Rate 21+
Nashira membuka mata, ia begitu terkejut melihat tubuhnya yang polos tanpa terutup benang sehelai pun. Ia menganggap kalau semalam ia telah memanggil seorang gigolo dan menemaninya tidur. Nashira pun meninggalkan beberapa uang di atas meja untuk lelaki itu. Lalu ia kabur.
Takdir kembali mempertemukan mereka berdua, akan tetapi Nashira tidak mengingat lelaki itu. Nashira yang terlilit hutang besar akhirnya dibantu oleh lalaki asing itu dengan imbalan mau menjadi pengantinnya.
“Aku akan membantumu, tapi kau harus mengabulkan tiga permintaan untukku,” ucap seorang lelaki bernama Akash Orion Atkinson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delia Septiani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesona Ketampanan Akash
“Akash, apa tidak sebaiknya aku pergi dari sini saja? Aku merasa tidak enak hati, aku menumpang tidur dan makan di rumah ini. Tanpa tahu siapa pemilik dari rumah ini,” ucap Shira begitu mereka sampai di halaman rumah.
“Sudah! Tenang saja, aku yang bertanggung jawab atas semuanya, termasuk denganmu,” jawab Akash berjalan terlebih dahulu.
“T-tapi Akash.” Shira mencoba mengejar langkah kaki Akash yang begitu cepat.
“Akash.” Shira berhasil menahan langkah Akash, kini tangan Shira menggenggam lengan Akash.
“A-aku tidak enak dengan pelayan yang lainnya, mereka bekerja dari kemarin sementara aku tidak.”
Akash berdecak, ingin rasanya ia meneriaki wanita itu dan mengatakan kalau dirinya lah yang memiliki rumah ini, dirinya lah Tuan rumah sebenarnya. Tapi, untuk sementara Akash harus menahan semua itu, ia ingin Shira tahu sendiri, bukan karena ia yang mengatakannya.
“Ya sudah, kalau begitu setelah ini kau masuk ke kamarmu, lalu bereskan halaman belakang dan masak!”
Shira mengkerutkan dahinya. “Loh, kok jadi kamu yang nyuruh-nyuruh sih!”
Akash semakin bingung akan mau dari wanita yang di sampingnya ini. “Ya terus kau ingin apa?! Lakukan saja lah seusai keinginanmu!”
“Loh, Akash! Kok kamu gitu sih!” teriak Shira saat Akash masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Shira sendiri di teras.
“Ish! Menyebalkan! Malah dia yang nyuruh-nyuruh aku, dasar sopir sombong!” umpat Shira dengan kesal, sambil melangkah kasar memasuki rumah.
***
Mentari sudah muncul menyinari bumi dari ufuk Timur. Keadaan kastil pagi ini cukup sepi, karena semalam Sang Tuan Muda pemilik kastil meliburkan seluruh pekerjanya secara serentak selama satu hari.
Shira dibuat ketar-ketir, karena pagi ini kedaan dapur sangat berantakan. Ia bangun dari jam 6 pagi hingga sekarang sudah jam delapan, tetapi pekerjaan di dapur masih juga belum selesai.
Ia membersihkan banyak piring kotor, yang entah bekas apa dan bekas siapa. Yang pasti, keadaan rumah yang kotor seperti ini tidak mungkin ia membiarkannya begitu saja. Lagi pula, selama ia tinggal di kastil ini, baru kali ini dirinya merasakan kerja yang sesungguhnya, kerja yang menguras tenaganya.
Akash menyender di dekat pintu masuk ke dapur, netranya fokus memandang Shira yang saat ini tengah fokus memotong sayuran untuk dimasaknya.
“Perlu bantuanku?” tanya Akash, berjalan mendekati.
Shira sejenak menoleh, “tidak perlu, terima kasih. Aku bisa sendiri kok,” jawabnya.
“Serius?” Kini ia sudah bersender di meja buffet, lebih tempatnya di samping Shira.
Akash melahap buah apel yang baru saja di ambilnya dari kerjanjang buah di atas meja. Lalu setelah ia menggigitnya, ia menyodorkannya ke arah mulut Shira.
Shira yang sangat lapar, secara tidak sadar ia pun menggigit apel tersebut, tepat di dekat bekas gigitan Akash.
Akash cukup terkejut, ia menjauhkan apel itu dari mulut Shira, masih dengan tatapannya yang membulat tidak percaya.
Shira menelannya, lalu ia pun menoleh ke arah Akash, dan bertanya “kenapa?” Menampilkan mimik wajah yang bingung.
“Kau tanya kenapa?” Akash menunjukan apel bekas gigitan Shira.
"Astaga!" Shira terkejut dan secara tidak sengaja ia menjatuhkan pisau yang ada di tangannya.
“Awh,” pekik Shira, sesaat setelah pisau itu mendarat di kakinya, dan melukai ibu jarinya.
