NovelToon NovelToon
Tangisan Di Malam Pertama

Tangisan Di Malam Pertama

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Naia Seora 25 tahun, pengantin baru yang percaya pada cinta, terbangun dari mimpi buruk ke dalam kenyataan yang jauh lebih mengerikan yaitu malam pertamanya bersama suami, Aryasatya, berakhir dengan pengkhianatan.


Naia dijual kepada pria bernama Atharva Aldric Dirgantara seharga dua miliar. Terseret ke dunia baru penuh keangkuhan, ancaman, dan kekerasan psikologis, Naia harus menghadapi kenyataan bahwa kebebasan, harga diri, dan masa depannya dipertaruhkan.


Dengan hati hancur namun tekad menyala, ia bersumpah tidak akan menyerah meski hidupnya berubah menjadi neraka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 21

Keesokan harinya…

Selama dalam perjalanan pulang Naia tak henti-hentinya memikirkan perasaan ibu dan bapaknya.

“Ya Allah semoga saja bapak sama ibu nggak tau kalau aku diceraikan sama Arya dan dijual kepada Tuan Muda Atharva. Pasti bapak sama ibu akan sedih,sakit hati dan kecewa kalau sampai kenyataan pahit itu mereka ketahui,” cicitnya Naia sembari mengecek beberapa barang-barang oleh-oleh untuk kedua orang tuanya pak Anwar Zahid dan Bu Ratih.

Sesampainya di desa asalnya, Naia berjalan mengelilingi rumah sederhananya.

Rumput liar sudah meninggi di halaman, dinding kayu mulai kusam dan debu menempel di jendela-jendela yang tertutup rapat padahal baru dua bulan lebih dia meninggalkan kampung halamannya.

Dia menempelkan telinga ke pintu, berharap mendengar suara yang familiar, tapi heningnya justru menusuk hatinya.

“Ya Allah... apa yang sebenarnya terjadi sama Bapak sama Ibu? Kenapa rumahku kayak lama nggak dihuni?” batinnya gelisah, dadanya sesak dihantam pikiran buruk tentang kedua orang tuanya yang amat disayanginya.

Ia mondar-mandir di halaman, menatap ke sekeliling dengan mata penuh cemas. Langkahnya gontai, tapi hatinya semakin tak tenang.

“Ya Allah kenapa hatiku tak tenang memikirkan bapak sama keadaannya ibu,” lirih Naia yang memegangi dadanya.

Saat itulah seorang perempuan berlari menghampirinya. Leni, tetangga sekaligus teman sekolahnya dulu, memanggil sambil terburu-buru.

“Naia...!” teriaknya seseorang.

Naia menoleh dan sedikit terkejut mendengar teriakan seseorang, lalu tubuhnya langsung dipeluk erat oleh Leni.

“Ya Allah, Naia... kamu baik-baik saja kan? Kenapa baru pulang sekarang? Aku telpon nomor hp kamu tapi orang lain yang angkat,” Suara Leni bergetar, wajahnya tampak menahan tangis.

Naia menatap bingung dengan kening berkerut. “Len... kenapa!? Ada apa?”

Leni menghela napas panjang sebelum kalimat pahit itu keluar.

“Naia kamu beneran nggak tahu? Bapak sama Ibumu mereka udah nggak ada. Mereka meninggal, Naia...” jelasnya Leni.

Seakan bumi berhenti berputar, telinga Naia berdengung keras. Ucapan itu menghantam hatinya seperti petir di siang bolong. Kakinya mendadak lemas seperti tak bertulang, tubuhnya oleng hingga hampir jatuh di depan pintu rumah.

“Tidak...!” jerit Naia dengan suara yang bergetar ingin menyangkal fakta menyakitkan itu.

“Itu nggak mungkin! Len, kamu bohong kan? Kamu cuma bercanda, kan?” pungkasnya Naia yang tersenyum canggung.

Ia meronta, menepis pelukan Leni, lalu menatap wajah sahabatnya dengan mata berkaca-kaca penuh penolakan. Namun Leni segera meraih bahunya, menahan Naia yang histeris.

“Astagfirullah, Nai... aku nggak bohong. Mana mungkin aku jadikan bahan candaan ketika sahabatku mengalami musibah terberat dalam hidupnya. Aku ngerti ini berat banget buat kamu, tapi kamu harus kuat. Semua sudah takdir Allah. Paman sama bibi meninggal di hari yang sama, cuma beda beberapa jam...” jelasnya Leni.

Naia membeku. Kepalanya menoleh perlahan ke arah Leni, air matanya menetes deras jatuh membasahi pipi mulusnya.

“Dalam sehari?” suaranya lirih, seakan hanya gumaman.

Leni mengangguk, matanya juga berkaca-kaca.

