NovelToon NovelToon
Di Nikahi Duda Anak 1

Di Nikahi Duda Anak 1

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pengasuh
Popularitas:7.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Sabrina Rasmah

Kirana Larasati, gadis yang baru saja lulus SMA, harus menghadapi kenyataan pahit. Adiknya menderita sakit kanker, namun masalah ekonomi membuat adiknya terpaksa dirawat di rumah sendiri. Kirana ingin bekerja dan membantu orang tuanya. Suatu hari, tetangganya bernama Lilis menawarkannya pekerjaan sebagai pengasuh anak.
Kirana bertemu dengan Bastian Rajendra, seorang duda yang memiliki satu anak perempuan bernama Freya Launa.
Awalnya, Kirana hanya berniat bekerja untuk mendapatkan uang demi pengobatan adiknya. Namun, kedekatan Kirana dengan Freya, serta tanggung jawabnya yang besar, membuat Bastian mengambil keputusan tak terduga. Bastian menawarkan sebuah pernikahan kontrak dengan janji akan menanggung seluruh biaya pengobatan adiknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

daster keramat

Setelah matahari semakin tinggi, Bapak akhirnya menepuk bahu Bastian dengan mantap—sebuah tanda bahwa ujian pertama telah lulus. Meski pinggangnya terasa hampir patah dan tangannya mulai lecet, Bastian berhasil bertahan hingga tengah hari. Setelah berpamitan dan menjanjikan jadwal pernikahan yang cepat, mereka pun segera bertolak kembali ke kota.

Di dalam mobil, keheningan menyelimuti kabin yang dingin. Kirana yang kelelahan karena emosi yang naik-turun sejak kemarin akhirnya tak kuasa menahan kantuk. Kepalanya terkantuk-kantuk ke jendela sebelum akhirnya merosot ke arah bahu Bastian. Bastian sempat melirik, lalu dengan gerakan lembut yang tak pernah ia tunjukkan pada siapa pun, ia membetulkan posisi kepala Kirana agar bersandar nyaman di bahunya.

Tiga jam kemudian, SUV mewah itu berhenti di depan lobi rumah besar Bastian. Mbak Lilis sudah menunggu di depan pintu, siap menyambut. Bastian mematikan mesin, namun ia tidak segera membangunkan Kirana. Ia menatap wajah polos itu sejenak—wajah yang dalam tidurnya tidak cerewet dan tidak memanggilnya "Mas Kelinci".

Bastian keluar dari mobil, lalu memutar ke pintu penumpang. Ia menyelipkan lengannya di bawah lutut dan punggung Kirana, mengangkat tubuh mungil itu dengan sangat hati-hati agar tidak terbangun.

Mbak Lilis terbelalak kaget melihat majikannya yang biasanya sangat menjaga jarak kini sedang menggendong sang pengasuh dengan gaya bridal style. Ia segera berlari mendekat.

"Ya ampun, Tuan! Kirana pingsan?" tanya Mbak Lilis panik dengan suara berbisik.

"Tidak, dia hanya tidur seperti kerbau," jawab Bastian datar, meski sorot matanya tetap lembut.

Lilis mengangguk paham dan segera membukakan pintu lebar-lebar. "Mau ditaruh di mana, Tuan? Ke kamar saya di belakang atau di kamar Non Freya?"

Bastian terdiam sejenak di depan tangga. Ia menatap Kirana yang merigkuk di pelukannya, lalu teringat ucapan ibunya dan niatnya untuk benar-benar menjadikan gadis ini istrinya.

"Kamar Freya saja," putus Bastian singkat. "Mulai sekarang, biarkan dia terbiasa di sana. Lagipula, Freya pasti senang kalau bangun tidur sudah ada 'ibunya' di sampingnya."

Bastian melangkah menaiki tangga dengan langkah stabil. Saat meletakkan Kirana di atas tempat tidur empuk di samping Freya yang juga sudah terlelap, Kirana sempat bergumam tidak jelas, "Mas... jangan buang dasterku..."

Bastian yang hendak berbalik justru tertegun. Ia menyelimuti Kirana hingga sebatas dada, lalu bergumam sangat pelan, "Tidur yang nyenyak, Kirana. Besok hidupmu akan benar-benar berubah."

Ia keluar dari kamar dengan senyum tipis yang sulit diartikan, sementara Mbak Lilis yang mengintip dari balik pintu hanya bisa senyum-senyum sendiri. "Fix, ini mah Tuan Kelinci sudah kena pelet bidadari desa," batin Mbak Lilis riang.

