Anisa gadis yatim piatu bekerja sebagai pelayan. Demi keselamatan Sang Majikan dan di tengah rasa putus asa dengan hidupnya, dia terpaksa menikah dengan Pangeran Jin, yang tampan namun menyerupai monyet.
Akan tetapi siapa sangka setelah menikah dengan Pangeran Jin Monyet, dia justru bisa balas dendam pada orang orang yang telah menyengsarakan dirinya di masa lalu.
Bagaimana kisah Anisa yang menjadi istri jin dan ada misteri apa di masa lalu Anisa? Yukkk guys ikuti kisahnya...
ini lanjutan novel Digondol Jin ya guys ♥️♥️♥️♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 21.
Sosok itu terus melangkah mendekati Sang Ratu Jin.
Tampaklah seorang laki laki tua mengenakan kain batik di bagian bawah, sorjan cokelat hitam yang rapi di tubuh nya, dan blangkon batik bertengger di kepalanya. Wajah nya memancarkan ketenangan dan kebijaksanaan yang meneduhkan. Dia lah Kakek Pikulun, sang penjaga kerajaan jin di hutan paling lebat di Pulau Jawa. Sosok jin tua yang juga selama ini menjadi penolong setia Mas Syahrul.
“Salam, Sang Ratu, Sang Pangeran, dan juga engkau, Nyi Dasih,” ucap Kakek Pikulun tenang, suara nya lembut namun berwibawa begitu ia berdiri di hadapan Sang Ratu.
“Salam, Kakek Pikulun...” sahut mereka bertiga serempak.
Sang Ratu kemudian mempersilakan Kakek Pikulun duduk di kursi berukir yang disediakan di hadapan nya.
“Ada keperluan apa lagi, Kakek?” tanya Sang Ratu dengan nada lembut, namun matanya menatap penuh kekhawatiran.
“Saya datang membawa pesan dari keluarga calon mempelai wanita,” jawab Kakek Pikulun dengan suara tenang tapi tegas.
“Katakan!” seru Pangeran Dewa Anum cepat cepat, nada suara nya menunjukkan rasa tidak sabar begitu mendengar kabar tentang calon istri nya.
Kakek Pikulun pun menyampaikan seluruh pesan yang diamanatkan oleh Syahrul. Tanpa ada satu pun yang terlupa, termasuk permintaan untuk mengembalikan popok popok milik Windy.
Sang Ratu mendengarkan dalam diam, kemudian dengan tatapan tajam yang sarat kuasa ia berkata,
“Untuk sementara, aku akan mengakhiri serangan. Tetapi jika gadis itu tidak segera diantar ke sini, maka aku akan melancarkan serangan yang jauh lebih dahsyat. Aku beri waktu paling lambat tujuh hari lagi. Gadis itu harus diantar ke hadapanku.”
Kakek Pikulun menundukkan kepala dalam hormat, lalu bertanya dengan hati hati,
“Bagaimana dengan popok Windy, Sang Ratu?”
Sang Ratu menarik napas panjang. “Hmmm... jin kecil anak Lingga Sari itu memiliki kekuatan luar biasa. Ia berbeda dari jin jin kecil lainnya. Aku ingin dia kembali ke sini. Aku tidak akan membiarkan Windy dikuasai pihak lain,” ucap Sang Ratu tegas, pandangannya menembus sosok Kakek Pikulun.
Kakek Pikulun hanya diam. Ia paham benar, Sang Ratu belum berniat mengembalikan popok milik Windy. Bahkan, dari nada suaranya, jelas Sang Ratu menginginkan Windy itu sendiri.
Beberapa saat kemudian...
“Baiklah, Sang Ratu,” ujar Kakek Pikulun akhirnya, “saya pamit. Saya akan datang kembali saat waktu pengantaran mempelai wanita tiba. Kecuali bila ada urusan mendesak sebelumnya.”
Sang Ratu mengangguk pelan, dan dalam sekejap mata, sosok Kakek Pikulun menghilang dari kursinya, lenyap tanpa jejak.
🏥🏥🏥
Beberapa waktu kemudian, di tempat lain. Di sebuah rumah sakit mewah tempat Ndaru dan Fatima dirawat.
Di ruang mushola yang sepi, Syahrul duduk bersila. Ia baru saja selesai berdoa, kedua tangannya mengusap wajahnya perlahan. Wajahnya tampak tegang setelah menerima kabar dari sang kakek jin: Sang Ratu bersedia menghentikan serangan sementara, memberi tenggat tujuh hari untuk mengantar Anisa. Namun popok Windy belum akan dikembalikan, bahkan Sang Ratu kini menginginkan Windy kembali ke kerajaan jin.
“Hmmm... bagaimana aku harus mengatakan ini pada Pungki? Dia pasti sangat sedih,” gumam Syahrul dalam hati.
