahan mereda.
"Mereka pantas di hukum karena tidak menjagamu dengan benar, honey." ucapnya kemudian, namun itu justru membuat Merry langsung beranjak dari pangkuan pria itu.
"Kamu lihat, aku baik-baik saja." ucap Merry memperlihatkan keadaannya.
"Bahkan tanpa bantuan pengawalmu pun aku bisa menghajar Lucy seorang sendiri." imbuh Merry yang nampak membanggakan perbuatannya di kampusnya tadi.
Bahkan gadis itu mempraktekkan bagaimana telah menghajar teman kuliahnya di kampusnya tadi.
"Mampus." ucapnya saat mempraktekkan tendangan terakhirnya yang menandakan lawannya telah tumbang dan sontak membuat William melebarkan matanya.
"Jadi kamu telah mematakan tulang temanmu itu ?" tanyanya dengan memicing.
"Hampir, tapi keburu Dalle dan Dallas masuk dan menghentikan ku." Merry berbicara dengan nada kesal, gadis itu seakan menyesal karena tak berhasil mematahkan tulang temannya tersebut.
"Jangan lakukan itu lagi atau tidak, kamu tidak usah kuliah lagi." tegas William kemudian.
"Jadi kamu menyalahkan ku ?" Merry langsung bersungut-sungut.
"Tentu saja, kamu itu seorang gadis jadi berperilakulah sebagai seorang gadis pada umumnya." tegas William.
"Tapi dia menghinaku." teriak Merry membela diri.
William nampak menghela napas panjangnya. "Masuk kamarmu sekarang juga !!" perintah William kemudian.
"Jadi kamu membela Lucy? jangan-jangan Lucy adalah orang suruhanmu untuk membuatku tidak betah di kampuskan ?" tuduh Merry.
"Saya bilang masuk kamarmu !!" William menaikkan satu oktaf suaranya.
"Aku tidak mau, sebelum kamu berjanji tidak akan menghukum Dalle dan Dallas." tolak Merry, mengingat nasib kedua bodyguardnya ada di tangannya.
"Masuk !!" tegas William.
"Jika kamu menghukum mereka aku tidak akan pernah memaafkan mu, dasar pria tak berperasaan." Merry bersungut-sungut, kemudian menghentakkan kakinya menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Hingga malam hari Merry enggan keluar kamarnya, ia juga tak melihat suaminya itu hingga keesokan harinya.
"Selamat pagi, nyonya." sapa Hanna saat Merry baru membuka matanya.
"Aku terlambat kuliah." Merry segera beranjak dari tidurnya.
"Tidak nyonya, ini masih sangat pagi." ujar Hanna seraya mengulas senyumnya.
"Syukurlah." Merry terlihat lega, karena biasanya ia selalu bangun kesiangan itupun juga karena ulah William yang selalu membuatnya kecapekan di malam hari.
Ngomong-ngomong di mana pria itu karena semenjak pertemuannya kemarin siang Merry tak melihatnya lagi.
Tak ingin berpikir lebih jauh, Merry segera beranjak dari ranjangnya kemudian berlalu ke kamar mandi.
Beberapa saat kemudian Merry sudah terlihat rapi dengan celana jeans serta hoodienya dan kini gadis itu sedang menyantap sarapannya.
Lagi-lagi Merry tak melihat keberadaan William di meja makan padahal biasanya pria itu setiap pagi selalu berada di sana dengan surat kabar di tangannya.
Entah di mana pria itu berada atau mungkin sedang bermalam di rumah Natalie.
Memikirkan hal itu mood Merry tiba-tiba memburuk, jika mereka memang saling mencintai kenapa tidak menikah saja pikirnya.
"Nyonya, anda sudah siap." tiba-tiba Dallas dan Dalle menyapa Merry dan tentu saja Merry langsung terkejut.
"Kalian baik-baik saja ?" tanyanya seraya beranjak dari duduknya lalu menelisik kedua bodyguardnya tersebut.
