NovelToon NovelToon
Senja Garda

Senja Garda

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Mengubah Takdir / Action / Dosen / Epik Petualangan / Penyelamat
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Daniel Wijaya

Siang hari, Aditya Wiranagara adalah definisi kesempurnaan: Dosen sejarah yang karismatik, pewaris konglomerat triliunan rupiah, dan idola kampus.

Tapi malam hari? Dia hanyalah samsak tinju bagi monster-monster kuno.

Di balik jas mahalnya, tubuh Adit penuh memar dan bau minyak urut. Dia adalah SENJA GARDA. Penjaga terakhir yang berdiri di ambang batas antara dunia modern dan dunia mistis Nusantara.

Bersenjatakan keris berteknologi tinggi dan bantuan adiknya yang jenius (tapi menyebalkan), Adit harus berpacu melawan waktu.

Ketika Topeng Batara Kala dicuri, Adit harus memilih: Menyelamatkan Nusantara dari kiamat supranatural, atau datang tepat waktu untuk mengajar kelas pagi.

“Menjadi pahlawan itu mudah. Menjadi dosen saat tulang rusukmu retak? Itu baru neraka.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daniel Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EKSPERIMEN SANG ARSITEK

Waktu: 01.48 WIB. 

Lokasi: Ruang Utama Candi Siwa, Prambanan.

Bayangan-bayangan hitam yang mencuat dari lantai itu tidak langsung menyerang. Mereka melayang, bergetar, dan menggeliat di udara seperti asap padat yang menunggu perintah.

Dananjaya tidak bergerak. Dia memejamkan mata di balik Topeng Batara Kala. Napasnya tertahan, seolah-olah dia baru saja menyuntikkan obat dosis tinggi ke dalam nadinya. Tubuhnya gemetar. Bukan karena takut, tapi karena ekstasi kekuatan yang membanjiri saraf-sarafnya.

Di mata Aditya, pemandangan itu terlihat ganjil dan mengerikan. Dananjaya tidak terlihat seperti seseorang yang mengendalikan kekuatan; dia terlihat seperti seseorang yang sedang diajari cara menggunakannya oleh sesuatu yang asing dan purba.

"Luar biasa..." desah Dananjaya, suaranya bergetar penuh kekaguman. "Jadi begini rasanya... menjadi Tuhan."

Dia mengangkat tangan kanannya, menatap sarung tangan putihnya yang kini dikelilingi aura hitam tipis.

"Aditya, kau tahu apa itu bayangan?" tanya Dananjaya, nadanya seperti dosen yang sedang menguji mahasiswa bodoh. Dia tidak menatap Adit, dia sibuk mengagumi bayangan tangannya sendiri di dinding.

Aditya mempererat cengkeraman pada kerisnya, kakinya bergeser pelan mencari pijakan yang stabil di lantai batu yang licin. "Ketidakhadiran cahaya. Fisika dasar."

"Salah!" bentak Dananjaya. Dia tertawa, tawa yang terdengar basah dan ganda. "Itu definisi manusia modern yang dangkal. Topeng ini... dia memberitahuku kebenarannya."

Dananjaya menggerakkan jarinya. Sebuah bayangan pilar batu di sebelah kiri ruangan tiba-tiba terlepas dari dinding. Bayangan itu melayang ke tengah ruangan, berputar menjadi bola hitam pekat.

"Bayangan adalah Cetak Biru," jelas Dananjaya.

"Sebelum benda fisik ada, bayangannya sudah ada di dimensi lain. Jika kau mengubah bayangannya... kau mengubah bendanya."

Dananjaya meremas bola bayangan di tangannya.

KRAAAK!

Pilar batu yang kokoh di sudut ruangan—yang tidak disentuh siapa pun—tiba-tiba retak dan meledak hancur, seolah-olah ada tangan raksasa tak terlihat yang meremasnya. Debu batu berterbangan, mengisi udara dengan bau belerang.

Mata Aditya membelalak. Dia menelan ludah.

"Sihir kausalitas," batin Aditya, keringat dingin mengucur di punggungnya. "Dia menghancurkan konsep bendanya lewat bayangan. Armor nikelku tidak akan berguna kalau dia meremas bayanganku."

Aditya tidak tinggal diam. Dia melihat Dananjaya sedang teralihkan oleh puing-puing. Ini kesempatan satu-satunya.

