Kasih, perempuan muda berusia dua puluh tahun terpaksa menggantikan Mia anak sang kepala desa lebih tepatnya tetangga Kasih sendiri untuk menikah dengan Rangga. Karena pada saat hari H, Mia kabur untuk menghindari pernikahannya.
Mia menolak menikah dengan Rangga meskipun Rangga kaya raya bahkan satu-satunya pewaris dari semua kekayaan keluarganya. Penolakan Mia di karenakan ia tidak suka melihat penampilan Rangga yang cupu dan terlihat seperti orang dungu.
Kasih yang di ancam oleh kepala desanya mau tak mau harus menggantikan Mia. Semua Kasih lakukan demi ketentraman hidup ia dan ibunya yang sudah sepuluh tahun menjanda. Lalu, apakah Kasih dan Rangga akan jatuh cinta? Apakah pernikahan Kasih dan Rangga akan bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
"Kenapa balik lagi?" Tanya Rangga heran.
"Oh, gak kenapa-kenapa. Setelah ku pikir-pikir nyaman tinggal di desa. Adem, warganya ramah pula." Jawab Daffa dengan senyum lebar.
"Wah, orang kota baru beberapa hari tinggal di kota komentarnya manis banget." Ujar Rangga.
"Loh, kenapa? Kenyataan memang seperti itu."
"Kau belum pernah merasa jadi seleb kampung. Di ceritain di sini nyambungnya sampai ujung sana."
Kasih tertawa, apa yang di katakan suami ada benarnya juga.
"Heh Kasih, apa benar begitu?" Tanya Daffa tidak percaya.
"Benar, kamu sudah merasakannya!" Jawab Kasih.
"Ah, bodoh amat. Asal jangan makan tanaman orang lain terserah mereka mau bilang apa!" Ucap Daffa dengan santainya.
"Terserah kau juga. Kami mau pergi....!" Sahut Rangga.
"Mau kemana?" Tanya Daffa penasaran.
"Si Kasih mau lihat bebek berenang!"
"Ada-ada aja. Kurang kerjaan!"
Rangga dan Kasih tidak memperdulikan Daffa, mereka pergi dengan menggunakan sepeda motor.
"Mau ke mana Kasih?" tanya seorang ibu-ibu yang sedang asyik nongkrong di halaman rumahnya.
"Mau ke empang!" Jawab Kasih dengan berteriak.
Jarak beberapa rumah lagi ada lagi yang bertanya pada Kasih. Namanya juga kehidupan, mau kaya mau miskin sama saja.
Setibanya di empang milik salah satu karyawan Rangga, Kasih langsung turun. Bisa-bisa Kasih tertawa girang saat melihat kawanan bebek berenang. Rangga hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Besok ada kondangan loh mas," ujar Kasih memberitahu.
"Kondangan apa?"
"Itu, nikahan anak tetangga yang rumahnya di seberang rumah ibu. Kita di undang!"
"Oh, di undang ya datang kalau gak di undang ya gak usah datang."
"Ayo pulang mas," ajak Kasih.
"Belum lima menit loh sayang!" Kata Rangga.
"Aku bosan!" Seru Kasih.
"Ya udah, ayo!"
"Mas....!" Panggil Kasih menghentikan langkah Rangga.
"Ada apa?"
"Gak jadi. Besok aja!"
Rangga kembali menggelengkan kepalanya heran dengan sikap Kasih yang menurutnya aneh.
Setibanya di rumah Kasih langsung masuk ke dalam sedangkan Rangga menemui Daffa yang sibuk mengurus pekerjaan.
"Udah lihat bebek berenangnya?" Tanya Daffa yang sibuk dengan tumpukan berkas.
"Sepertinya Kasih balas dendam sama aku," ucap Rangga membuat Daffa tertawa.
"Makanya, kalau ngerjain orang jangan kelewatan. Masa ngerjain anak orang sampai masuk rumah sakit?"
Daffa menertawakan Rangga.
"Mas Rangga,....!" Panggil bi Warti.
"Iya bi, ada apa?" Tanya Rangga.
"Di suruh mbak Kasih makan. Lauknya udah mateng," ujar bi Warti.
"Tapi, aku gak laper bi....!"
"Cepat mas, di tunggu ibu negara di meja makan!"
Mendengar Kasih sedang menunggu, Rangga bergegas pergi ke dapur. Daffa yang penasaran langsung mengikuti Rangga.
"Eh suami ku,....!" Ucap Kasih dengan senyum lebarnya. "Sini duduk, ayo makan!"
"Tapi mas gak laper loh!"
"Udah, makan aja. Ini ikan lele yang kamu taruh di kolam ikan ku beberapa bulan lalu. Lihatlah, sekarang sudah sebesar kaki mu!"
Rangga menelan ludahnya kasar saat melihat tumpukan ikan lele goreng yang berukuran jumbo.