"Kami baik-baik saja nyonya, terima kasih nyonya sudah membela kami." Dalle nampak bersyukur, kalau tidak mungkin nyawanya sudah melayang.
"Tidak masalah." sahut Merry dengan mengulas senyum tipisnya, setelah itu gadis itu beranjak dari duduknya lalu segera berangkat ke kampusnya.
Sesampainya di kampusnya Merry nampak melihat pemandangan tak biasa, entah kenapa beberapa mahasiswa yang berpapasan dengannya terlihat mengulas senyum padanya.
Kemudian saat baru masuk ke dalam kelasnya ia langsung di sambut oleh teman-temannya.
"Mer, kemarin kamu hebat sekali." puji Sarah.
"Oh ya apa kalian sudah mendengar kabar terbaru? jika Lucy telah di keluarkan dari universitas ini." ucap yang lain menimpali yang langsung membuat Merry terkejut.
"Ba-bagaimana bisa ?" ucap Merry tak percaya, apa ini semua perbuatan suaminya?
"Dan terima kasih karena kamu sudah membayar makan siang kami selama satu bulan di semua cafetaria yang ada di kampus ini." timpal Jason yang baru masuk ke dalam kelasnya.
Merry semakin terkejut dan ia pastikan itu semua pasti ulah William, siapa lagi yang bisa melakukan hal itu jika bukan pria itu.
Mengingat universitasnya sangat terpandang dan yang kuliah di sana pun bukan orang sembarangan.
Memikirkan hal itu sudut hati Merry tiba-tiba membuncah, ternyata dugaannya salah karena William benar-benar peduli padanya.
Siang harinya, setelah jam kuliah usai Merry segera pulang. Gadis itu ingin berterima kasih pada William karena dirinya kemarin telah menuduh pria itu yang tidak-tidak.
Saat melihat mobil William sedang terparkir di halaman mansionnya, tanpa sadar Merry nampak mengulas senyumnya.
"Selamat siang, nyonya." sapa James saat Merry hendak masuk ke dalam Mansionnya.
Merry memandang tak ramah James, karena setiap melihat pria itu selalu mengingatkannya pada kedua orangtuanya.
"Di mana, tuanmu ?" tanya Merry dengan nada dingin.
"Di ruang kerjanya, nyonya." sahut James.
Merry bergegas melangkahkan kakinya menuju ruang kerja William yang berada di sudut lorong, namun James langsung mengejarnya.
"Nyonya, anda di larang masuk." cegah James.
"Memang kenapa aku tidak boleh masuk ?" Merry langsung bersungut-sungut.
"Tuan melarang semua orang untuk masuk termasuk anda nyonya." sahut James.
"Aku tidak peduli." Merry terus saja melangkahkan kakinya dan James langsung mengejarnya lagi.
Saat berada di depan pintu ruang kerja William, tiba-tiba Merry mendengar samar-samar suara rintihan seorang wanita.
"Nyonya, tolong menjauhlah dari tempat ini." perintah James kemudian.
Merry nampak menajamkan pendengarannya dan yang ia dengar bukan suara rintihan melainkan sebuah suara kesakitan seorang wanita yang sedang di siksa.
"James, apa yang sedang di lakukan William di dalam sana ?" Merry terlihat panik lalu menggedor pintu tersebut dengan sekuat tenaganya.
NB : guys jika suka dengan cerita ini tolong bantu rate bintang 5 ya karena kemarin rate nya turun 4,7 🤭🤭 terima kasih 🙏🙏
ada harga ada barang😌
hal" sekecil ini bisa.menjadi paling jelek, untuk dibaa..jadi tolong buat penulisnya lebih kosnsisten untuk setiap hubungan yg dibentuk disini seperti sebelumnya pd natalie..yg jelas" tdk ada hubunga dengan willia. tapi selaku menuliskan kata kekasih..haduhh.
gak masuk akal