Keesokan paginya, sinar matahari yang menembus celah gorden kamar Freya langsung menusuk mata Kirana. Ia mengerjap-erjap, mencoba mengumpulkan nyawa yang masih tertinggal di alam mimpi. Namun, saat ia merasakan keempukan kasur yang berbeda dan aroma ruangan yang wangi vanila mahal, Kirana langsung terduduk tegak.

"Anjir! Ngapain gue di sini?!" pekiknya tertahan sambil memegangi kepalanya yang sedikit pening.

Ia melihat sekeliling. Freya masih tertidur pulas di sampingnya, memeluk boneka kelinci. Kirana meraba pakaiannya, untunglah masih baju yang semalam. Ia pun mencoba mengingat-ingat kejadian terakhir.

"Gila! Seingat gue tadi masih di mobil, terus sandaran di bahu si Mas Kelinci itu... trus... kok tiba-tiba udah di kasur? Jangan-jangan gue jalan sambil tidur? Atau..." Mata Kirana melotot. "Nggak mungkin dia gendong gue, kan? Hiiiy, merinding!"

Dengan langkah seribu, Kirana keluar dari kamar Freya dan turun ke lantai bawah. Di meja makan, ia melihat Bastian sudah duduk rapi dengan kemeja kerjanya, sedang menyesap kopi sambil membaca dokumen di tabletnya. Wajahnya terlihat sangat segar, seolah-olah punggungnya tidak habis kena siksa cangkul kemarin.

Kirana mendekat dengan langkah ragu, pipinya masih terasa panas. "Tuan..." panggilnya pelan.

Bastian melirik sedikit dari balik tabletnya. "Sudah bangun, kerbau?"

"Heh! Enak aja dikatain kerbau!" protes Kirana, kembali ke setelan pabriknya yang cerewet. "Tuan... anu... siapa yang mindahin saya ke kamar Freya? Saya nggak mungkin terbang ke sana sendiri kan?"

Bastian meletakkan tabletnya, lalu menatap Kirana dengan tatapan datar namun penuh intimidasi yang aneh. "Menurutmu siapa? Mbak Lilis tidak mungkin kuat mengangkat beban seberat dosa sepertimu."

Kirana terdiam, wajahnya mendadak semerah tomat. "Jadi... Tuan beneran gendong saya? Kenapa nggak dibangunin aja sih! Kan saya malu!"

"Saya sudah mencoba membangunkanmu, tapi kamu justru makin erat memeluk lengan saya sambil meracau soal daster," sahut Bastian santai, meski sebenarnya itu bohong—dia sama sekali tidak mencoba membangunkan Kirana semalam.

"Ih! Boong banget!" Kirana menutupi wajahnya dengan kedua tangan, ingin rasanya tenggelam ke dalam lubang lumpur sawah kemarin saja. "Anjir lah, ngapain juga pake segala ketiduran, pake peluk-peluk lagi! Jatuh harga diri gue di depan si Kelinci ini!" batinnya menjerit.

"Sudah, jangan banyak drama," potong Bastian. "Cepat sarapan. Setelah ini, pengacara saya akan datang. Kita harus menandatangani beberapa dokumen sebelum pendaftaran pernikahan minggu depan. Dan ingat, mulai hari ini, pindahkan barang-barangmu ke kamar atas. Tidak ada lagi calon istri Bastian Rajendra yang tidur di kamar asisten rumah tangga."

Kirana melongo. "Minggu depan?! Cepet banget?! Tuan... eh, Mas, saya belum siap mental!"

"Mentalmu tidak perlu siap, yang penting tanda tanganmu siap," ucap Bastian sambil berdiri, merapikan jasnya. "Oh, satu lagi. Daster robekmu yang ada di jemuran belakang... sudah saya instruksikan Lilis untuk dijadikan kain pel."

"MAS BASTIAAAN!!! ITU DASTER KERAMAT GUE!!!" teriak Kirana menggelegar di ruang makan, sementara Bastian berjalan pergi dengan senyum kemenangan yang tertutup wajah datarnya. Ternyata, menggoda Kirana di pagi hari jauh lebih efektif daripada asupan kafein mana pun.

1
Sri Wahyuni Abuzar
kenapa siih harus ada kata² umpatan B2
di bab sblm nya jg gitu aku masih diem..eeh ini ketemu lg..kesel sm majikan boleh² aja tp g mesti ngebatin dengan kata² kotor.
Nur Sabrina Rasmah
bener bener posesif banget ya , mas Bastian ke Kirana🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!