“Iya, Nai. Paman Anwar jatuh sakit mendadak waktu ada pria yang datang nyari kamu. Dia ngaku suamimu namanya Atharva. Waktu itu dia bilang terang-terangan kalau kamu dijual sama Mas Arya. Paman shock dengarnya, terus nggak lama langsung jatuh sakit dan nggak sempat tertolong meninggalkan kita untuk selamanya dalam waktu itu juga.”

Naia membekap mulutnya, tubuhnya gemetar hebat. “Ya Allah... apa yang sudah aku lakukan...”

Leni mengusap punggungnya pelan, mencoba menenangkan.

“Nai, kamu jangan salahin diri sendiri. Aku tahu hatimu hancur sekarang. Tapi percayalah... paman sama bibi nggak mau kamu larut dalam penyesalan. Mereka pasti cuma pengen lihat kamu tetap hidup, tetap jaga dirimu, apalagi sekarang kamu lagi hamil.”

Naia menunduk, air matanya jatuh tanpa henti. Rasa sesak memenuhi dadanya, seolah seluruh dunia runtuh di depan matanya. Ia merapatkan pelukan ke perutnya sendiri, seakan bayi kecil dalam rahimnya menjadi satu-satunya alasan untuk tetap berdiri.

Naia jatuh berlutut di lantai, tangannya mencengkeram dadanya sendiri. Air matanya sudah tak terbendung lagi. Suaranya pecah, serak, dan bergetar hebat.

“Ya Allah… aku ini anak apa?” lirihnya.

“Aku sudah buat bapak sama ibu kecewa seumur hidup, sekarang aku malah bikin mereka pergi karena kesalahanku. Aku anak yang nggak tahu diri, anak durhaka, mereka mati gara-gara aku…” ratapnya Naia.

Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, bahunya bergetar hebat.

“Kalau saja aku nggak sembunyi-sembunyi, kalau saja aku nurut sama bapak ibu pasti mereka masih hidup. Bapak ibu maafin Naia belum sempat minta maaf sebelum kalian pergi, belum sempat bilang aku sayang kalian. Aku anak yang paling jahat yang paling nggak tahu berbakti…”

Naia menggigit bibirnya sendiri sampai berdarah, suaranya meninggi di sela isakannya.

“Kenapa aku kayak gini, Len… kenapa aku nggak bisa jadi anak yang baik buat mereka. Aku bener-bener sudah hancur sekarang, aku bener-bener kehilangan segalanya… Ya Allah, tolong aku,” sesalnya.

Ia merapatkan kedua tangannya ke perutnya sendiri, seolah ingin menarik sedikit kekuatan dari kehidupan kecil yang sedang ia kandung.

Belum sempat Naia menenangkan diri, beberapa tetangga mulai berdatangan setelah melihat dirinya turun dari mobil travel.

Wajah mereka beragam ada yang tampak iba, tapi tidak sedikit yang justru menatap dengan sinis.

Seorang perempuan paruh baya, sepupu ayahnya, mendekat dengan suara tajam yang menusuk hati.

“Akhirnya kamu pulang juga, Naia. Kamu tahu nggak? Gara-gara kelakuanmu di Jakarta, bapak sama ibumu nggak kuat menahan malu. Katanya kamu dijual, katanya kamu jadi istri simpanan orang kaya. Mereka nggak bisa terima sampai akhirnya meninggal dunia.” ketusnya.

Ucapan itu bagai pisau yang mengoyak jantung Naia. Tubuhnya gemetar, matanya membesar, air mata langsung jatuh membasahi pipinya. Ia menggeleng lemah sambil memegang dadanya.

“Tidak... jangan bilang begitu, Bu. Aku nggak pernah berniat untuk bikin bapak ibu menderita...” balas Naia sambil menggelengkan kepalanya.

Tetapi bisikan-bisikan lain mulai terdengar dari kerumunan.

“Kasihan sekali, orang tua punya anak perempuan kayak gitu...” cibirnya.

“Udah dinikahkan, eh malah dijual sama suaminya sendiri, malah jadi aib keluarga.” cecar yang lain.

“Kalau begini, pantas aja paman Anwar sama bibi Ratih cepat sakit hati dan akhirnya meninggal dunia kasihan,” cibir lainnya.

Naia menutup telinganya dengan kedua tangan, lututnya lemas hingga hampir roboh. Leni buru-buru meraih bahunya, menopangnya agar tidak jatuh ke atas rumput di taman rumah kedua orang tuanya.

“Cukup! Jangan tambah lukanya, Bu... Naia baru pulang, hatinya udah hancur. Kalau kalian nggak bisa menghibur, lebih baik diam!” kesal Leni dengan mata berkaca-kaca.

Seorang tetangga lain, nenek tua yang pernah dekat dengan ibunya, maju perlahan. Ia menggenggam tangan Naia dengan lembut.

“Nak, jangan dengar omongan orang. Bapak ibumu orang baik, mereka nggak akan pernah nyalahin kamu. Semua ini takdir Allah. Kamu harus sabar, ya...”