Pandangan matanya tertuju pada Pungki, yang tengah tidur meringkuk di karpet mushola, memeluk sesuatu tak terlihat , tubuh mungil Windy yang tak kasat mata bagi Syahrul.
Syahrul berdiri perlahan, lalu mendekat. “Pung, bangun...” bisiknya sambil menepuk lembut bahu Pungki.
Pungki membuka mata, wajahnya masih lelah. “Bagaimana, Mas? Sudah dapat kabar dari Kakek Jin?” tanyanya lirih.
Tubuhnya masih terasa berat. Windy memeluknya erat, kaki mungil jin kecil itu menumpang di pahaanya.
“Sudah,” jawab Syahrul pelan, “Sang Ratu bersedia melakukan gencatan serangan. Tapi Anisa harus diantar dalam tujuh hari.”
Pungki menegakkan tubuh sedikit. “Lalu... mana popok Windy?” tanyanya sambil menengadahkan tangan.
Syahrul menunduk, suaranya semakin pelan. “Sang Ratu ingin Windy kembali ke kerajaannya. Dia bilang Windy punya kekuatan besar...”
Bagaikan petir di siang bolong, kalimat itu menghantam hati Pungki.
“Tidak bisa!” serunya spontan, sambil mempererat pelukannya pada Windy. Perlahan ia duduk, memangku Windy yang masih tertidur pulas.
“Aku tidak ingin Windy jauh dariku,” ucapnya dengan suara bergetar.
Windy menggeliat kecil, lalu membuka mata. “Kakak Pung Pung... ada apa?” suaranya lembut, imut, sambil mengerjap ngerjap menatap wajah kakaknya yang tegang.
Pungki menatap Windy dalam diam. “Sang Ratu ingin kamu kembali ke kerajaannya,” bisiknya lirih.
Kata-kata itu terdengar jelas di telinga Syahrul. . .
“Aku tidak mau, Kakak Pung Pung! Aku mau jadi jin indie saja! Aku mau ikut Kakak Pung Pung!” suara Windy yang mungil penuh keteguhan, tangannya memeluk erat tubuh Pungki.
“Tapi... Sang Ratu tidak mau mengembalikan popok kamu,” ujar Pungki pelan, sembari mencium puncak kepala Windy dengan penuh kasih.
“Hu... hu... hu... popokku cuma satu...” tangis Windy pecah, bahunya kecilnya berguncang, kepalanya bersandar di dada Pungki.
Syahrul menarik napas panjang. “Kita cari cara, Pung,” ucapnya lembut, menatap sahabat nya dengan iba.
Pungki hanya mengangguk, masih menunduk, tangannya membelai rambut Windy yang harum wangi stroberi, hasil sampo khusus yang dibelikan Pungki untuknya.
Tiba-tiba, tangis Windy terhenti. Ia mendongak dan berbisik pelan di telinga Pungki,
“Kakak Pung Pung... besok kita curi saja waktu mengantar Kakak Mbak Anisa. Pasti Sang Ratu sedang sibuk dan bahagia.”
Pungki tersenyum samar, menghapus sisa air mata di pipi Windy. “Oke, oke... besok kita cari akal,” katanya sambil merapikan rambut Windy yang berantakan.
☀️☀️☀️
Waktu pun bergulir. Siang hari, kondisi Ndaru dan Fatima telah membaik. Mereka kini sudah dipindahkan ke kamar rawat, dan jika tak ada keluhan sore nanti, keduanya diperbolehkan pulang.
“Ma, berarti paling lambat tujuh hari lagi kita harus mengantar Anisa, supaya anak anak tidak sakit lagi,” kata Pak Hasto yang menemani istrinya di kamar Fatima dan Ndaru.
“Iya, Pa,” jawab Bu Hasto lembut sambil menyodorkan susu ibu hamil untuk Fatima.
“Kasihan Mbak Anisa ya, Ma,” ujar Fatima lirih. “Padahal dia baik sekali... semoga dia bahagia setelah menjadi istri Pangeran Jin.”
Nada suaranya bergetar menahan haru.
“Iya, Fat,” sahut Bu Hasto, menahan air mata. “Aku tadi sudah telepon Bu Lastri, agar mengabulkan apa saja permintaan Anisa. Katanya Anisa minta dilakukan perawatan dan dirias pengantin dari bumi. Dia minta saat diantar ke kerajaan jin sudah dalam kondisi bersih dan cantik.” air mata menetes perlahan di wajah Bu Hasto.
Pak Hasto, Ndaru dan Fatima terdiam kedua mata mereka memerah dan berkaca kaca...
Namun... Keheningan sendu tiba tiba dipecahkan oleh suara dering telepon ..
g di sana g di sini sama aja mbingumhi 🤣🤣🤣
tp nnti pennjelasan panheran yg masuk akal dpt meruntuhkan ego samg ibunda dan nnit mlh jd baik se lam jin jd muslim.🤣