Kerap kali persahabatkan akan menumbuhkan ras cinta, terlebih jika persahabatan antara laki - laki dan perempuan.
Seperti yang aku alami, aku dan Arjuna sudah bersahabat sejak lama tepatnya sejak SMP. Usiaku memang lebih muda dua tahun darinya. Tapi karena keenceran otakku aku bisa tinggat dengannya.
Dan ini kisahku dengan sahabatku Arjuna, yang terpaksa menikah karena suatu alasan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon putri sulis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seriuslah, Jun!
" Kenapa gak pulang ?" tanyaku sambil meletakkan segelas air putih di dekatnya. Lalu duduk menikmati mie yang baru matang itu.
" Kenapa gak mau aku disini?" tanyanya balik lalu meminum air itu hingga setengahnya.
Aku diam, haah... ditanya malah balik nanya. Malas ribut lagi.
" Jun, sebelum semua semakin jauh. Gimana kalau kita pikirin lagi masalah ini.!" kataku ragu.
" Hanna, kan udah aku bilang. Aku gak bakal lakuin itu.!" jawab Arjuna yang telah selesai makan.
" Bersamamu aku nyaman dan bikin aku ketergantungan." sambungnya menatapku dalam.
" Emangnya aku narkoba, Jun?" tanyaku.
Nggak ada istilah lain apa? Nggak ada manis - manisnya, romantis dikit kek. Bilang karena sayang kek, atau cinta gitu.
Arjuna mengekeh, " kayak waktu itu pas kamu pulang duluan dari rumah Oma, aku merasa ada yang kurang, kayak ada yang hilang gitu."
Aku tersenyum, " aku gak akan ngilang kok, Jun. Walaupun kemaren kita pisah juga, bukannya kita tetap sahabatkan.?"
" Nggak usah bahas - bahas pisah lagi, bisa gak.? Aku gak suka." Arjuna berucap penuh penekanan.
Aku mengangguk, " boleh tanya sesuatu, gak?"
" Hhhmmm, apa?"
" Lisa." kataku menggantung.
Hening sesaat, Arjuna menoleh padaku.
" Ck, masalah itu gak ada habis - habisnya. Nggak ada hubungan apa pun sayang, hanya sebatas atasan dan sekretarisnya.!"
" Iya, sekarang belum. Nanti - nanti mana ada yang tahu.? Perfect gitu siLisanya.!"
" Biarpun dia mau, aku nggak akan mau.!"
" Seenggaknya halangin Jun. Jaga jarak aman.!" kataku sambil menyilangkan tangan didepan dada.
" Iya, wet.!"
" Cerewet juga, sekarang kamu dah mulai cinta kan?" godaku sambil menaik turunkan alis.
" Dah, cepet cuci piringnya.! Aku tungguin dikamar. !" Arjuna mengerling nakal.
" Eh? A_ apa Jun?" aku terbelalak.
Arjuna tertawa pelan, sebelum meninggalkan ku sendiri didapur. Apa susahnya jawab ' IYA ' kan? Dasar laki - laki tahunya cuma urusan kamar aja. Aku menggerutu kesal.
Aku tengah sibuk mencuci piring di wastafel dapur, sambil bersenandung kecil menghalau rasa kesal pada suamiku itu.
Deg,
aku terkesiap saat sepasang tangan kokoh melingkari perutku. Aroma maskulin yang tercium pun sudah sangat aku kenal. Aku menoleh saat Arjuna menyandarkan dagunya di pundak kiriku.
" Lama banget, nyuci piringnya. Ditungguin juga.!" lirihnya menghembuskan nafas di leherku. Membuatku bergidik geli karenanya.
Aku mengerutkan kening, " siapa juga yang suruh ningguin.?"
Aku berbalik saat telah selesai dan mengelap tangan dengan apron yang masih ku kenakan itu. Aku terbelalak melihat Arjuna bertelanjang dada, yang dari tadi masih setia nemplok memeluk ku.
Ku telan salivaku susah payah.
" A_ ada apa Jun?" tanyaku terbata sambil melepas apron itu. Eh, dianya malah tersenyum penuh arti.
Ku alihkan pandanganku kesegala arah. Menghindari tatapan yang tajam itu.
" Masih, ingat lima anak kan?" lirihnya sambil mengangkat daguku agar menatap wajahnya juga, meminta perhatian.
Aku mengerjabkan mata beberapa kali. " Dasar modus.!" celetukku. Sementara dia hanya tertawa.