Naia menangis tersedu, wajahnya ditutupi oleh kedua telapak tangan. Hatinya remuk, rasa bersalah menyesakkan dada, membuat napasnya terengah. Ia berbisik lirih di antara tangisnya.

“Ya Allah... apa aku bener-bener penyebab semua ini? Apa aku anak durhaka yang bikin bapak ibu pergi secepat ini?”

Kerumunan itu masih terdengar suara berbisik-bisik, gunjingan dan suara sumbang, sebagian menggeleng prihatin, sebagian lagi terus melontarkan kata-kata tajam.

Dan di tengah semua itu, Naia hanya bisa memeluk perutnya, berusaha mencari kekuatan dari kehidupan kecil yang masih dijaga di dalam rahimnya.

Naia berusaha menghapus air matanya dengan gemetar. Ia berdiri dengan sisa tenaga yang masih ada, lalu menatap kerumunan tetangga yang seakan menghakiminya tanpa memberi kesempatan untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

“Aku mohon... dengar dulu penjelasanku. Kesalahan ini bukan sepenuhnya aku yang buat. Aku nggak pernah minta dijual, aku nggak pernah minta hidupku jadi begini. Aku korban, bukan pelaku...!” suaranya pecah, parau bercampur tangis.

Namun, kerumunan justru makin riuh.

“Korban? Kalau bener korban, kenapa kamu kabur lama dan nggak pulang-pulang?”

“Anak berbakti nggak akan ninggalin orang tuanya sendirian sampai meninggal!”

“Jangan banyak alasan, Naia! Semua orang kampung udah malu karena ulahmu.”

Naia terhuyung ke belakang, hatinya tercabik. Rasa bersalah bercampur dengan sakit karena dihujat tanpa belas kasih.

Leni maju ke depan, menghadang. “Cukup! Kalian tega banget ngomong gitu. Kalian tahu apa tentang hidup Naia? Kalian nggak pernah ada waktu dia jatuh, nggak pernah ada waktu dia dipaksa sama suaminya! Dia perempuan yang tersiksa, bukan perempuan murahan!”

Tetapi ucapan Leni justru dibalas cibiran.

“Udahlah, Len. Jangan sok bela. Semua orang juga tahu aibnya. Kalau dia terus di sini, kampung kita bisa kena musibah.”

“Iya! Lebih baik kamu pergi dari sini, Naia. Jangan bikin kami semua kena azab!”

Suara-suara itu semakin menusuk telinga Naia. Dadanya sesak, air matanya jatuh lagi tanpa bisa ditahan. Ia menunduk, lalu berbisik lirih.

“Ya Allah... apa memang aku sudah nggak pantas tinggal di sini lagi?” cicitnya yang bertanya kepada dirinya sendiri.

1
Isma Isma
baguss Leni kasih tau niaa biar Ndak timbul masalah baruu 🥰🥰🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: kan bagus kalau banyak fans 🤭🤣
total 1 replies
Hana Ariska
gak sabar nunggu kelanjutan nya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak.. insya Allah besok double update
total 1 replies
Milla
Pasti nyaaa anak buah tuan muda arthava 🤭 semangat up thorrr🙏🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Belum tentu 🤭🤣
total 1 replies
Hijriah ju ju
sangat bagus menghibur
Marlina Taufik
seru ni di tunngu lanjut y
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kak 🙏🏻🥰

insha Allah besok lanjut soalnya kalau malam mau jualan dulu cari tambahan penghasilan meski dikit ☺️🤗🙏🏻
total 1 replies
Milla
Lanjutt thorrr💪🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Hijriah ju ju
sungguh miris kisah hidupmu
Rahmi Jo
kenapa nggak dibantu??
Hijriah ju ju
najong loh Arya
Rahmi Jo
kok bisa dahulu bisa jatuh cinta??
Hijriah ju ju
wajar dikasari
Uba Muhammad Al-varo
semoga semua usaha kamu berhasil Naia dan kamu bisa bangkit sementara Artharva menjalani kesembuhan, sebenarnya Artharva orang nya baik tapi caranya salah besar membuat Naia menderita dan kau Arya tunggu detik2 kehancuran mu
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: oh ho siap
total 3 replies
Uba Muhammad Al-varo
sungguh memilukan hidup mu Naia, semoga ditempat baru nanti hidup mu akan bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Uba Muhammad Al-varo
ayo Naia pergi dari kampung mu,cari daerah/tempat untuk menata hidup mu lebih baik lagi dan bikinlah hidup mu dan anakmu kuat,agar bisa membalas semua perbuatannya si Arya
Uba Muhammad Al-varo
kenapa kejadian tragis hanya terjadi pada Artahrva seharusnya terjadi juga pada si Arya keparat
Siti Aminah
ceritanya bagus
AsyifaA.Khan⨀⃝⃟⃞☯🎯™
semoga bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Ana Natsir
setuju
Ana Natsir
semoga nggak gila
Ana Natsir
sedih jdi mewek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!