Tangan kanan Aditya bergerak secepat kilat, melempar sebuah pisau lempar taktis ke arah leher Dananjaya.

SWUSH.

Pisau itu melesat lurus, akurat, mematikan.

Dananjaya tidak menoleh. Dia tidak perlu. Bayangan tubuhnya di lantai bergerak sendiri—terlepas dari gerakan fisiknya—dan tangan hitam bayangan itu menangkap bayangan pisau yang melintas di lantai.

CLANG.

Suara logam jatuh terdengar, tapi bukan pisau utuh.

Pisau fisik di udara berhenti mendadak, seolah menabrak tembok waktu. Namun yang terjadi selanjutnya lebih mengerikan. Besi pisau yang mengkilap itu berubah warna dalam hitungan detik. Dari kilap perak menjadi cokelat kusam, lalu merah berkarat, keropos, dan akhirnya hancur menjadi serbuk logam cokelat yang tertiup angin.

Pisau itu menua ratusan tahun dalam satu detik.

"Benda ini..." Dananjaya menoleh pelan, tersenyum melihat serbuk karat yang jatuh mengotori lantai. "Aku baru saja mempercepat waktunya seratus tahun. Terima kasih untuk bahan uji cobanya, Adit."

Aditya bergeser mundur, otaknya bekerja cepat menganalisis horor di depannya.

"Kenapa dia tidak melakukan itu padaku?" pikir Aditya. "Kenapa dia tidak menuakan jantungku?"

Aditya melihat Dananjaya yang kini berjalan mendekati sisa sesajen bunga melati di sudut arca. Langkah kakinya aneh. Aditya melihat bayangan Dananjaya tertinggal satu detik di belakang tubuh aslinya, menciptakan efek glitch visual yang membuat pusing.

"Dia butuh kontak langsung atau fokus penuh," analisis Aditya. "Lihat tangannya. Dia harus menangkap bayangan objek itu secara fisik. Selama aku terus bergerak dan mempertahankan aura pelindungku, dia tidak bisa melakukannya instan. Dan... dia sombong. Dia ingin bermain-main."

"Mari kita coba pada sesuatu yang organik," bisik Dananjaya.

Dia menyentuh bayangan bunga melati itu dengan ujung jari telunjuknya. Dia menarik bayangan itu, memanjangkannya.

Bunga melati yang segar itu seketika layu. Kelopaknya menghitam, mengkerut, membusuk, dan akhirnya menjadi abu kering dalam hitungan detik. Bau busuk kematian menyebar sekejap, lalu hilang.

"Entropi," desah Dananjaya puas. "Aku bisa mengatur kapan sesuatu lahir, dan kapan sesuatu mati."

Dia menghentakkan kakinya. Bayangan di lantai melebar seperti genangan minyak, menelan cahaya bulan yang masuk dari pintu.

"Sekarang... mari kita coba manipulasi bentuk," bisiknya.

Bayangan-bayangan cair itu mulai naik, membentuk wujud-wujud menyeramkan. Ada yang berbentuk prajurit bertombak, ada yang berbentuk ular raksasa, ada yang berbentuk tangan-tangan cakar. Mereka bukan ilusi. Mereka padat. Mereka menyerap cahaya di sekitarnya, membuat ruangan semakin gelap dan dingin.

"Karin," bisik Aditya. "Analisa cepat. Apa kelemahannya?"

"Nggak ada data, Mas!" suara Karin terdengar panik di telinga, terdistorsi static. "Grafik energinya nggak masuk akal. Dia memanipulasi materi gelap. Mas, lari aja! Itu bukan level manusia! Lari!"

"Sudah terlambat untuk lari," jawab Aditya kaku, matanya terpaku pada pintu keluar. "Dia sedang menutup pintu."

Benar saja. Dananjaya menjentikkan jari, dan bayangan di pintu masuk memadat, membentuk tembok hitam yang menutup jalan keluar Aditya.

Dananjaya akhirnya menoleh sepenuhnya ke arah Aditya. Topeng Batara Kala itu seolah menyeringai lebar dengan mata merahnya.

"Terima kasih sudah menunggu, Senja Garda. Aku butuh waktu sebentar untuk mengkalibrasi jari-jariku," kata Dananjaya sopan namun mengerikan.

"Topeng ini... dia mengajarkan banyak hal. Dia memberitahuku bahwa kau hanyalah noda kecil di atas kertas sejarah yang harus dihapus."

