Cinta pertama, sesuatu yang menurut orang tak bisa dilupakan dengan mudah, mungkin itu juga yang terjadi pada Alya.
-Kamu cinta pertamaku, ku harap aku dan kamu akan selalu menjadi KITA-
Alya khumaira.
Namun bagaimana jika Alya tau bahwa dirinya hanya menjadi bahan taruhan saja? Mampukah Alya melupakan segalanya?
Dan bagaimana jika suatu hari di masa depan ia bertemu kembali dengan cinta pertamanya?
Mampukah dia menghadapi Cinta sekaligus Kesakitannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sweet Seventeen dan Cinta Monyet
Tiba dirumah Alya di sambut dengan teriakan kakak nya Alisha yang membunyikan terompet tepat di telinganya, Alya bahkan merasakan telinganya berdengung karena suara terompet itu.
"Selamat tambah gede..Adek ku sayang!" teriaknya lagi.. sumpah demi apapun, itu terompet tahun baru yang besar dan ditiup tepat di telinga Alya, Astaga..kakak nya sengaja, apa tidak ada yang lebih besar lagi?!?
Alya masih merasa telinganya masih berdengung dalam beberapa menit, bahkan saat Ibu membawa kue cake taburan keju kesukaan nya.
Seperti biasa Ibu memberikan doa lalu setelahnya memeluk anak bungsunya itu, disusul dengan Ayah yang ternyata ada dirumah "Ayah sengaja cuti buat ulang tahun kamu"
Alya terharu, Ayah yang selalu sibuk dengan shift kerja nya, namun meluangkan waktu untuk ulang tahun Alya, biasanya agar Ayah bisa hadir mereka menunggu Ayah pulang baru merayakan bersama.
Alya tahu Ayah dan Ibu begitu keras bekerja untuk masa depannya, agar Alya bisa berkuliah di tempat bagus nanti, dan menggantikan mimpi mereka yang tak pernah mencapai bangku kuliah, setelah berhasil dengan si sulung Alisha yang juga mempunyai gelar sarjana, mereka kini menaruh harapan Alya bisa seperti Alisha kelak dan menjadi kebanggaan mereka. Dan Alya berjanji akan meneruskan mimpi mereka.
"Mumpung Ayah masih bisa kerja, ya Ayah kerja.. biar nanti di masa tua Ayah bisa duduk dengan tenang" itu ucapan Ayah saat mereka meminta untuk cuti, agar Ayah bisa istirahat, dan kini Ayah meluangkan waktu untuknya.
Alya melihat Ayahnya yang semakin menua, di tahu tak selamanya dia bergantung pada Ayah, bekerja di tempat orang bisa diberhentikan kapan saja mengingat usia Ayah juga sudah tak muda lagi, maka itu mereka menaruh harapan pada kios mereka jika kelak Ayah sudah berhenti bekerja.
"Aku gak tahu kalian inget, tadi pagi aku gak liat ibu sibuk bikin nasi kuning" Alya menyeka air matanya, sekarang mereka sedang berada di meja makan, di sana ada nasi kuning kerucut dengan lauk yang lengkap.
"Mbak mu yang bilang untuk ketering saja, katanya takut Ibu capek, ya udah ibu cuma bikin kue nya aja"
"Ya, bener itu.. belum lagi Ibu harus ke kios" timpal Alisha "Makasih dong sama Mbak, ini semua Mbak yang beliin, yah meskipun duitnya dari Bang Ilham sih" Alisha cekikikan.
"Makasih Mbak ku yang cantik, makasih juga buat Bang Ilham.." Alya memeluk Alisha.
"Iya nanti di sampe in, Nah udah kan sekarang kita makan" Alisha menyerahkan piring dan sendok pada Alya "Silahkan potong nasi kuningnyaaa"
Setelah makan bersama selesai, Alya pergi ke kamar untuk berganti pakaian lalu Alya kembali keruang keluarga untuk berkumpul dengan Ayah, Ibu juga Kakaknya.
"Mbak mau pidah?" saat keluar kamar Alya mendengar sekilas jika Kakaknya akan pindah.
"Iya Dek, Bang Ilham dapat kenaikan jabatan tapi harus terima di pindahin ke kantor cabang di kota M, masa Mbak gak ikut"
"Jauh dong..kalo kangen gimana?" Alisha tertawa "Jaman sekarang udah canggih Dek ada hape , bisa Vidio call, atau telpon, lagian kita juga pasti pulang kalo ada libur panjang, belum lagi mertua Mbak juga di sini, masa iya Bang Ilham juga gak ngajak pulang."
Kami semua diam, tak ada yang bisa protes, lagi pula benar kata kakaknya mereka masih bisa berhubungan,meski lewat handphone.
Ayah juga diam meski wajahnya berubah sedikit murung mungkin karena akan jauh dari putrinya, hatinya sedikit tak rela, tapi mau bagaimana lagi Alisha sudah menikah dan punya tanggung jawab sendiri.
Alisha berjanji selama satu minggu akan menginap sebelum mereka pergi, begitupun di rumah mertuanya.
Saat semua asik mengobrol suara salam mengalun dari luar pintu, setelah itu muncul lah Junaidi dengan kotak kado di tangannya "Eh, Jun sini!.. kamu telat kita baru selesai makan" Ibu melambaikan tangannya dan Junaidi pun masuk sambil senyum malu malu, lalu menyalami Ayah dan Ibu.
"Ini kado buat Lo Al" Junaidi memberikan kotak kado yang dibalut pita pada Alya.
"Kok, ngerepotin sih Jun, makasih ya" Meski Alya rasa ada yang aneh dengan Junaidi, yang tiba- tiba, senyum-senyum sok manis kearahnya tapi dia abaikan saja.
"Ciee Jun kadonya pake pita itu.." Alisha menggoda Junaidi yang menjadi semakin tersipu.
"Spesial kak, kan sweet 17.." Junaidi menggaruk tengkuknya.
"Halah malu-malu lagi" Alisha menyenggol bahu Junaidi.
"Al, ajak Junaidi makan sana! nasi kuning nya masih ada kan"
"Ada Bu, ayok Jun." ajaknya, Sebenarnya Junaidi tak ingin makan, tapi dia perlu bicara dengan Alya, jadi Junaidi mengikuti Alya kearah dapur.
Alya membuka tudung nasi, dan meletakan piring dan sendok di depan Junaidi "Ayok Jun, makan.."
Junaidi berdehem dan mengabaikan piringnya "Ehm Al, Gue mau ngomong"
"Ya ngomong, ngomong aja Jun, biasanya juga langsung nyeplos" Junaidi meringis malu dia memang selalu menjahili Alya dan berkata seenaknya, tapi itu sebenarnya untuk menyembunyikan perasaannya dia menyukai Alya sejak SMP, tapi dia malu dan juga dia pernah dengar Ibu, bicara dengan Alya supaya jangan pacar-pacaran.
Jadi Jun diam, dia fikir itu cinta monyet yang akan hilang dengan berjalannya waktu, tapi ternyata semakin hari semakin tumbuh, dan melihat Alya yang setiap hari di antar jemput oleh Faris membuatnya cemburu.
Alya mencomot kue keju yang sudah di potong, lalu menyuapkannya. Namun saat suapan pertama masuk ke mulut, Alya langsung tersedak, bukan karena kue nya keras dan tak bisa di telan, sungguh kue buatan Ibu yang paling enak, tapi Alya tersedak karena ucapan Junaidi...
"Gue suka sama Lo Al.."
"Pacaran yuk.."
.
.
.
🌹🌹🌹🌹🌹