NovelToon NovelToon
Time Travel: Kali Ini Aku Akan Mengalah

Time Travel: Kali Ini Aku Akan Mengalah

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengganti / Keluarga / Time Travel / Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:7k
Nilai: 5
Nama Author: Aplolyn

Di kehidupan sebelumnya, Emily begitu membenci Emy yang di adopsi untuk menggantikan dirinya yang hilang di usia 7 tahun, dia melakukan segala hal agar keluarganya kembali menyayanginya dan mengusir Emy.
Namun sayang sekali, tindakan jahatnya justru membuatnya makin di benci oleh keluarganya sampai akhirnya dia meninggal dalam kesakitan dan kesendiriannya..
"Jika saja aku di beri kesempatan untuk mengulang semuanya.. aku pasti akan mengalah.. aku janji.."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aplolyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 21

"Bagaimana bisa dana sebesar itu keluar tanpa ada yang menyadari? Kalian kerja apa?!"

Teriak Tuan Gerson, direktur utama Hambert Grup, dalam rapat pagi itu.

Ruang rapat yang biasanya terasa formal dan penuh wibawa kini berubah tegang. Para petinggi perusahaan duduk dengan wajah pucat pasi, menundukkan kepala, menghindari tatapan tajam sang pemimpin.

Angka-angka yang terpampang di layar proyektor jelas menunjukkan adanya kebocoran dana. Bukan ratusan juta, bukan miliaran, melainkan ratusan miliar rupiah yang lenyap tanpa jejak dalam waktu singkat.

Ethan, yang duduk di ujung meja sebagai salah satu anggota keluarga sekaligus penerus muda Hambert Grup, merasakan dadanya berdegup kencang.

Dia memang belum memiliki posisi penting dalam jajaran direksi, namun sebagai putra dari keluarga pemilik saham mayoritas, dia tidak bisa berpura-pura buta. Situasi ini bukan hanya sekadar laporan keuangan yang terganggu, tetapi ancaman nyata bagi keberlangsungan perusahaan yang sudah berdiri lebih dari tiga dekade.

“Laporan keuangan tiga bulan terakhir menunjukkan adanya transfer yang tidak jelas,” suara CFO, Tuan Edwart, bergetar saat menjelaskan.

“Kami sudah coba menelusuri, tapi jejak digitalnya sangat rapi, seolah sengaja ditutupi.”

“Rapi?” Tuan Gerson mengulang kata itu dengan nada penuh amarah. Tangannya mengepal, menghantam meja hingga beberapa berkas terloncat.

"Kalian semua digaji untuk menjaga perusahaan ini tetap aman. Bagaimana bisa seseorang mencuri uang sebanyak itu dan tidak seorang pun mengetahuinya?!"

Suasana semakin hening. Tak ada yang berani mengangkat kepala. Beberapa bahkan mulai menyeka keringat dingin di pelipis mereka.

Ethan hendak mengatakan sesuatu, tetapi keraguannya menahan lidah. Jika dia bicara sembarangan, imdia bisa dianggap lancang. Namun, jika diam, ia hanya akan terlihat seperti pewaris muda yang tidak peduli.

Akhirnya, dia mengangkat tangan pelan. “Ayah…” panggilnya pelan.

Tuan Gerson menoleh, sorot matanya masih tajam, namun sedikit melunak saat melihat putranya. “Apa, Ethan?”

“Bukankah… kita sebaiknya membentuk tim investigasi khusus? Melibatkan auditor independen, mungkin juga aparat hukum. Kalau benar ini kasus korupsi, pasti ada orang dalam yang ikut terlibat.”

Beberapa direktur saling berpandangan. Usulan itu masuk akal, tapi sekaligus berbahaya. Jika aparat hukum dilibatkan, nama Hambert Grup bisa tercoreng di mata publik, saham mereka bisa anjlok, dan para investor akan panik.

Tuan Edwart buru-buru menimpali, “Tuan Ethan, saya mengerti maksud Anda. Tapi melibatkan pihak luar akan membuat isu ini bocor. Kita harus berhati-hati.”

“Berhati-hati?” Tuan Gerson mendengus sinis. “Kamu pikir dengan menutup-nutupinya masalah akan hilang? Justru kalau kita biarkan lebih lama, perusahaan ini bisa benar-benar runtuh!”