Daffa menahan tawanya karena pria ini tahu asal usul ikan lele tersebut karena Rangga pernah menceritakan pada dirinya.
"Sayang, satu aja gak habis ini kamu sediakan sepuluh. Jangan bercanda deh!"
"Aku serius loh mas. Ayo cepat makan, dan ini sambelnya. Cabenya berasal dari kebun yang kamu buatin untuk aku dulu."
Daffa sudah tak tahan lagi, tawa pria ini lepas begitu saja. Kasih benar-benar membalas perbuatan Rangga terdahulu.
"Untung bukan ikan piranha," ucap Daffa tertawa geli.
"Mas cepat kalau gak, gak ada jatah malam ini...!" Ancam Kasih.
Mau tidak mau Rangga memakan ikan lele tersebut meskipun ia merasa geli.
Baru saja Rangga hendak menyuap, tiba-tiba saja Kasih merasa mual dan hendak muntah. Wanita segera berlari ke kamar mandi tamu.
Rangga yang melihat istrinya seperti itu langsung mengejar begitu juga dengan Daffa yang ikut khawatir.
Kasih benar-benar menumpahkan isi perut yang ia makan tadi pagi. Tubuhnya mendadak lemas saat melihat suaminya hendak makan ikan lele tadi.
"Sayang, kamu kenapa?" Tanya Rangga panik.
"Aku mau tidur aja mas, kepala ku tiba-tiba saja pusing!"
"Bawa ke rumah sakit atau Dokter terdekat aja. Wajah Kasih kok pucat banget?" Daffa memberi saran.
"Gak ah, aku mau tiduran aja di kamar!" Tolak Kasih.
Rangga bergegas menggendong istrinya ke kamar.
"Heh, mau ngapain masuk?" Tegur Rangga pada Daffa yang ingin masuk.
"Eeh,....maaf. Gak sengaja!"
Daffa mundur, pria ini sedikit mengintip ke arah dalam.
"Ah, aku tidak sopan sekali." Batin Daffa yang bergegas pergi dari sana.
Sedangkan Rangga yang sekarang duduk di samping istrinya hanya bisa memandang heran.Kasih yang semula ceria tiba-tiba saja seperti ini.
"Mas jangan pergi," lirih Kasih. "Di sini aja temani aku!"
"Iya, mas gak akan pergi. Mas temani kamu kok."
"Maksudnya ikut rebahan di sini. Aku mau cium ketek mas!" Ujar Kasih membuat Rangga tertawa.
"Lah, kok gitu?"
"Cepat ah, jangan banyak tanya!"
Rangga menurut saja, pria ini merebahkan diri dan membentang sebelah tangannya. Kasih, perempuan ini benar-benar mencium aroma ketek suaminya sambil memainkan bulu keteknya.
"Mas, aku mau tidur."
"Iya, tidurlah!"
"Tapi jangan pergi."
"Enggak...!''
"Janji?"
"Iya janji."
"Kalau bohong apa hukumannya?"
"Tidur di luar plus gak dapat jatah selama tiga hari," jawab Rangga yang sudah paham dengan perjanjian mereka.
Kasih pun akhir terlelap, wanita masih merasakan mual dan pusing.
Hari telah berganti, keadaan Kasih pagi ini baik-baik saja. Rangga cukup heran melihatnya tapi lidahnya kelu tak bisa bertanya.
Tepat pukul sepuluh pagi Kasih dan Rangga akan menghadiri acara resepsi pernikahan dari anak tetangga ibu Erni.
Tampak serasi, Kasih dan Rangga menjadi pusat perhatian para warga di kampung.
"Dasar sok cantik!" Ucap Mia kesal.
"Kamu ini apa-apaan sih?, gak usah bikin malu di acara orang!" Ujar Dito mulai kesal.
"Sok polos, sok baik. Tapi kelakuan seperti setan!"
"Mia,....!!" Dito menekan suaranya.
"Belain aja terus mentan mu itu...!"
"Aku tidak membela Kasih. Cobalah untuk tidak membuat keributan, aku malu!"
"Halah,....bilang aja!"
"Lama-lama aku muak sama kamu. Tidak bisa di nasehatin, bikin malu aku aja!"
Dito beranjak dari duduknya, pria ini memutuskan untuk pulang ke rumah. Tentu saja Mia kesal, ia selalu merasa cemburu pada kehidupan Kasih.
"Lihat tuh si Mia, gak malu apa ketemu orang banyak?"
Ibu-ibu mulai bergosip.
"Iya, bapaknya korupsi anaknya jahat ibunya apa lagi."
"Bener tuh ibu-ibu, merasa keluarganya paling benar aja!"
"Iya, masa gak malu ketemu sama bu Erni?, secara mereka sudah memfitnah dan menjebak ibu Erni."
Telinga Mia panas, wanita ini pada akhirnya memutuskan untuk menyusul suaminya yang sudah pulang terlebih dahulu.