Dananjaya mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, jari-jemarinya terbuka dan melengkung dengan anggun.

Melihat pose itu, Aditya tidak bisa menahan seringai pahit di balik maskernya. Otaknya yang analitis dan sedikit rusak karena trauma, langsung menangkap ironi situasi ini.

"Wayang Kulit," batin Aditya.

Ingatan masa kecilnya tentang pertunjukan semalam suntuk di keraton muncul. Konsep kuno di mana seorang Dalang memanipulasi boneka kulit pipih di balik layar putih, menciptakan bayangan yang seolah-olah hidup dan bernapas bagi penonton di sisi lain.

Dalam filosofi Jawa, bayangan wayang itu adalah "Roh", sementara boneka fisiknya hanyalah "Wadah". Sang Dalang adalah Tuhan kecil yang menentukan kapan bayangan itu bergerak, bertarung, atau mati, hanya dengan jentikan jari.

Aditya menatap Dananjaya yang dikelilingi tentakel hitam yang menari-nari.

"Orang gila ini benar-benar menganggap dirinya Dalang," pikir Aditya sarkas. "Dia berpikir realitas ini hanyalah layar putih, dan dia satu-satunya yang memegang tangkai kendali. Dia mengubah hukum fisika menjadi seni pertunjukan."

Aditya mempererat cengkeraman pada kerisnya.

"Hebat. Luar biasa," lanjutnya dalam hati, menyemangati diri sendiri dengan humor gelap. "Aku terjebak dalam pertunjukan seni budaya paling

mematikan dalam sejarah. Dia Dalangnya, bayangan ini wayangnya, dan aku? Aku cuma penonton sial yang ditarik paksa naik ke panggung untuk dijadikan bahan bantaian di babak 'Goro-Goro'."

"Sudah cukup eksperimennya," kata Dananjaya, suaranya bergema penuh otoritas. "Sekarang, mari kita uji teori ini pada daging dan tulangmu."

Aditya memasang kuda-kuda, meski dia tahu fisiknya tidak akan menang melawan konsep bayangan itu sendiri.

"Maju sini, Arsitek Gila," tantang Aditya, menyembunyikan getaran di suaranya. "Biar kulihat apakah 'seni'-mu sekuat mulutmu. Tapi ingat, dalam setiap lakon wayang, ada satu wayang yang tugasnya mengacaukan skenario Dalang."

Dananjaya tertawa. Tawa yang merendahkan.

"Kalau begitu, mari kita lihat seberapa bagus tarianmu dalam gelap, Wayang Kecil."

Dengan satu gerakan halus, Dananjaya menjentikkan jarinya.

Cahaya di ruangan itu mati total.

Pertunjukan dimulai.

1
Kustri
💪💪💪
👉👉👉
Santi Seminar
lanjutt
Kustri
sambil menyelam minum☕
Kustri
maju teros, ojo mundur Dit, kepalang tanggung, yakin!!!
Kustri
jgn lewatkan, ini karya👍👍👍
luar biasa!!!
Santi Seminar
suka ceritamu thor
Santi Seminar
jodoh kayaknya😍
Kustri
seh kepikiran wedok'an sg duel ro adit ng gudang tua... sopo yo thor, kawan po lawan🤔
tak kirimi☕semangat💪
Kustri
☕nggo pa tio sg meh begadang
💪💪💪thor
Kustri
hahaaa dpt😉 g bs tidur pa dosen
jodoh ya thor🤭
Kustri
apa kau tersepona hai wanita cantik...

makhluk luar angkasa, bukan makhluk halus🤭
Santi Seminar
wow
Kustri
oowh jembatan merah di mimpi adit ternyata di palembang
💪💪💪adit
Kustri
ckckckk... seru tenan!!!
Kustri
serius mocone deg"an
tp yakin sg bener tetep menang
Kustri
☕tak imbuhi dit💪
Kustri
☕ngopi sik dit, bn nambah kekuatanmu💪
Kustri
gempa lokal
was", deg"an, penasaran iki dadi 1
💪💪💪dit
Kustri
3 raksasa lawan 1 manusia...ngeri" sedap
jar, ojo lali kameramu di on ke
💪💪💪 dit
Kustri
pusaka legend sll ada💪
Daniel Wijaya: Betul banget Kak! Nusantara kita emang gudangnya pusaka sakti. Sayang kalau nggak diangkat jadi cerita! 🔥
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!