Kata-kata itu menghantam keras di ruangan.

Ethan menunduk, tangannya mengepal di pangkuannya. Diaa tahu, apa pun langkah yang mereka ambil, Hambert Grup sedang berada di ujung tanduk. Perusahaan keluarga yang dulu dibanggakan kini rapuh, diombang-ambingkan oleh ulah seorang pengkhianat yang belum terungkap.

***

Keesokan harinya, berita buruk mulai menyebar. Meski pihak perusahaan berusaha menutup rapat masalah itu, rumor cepat beredar di kalangan media dan investor. Artikel-artikel online mulai bermunculan dengan judul mencolok:

"Hambert Grup Diduga Alami Kebocoran Dana Ratusan Miliar"

"Siapa Dalang Korupsi di Perusahaan Keluarga Terbesar Itu?"

Para karyawan resah. Saham perusahaan mulai turun drastis. Beberapa investor besar bahkan mengancam menarik modal mereka jika pihak direksi tidak segera memberikan jawaban.

Emily duduk di kamarnya malam itu, memandang langit-langit sambil membaca artikel tentang perusahaan ayahnya yang berada di ambang kebangrutan.

Setahu Emily, dulu tidak ada kejadian kebangkrutan dari perusahaan Hambert, tentu saja karna ayahnya yang mencarinya untuk kembali pulang tidak sempat mengatakan bahwa dia akan di jodohku sebagai bentuk kerja sama dengan Hilton Grup.

Waktu menunjukkan pukul 7 pagi, Emily akhirnya meletakkan ponselnya untuk bersiap menuju kampus, hari ini kelas mereka di adakan di sebuah museum seni untuk mempelajari lukisan kuno.

"Semuanya sudah hadir? Saya akan absen lebih dahulu," ucap dosen mata kuliah tersebut lalu memanggil mereka satu per satu.

Semua akan pergi menggunakan bus yang telah di sewa, perjalanan mereka cukup jauh, sekitar 2 setengah jam untuk sampai kesana.

Dalam bus, Emy duduk di paling belakang sedangkan Emily memilih bagian tengah agar tidak terlalu mabuk.

"Hei, apa aku boleh bertanya?"

Emily yang menyenderkan kepala di jendela menoleh pada teman sekelasnya yang duduk di sampingnya itu.

"Apa?"

"Kamu dan Emy, apa kalian bersaudara?," tanya gadis itu penasaran karna nama belakang mereka sama.

Sejenak Emily merasa konyol, sudah jelas mereka berdua memiliki nama belakang Hambert, untuk apa bertanya lagi.

Namun dengan lembut Emily menjawab, "Ya.. kami bersaudara, tapi tidak sedarah"

Gadis yang bertanya hendak mengatakan sesuatu namun Emily sudah lebih dulu memejamkan mata dan kembali bersender di jendela.

Sepanjang perjalanan, Emily hanya tidur dan mendengarkan lagu dari earphone yang di pakainya, begitu bus berhenti melaju, semua orang di persilahkan turun.

"Hanya satu perintah saya, jangan keluar dari barisan tanpa seizin saya," ucap dosen tersebut kemudian memimpin barisan.

"Kalian bisa lihat, goresan lukisannya begitu tegas dengan permainan warna yang baik, silahkan kalian ambil gambarnya untuk referensi di kelas saya selanjutnya"

Deretan lukisan kuno terpajang rapi di dinding galeri museum. Cahaya lampu sorot menyoroti setiap detail, membuatnya tampak hidup.

Mahasiswa mulai berkeliling sambil mengabadikan lukisan menggunakan kamera ponsel. Ada yang asyik berdiskusi, ada pula yang sibuk menulis catatan.

Emily berjalan perlahan, menyusuri barisan bersama yang lain, dia mencoba menatap setiap karya dengan penuh perhatian.

Goresan kuas, permainan warna, serta cerita yang terkandung di dalam lukisan terasa begitu menenangkan. Sesaat, dia bisa melupakan masalah keluarganya yang akhir-akhir ini menekan batinnya.

“Lihat, lukisan ini berjudul Perjamuan di Balik Bayangan,” jelas dosen sambil menunjuk salah satu karya besar berbingkai emas.