Akash langsung berjongkok dan melihat luka di kaki Shira.
“Ya ampun, Nasi! Kenapa kau ceroboh sekali sih!” Akash tampak panik, lalu tanpa segan ia langsung menggendong Shira ke dalam pangkuannya, membawanya ke ruang tengah untuk di obati.
Shira memberontak, tapi Akash tidak memedulikannya. Kini Akash mendudukan tubuh Shira di atas sofa empuk yang ada di ruang tengah.
“Ya ampun Akash, apa yang kamu lakukan padaku! Kakiku hanya berdarah sedikit ... bukan lumpuh! Kamu tidak perlu menggendongku seperti tadi,” ucap Shira tidak enak.
“Kamu terluka karena terkejut olehku, jadi aku harus bertanggung jawab padamu!” jawabnya. Lalu Akash pun berteriak, memanggil penjaga yang berdiri di dekat tangga, memintanya untuk mengambilkan kotak P3K.
Bapak penjaga itu datang membawakan kotak P3K, dan memberikannya kepada Akash. Akash langsung meraihnya dan mempersilakan Bapak Penjaga itu untuk kembali ke tempatnya.
Shira cukup terperangah dan kagum pada Akash. Ternyata, meski Akash adalah seorang yang cuek dan dingin, tapi ternyata rasa peduli dan tanggung jawabnya sangatlah besar. Kedua netra Shira kini terfokus pada Akash yang tengah berjongkok, menopang kaki Shira di atas lututnya.
Tampak kehati-hatian yang Akash lakukan untuk mengobati sedikit luka sobek di ibu jari kaki Shira yang berdarah.
Akash sesekali melirik ke wajah Shira. Shira sepertinya benar-benar tidak sadar, memperhatikan Akash dengan sebegitunya.
Satu kali, dua kali, sampai tiga kali Akash meliriknya, Shira masih menatapnya dengan sama.
“Aku memang tampan, kalau kau jatuh cinta padaku, bilang saja,” ucap Akash, menyadarkan lamunan Shira.
Wanita itu terperanjat malu, dan dengan reflek ia menggeser kakinya yang tengah di obati.
“Aww.” Shira meringis kesakitan, saat ujung botol betadine terkena pada lukanya.
“Makanya, jangan melamun. Fokus saja sama lukamu, bukan wajahku,” ucap Akash tersenyum simpul, menahan tawa yang ingin sekali ia gelakan saat itu juga.
Shira mencebikan bibirnya. “Siapa juga yang fokus dengan wajahmu!” kilahnya merasa gengsi saat ketahuan oleh Akash.
“Tidak usah berkilah!”
“Tidak! Aku tidak berkilah, aku memang tidak fokus pada wajahmu, a-aku ....” Shira mengedarkan padangannya untuk mencari alasan. “A-aku fokus pada tahi lalat di lehermu!” ucap Shira, sebagai alasan.
Bukannya berhasil, Shira malah dibuat kalah oleh Akash. “Kenapa fokus pada leherku? Apa kau menginginkannya lagi?” tanya Akash penuh maksud, seraya mendekatkan wajahnya pada Shira.
Membuat Shira menahan nafas, degup jantungnya berdebar tidak teratur. Pipinya sudah bersemu merah menahan malu. Ingatan antara dirinya dengan Akash kembali terbayang di benaknya bagai putaran film.
Ia benar-benar tidak tahan, ia kehabisan oksigen. Dirinya harus segera melarikan diri dari situasi ini.
“Jackson.” Shira berucap melihat ke arah belakang Akash, seolah terkejut melihat kedatangan Jackson. Akash terkejut mendengar nama tersebut, dan langsung menoleh ke belakang menjauhkan dirinya dari Shira.
Akan tetapi, bukannya Jackson yang datang, melainkan Edwin—sekretarisnya yang datang.
“Dasar bodoh! Dia bukan Jackson, tapi Edwin!” ucap Akash, lalu menoleh dan sudah tidak mendapati Shira di belakangnya. Ternyata gadis itu tengah berlari pincang ke kamarnya.
“Dasar, dia memang gadis penggoda!” gumamnya tersenyum miring melihat Shira yang kesakitan tengah berlari, kabur menghindarinya.
Akash pun menghampiri Edwin, dan bertanya akan maksud dan tujuan dia, yang tiba-tiba datang ke kediamannya.
“Tuan, gawat, Tuan ....”
Bersambung....
Hayoooo masih mau lanjut gak nih?
Kemarin di challange buat dapatin 45 like tapi gak nyampe, jadinya gak jadi author up malam tadi. Pagi ini author tantang kalian lagi, kalau likenya tembus di angka 50, author bakalan kasih 2 bab tambahan buat nanti malam.
Yuk ramai-ramai tekan tombol likenya. Terima kasih.
krn ssuatu hal jd bakker tk bs menceraiknny,nampak bakker tw lw istri kedua ny jahat