" Yaa, gimana? Bisa banget sih kamu ngekodeinnya.!" ucapnya santai sambil menyelipkan anak rambut kebelakang telingaku.
Aku mengerutkan kening, tak mengerti.
" Seriuslah, Jun.! Gak usah aneh - aneh kaya gini bukan kamu banget tau gak?"
Arjuna menghela nafas kasar, ada sedikit kecewa dari raut wajah tampannya.
" Ini juga serius, Farhana. Masa kamu gak faham?"
Aku mencoba menahan senyumku, walau sebenarnya aku tahu, dia tengah menginginkan ku.
" Memang, dah beneran yakin mau hidup sama aku sampai punya lima anak.?" tanyaku menggoda.
" Liat aja nanti, yang pasti aku benar - benar kecanduan sama kamu. Kamu yang udah bikin aku ketergantungan gini. So, kamu harus bertanggung jawab.!" Katanya sambil mengangkatku.
Refleks, aku mengalungkan tanganku kelehernya.
" Apa kamu mencintaiku, Jun?" tanyaku saat Arjuna membaringkanku ditempat tidur.
Arjuna tersenyum, menatap wajahku lekat. Sepertinya dia tak berniat menjawab pertanyaanku itu.
" Sudahlah, biarkan aku menikmati dulu, apa yang ada didepanku saat ini!" jawabnya dan langsung menc**m bibirku dalam.
" Mungkinkah kamu memang belum mencintaiku, Jun? Sampai kapan kamu akan menutup hatimu.? Aku istrimu, Arjuna. Selain ragamu ini, aku juga berhak mendapatkan hati dan cintamu." Batinku.
Aku memejamkan mata menikmati setiap sentuhan darinya. Diri ini memang miliknya, begitu pun cinta dan hatiku telah menjadi miliknya seutuhnya.
Aku mencintaimu, Arjuna. Sangat mencintaimu.! desahku saat kami tengah bersama memainkan melodi cinta terindah.
Jujur aku masih ragu akan kesungguhannya. Ada ketakutan tersendiri dihati. Tapi, entah mengapa saat ini aku ingin menikmati semua tanpa harus memikirkan segala hal yang akan terjadi nanti. Termasuk jika suatu saat Dafina akan muncul kembali.
***
Pagi menjelang, sebelum adzan subuh berkumandang aku telah mensucikan diri dengan mandi besar karena aktifitas semalam.
" Arjuna, " panggilku mengoyang lengan kirinya.
" Hemmm.!" gumamnya masih enggan membuka mata.
" Bangun udah adzan subuh! Buruan mandi, nanti keburu waktu subuhnya habis." kataku membangunkan Arjuna yang masih terlelap dibalik selimut.
Dengan malas dan mata yang belum terbuka sepenuhnya, Arjuna bangun lalu duduk menoleh padaku.
" Ambilin handuk, Han!" serunya.
" Handuknya udah aku siapin dikamar mandi." jawabku enteng. Sambil memunguti pakaian Arjuna yang berserakan dilantai sejak semalam.
" Oo.." kata Arjuna menyibak selimutnya.
" Aaa, Astaqfirullah Juna!" pekikku sambil menutup wajahku dengan kedua tangan.
" Ini pakai celananya,!" seruku sambil berbalik.
Sedang Arjuna tertawa melihat tingkahku, sambil meraih celana pendek yang aku sodorkan.
" Ngapain malu sih, Han! Orang kamu juga udah liat beberapa kali."
Aku menggerutu kesal, dasar omes banget emang.
" Semalam juga kamu dah pegang kan!" godanya tepat disamping wajahku.
Aku membulatkan bola mataku, pipi rasanya sudah memanas. Pasti udah merah karena malu, mengingatnya.
" Arjuna, !" pekikku saat dia lagi - lagi berbuat aneh dengan mencium pipi kiriku lalu berlari keluar kamar.
Haaa, sungguh memalukan. Kenapa pake diingatkan coba.? Ingin rasanya menenggelankan diri didasar bumi. Terlalu malu jika harus bertemu dengannya lagi. Terlebih jika dia kembali menggodaku lagi.
Meski malu, namun harus ku akui hari rassnya begitu hangat. Kasmaran mungkin itulah yang kini aku tengah rasakan. Jatuh cinta dengan cara halal, sungguh sangat indah. Terlebih jika dia juga merasakan hal yang sama, pasti aku adalah wanita paling bahagia didunia ini.
Terima kasih sudah mampir.
Semoga suka.
Sehat selalu semua.