"Lukisan ini berusia lebih dari dua abad, dan konon senimannya meninggalkan pesan tersembunyi di dalamnya. Banyak sejarawan yang berdebat, tapi belum ada jawaban pasti sampai sekarang."

Beberapa mahasiswa terlihat semakin antusias. Mereka mulai mengambil foto dari berbagai sudut, mencoba menemukan apa yang dimaksud sebagai 'pesan tersembunyi'.

Emily berdiri agak jauh, memperhatikan lukisan itu. Ada rasa aneh yang merambat dalam dirinya. Entah mengapa, dia merasa lukisan itu menatap balik, seakan menyimpan sesuatu yang hanya bisa dipahami orang-orang tertentu.

Sementara itu, Emy di bagian belakang kelompok terlihat tidak terlalu peduli. Ia hanya memandang sekilas, lalu asyik dengan ponselnya. Sikapnya kontras sekali dengan Emily yang serius memperhatikan.

Setelah hampir satu jam berkeliling, rombongan mahasiswa diarahkan menuju ruang pameran berikutnya.

Ruangan itu lebih gelap, dengan pencahayaan minim agar karya seni tidak rusak. Koleksi di sana lebih berharga karna berisi lukisan dari zaman kerajaan dan peninggalan bersejarah yang tak ternilai.

"Anak-anak, tolong lebih berhati-hati di ruangan ini," ucap dosen dengan suara tegas.

"Jangan sampai menyentuh apa pun. Jaga jarak, cukup lihat dan dokumentasikan dari jauh."

Semua mengangguk. Namun, bisik-bisik kecil mulai terdengar. Beberapa mahasiswa tampak terlalu bersemangat, ingin mendekat lebih dari yang seharusnya.

Emily sendiri masih sibuk mengamati. Ada satu lukisan besar di tengah ruangan yang menarik perhatiannya, itu adalah lukisan seorang wanita dengan gaun putih panjang, duduk di sebuah taman. Matanya tampak kosong, tapi senyumnya samar, seolah menyembunyikan penderitaan.

Emily melangkah lebih dekat, berhenti tepat di depan lukisan itu. Rasanya ada sesuatu yang familiar, goresannya hampir sama dengan cara ibunya melukis lukisan yang saat ini ada di tangannya

“Tidak mungkin…” bisiknya pelan.

Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, suara keras terdengar dari sisi lain ruangan.

BRAKK!

Sontak semua orang menoleh. Salah satu mahasiswa laki-laki yang tadi bercanda dengan temannya tidak sengaja menyenggol meja kaca tempat sebuah vas antik dipajang. Vas itu terjatuh, pecah berkeping-keping di lantai.

Suasana langsung kacau.

“APA YANG KALIAN LAKUKAN?!” suara dosen menggelegar, membuat semua orang membeku.

Beberapa petugas museum berlari masuk, wajah mereka panik. “Astaga, itu vas dari abad ke-16! Bagaimana bisa jatuh?!”

Mahasiswa yang menjatuhkannya pucat pasi, tangannya gemetar. “Sa-saya tidak sengaja… saya hanya…”

Namun, semua orang tahu penjelasan itu tidak akan cukup. Kerusakan sudah terjadi.

Emily mundur beberapa langkah, jantungnya berdetak cepat, dia tahu masalah ini bukan sekadar kelalaian biasa.

Museum adalah tempat yang dijaga ketat, setiap benda memiliki nilai sejarah dan harga fantastis.

Jika Hambert Grup saja bisa goyah karena ulah orang dalam, sekarang dia menyaksikan hal serupa, sebuah kelalaian yang bisa menghancurkan masa depan banyak orang.

Petugas keamanan mulai menutup pintu ruangan. Para mahasiswa dilarang keluar sementara situasi diperiksa. Suasana semakin menegangkan.

Dosen mereka menatap tajam ke arah seluruh kelas. "Kalian semua akan ikut bertanggung jawab sampai masalah ini jelas. Jangan ada yang coba-coba meninggalkan ruangan."

1
Cty Badria
tinggal keluarga y hanya ngangap alat, tidak suka jalan y bertele, pu nya lemah banget
Lynn_: Terimakasih sudah mampir ya kak😇
total 1 replies
Fransiska Husun
masih nyimak thor
Fransiska Husun: /Determined//Determined/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!