Seorang kultivator muda bernama Jingyu, yang hidupnya dihantui dendam atas kematian seluruh keluarganya, justru menemukan pengkhianatan paling pahit dari orang-orang terdekatnya. Kekasihnya, Luan, dan sahabatnya, Mu Lang, bersekongkol untuk mencabut jantung spiritualnya. Di ambang kematiannya, Jingyu mengetahui kebenaran mengerikan, Luan tidak hanya mengkhianatinya untuk Mu Lang, tetapi juga mengungkapkan bahwa keluarganya lah dalang di balik pembunuhan keluarga Jingyu yang selama ini ia cari. Sebuah kalung misterius menjadi harapan terakhir saat nyawanya melayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman Lumo!
Malam itu di langit negara Gizo, angin dingin malam berdesir lembut membawa aroma tanah basah dan daun-daun yang terguncang oleh hembusan lembut. Lumo dan Qingwan melesat cepat, bayangan mereka seperti kilatan cahaya yang menembus kegelapan malam, menembus hamparan bintang yang berkelip redup.
Qingwan terbang di samping Lumo, tubuhnya dibalut cahaya putih kebiruan yang lembut, gaun birunya menari mengikuti angin malam. Ia menatap Lumo dengan tatapan penuh arti, suara lembutnya pecah di udara malam.
"Senior, setelah urusan ini selesai, apakah senior akan meninggalkan negara Gizo?" tanya Qingwan dengan lembut, nada suaranya mengandung kehangatan dan sedikit kekhawatiran.
Lumo menoleh sebentar ke arahnya, mata merahnya menyala lembut di kegelapan. "Iya, itu benar," jawab Lumo singkat, tegas namun tanpa emosi yang berlebihan.
Lumo memutar tubuhnya sedikit, menatap jauh ke depan, pandangan tajam menembus gelapnya malam. "Tapi sebelum itu, aku harus menyempurnakan kultivasi ku terlebih dahulu. Selain itu, aku harus menepati permintaan Daoyo Feng. Beberapa keahlian akan kutinggalkan untuk murid-murid di sekte Qingyun."
Qingwan mengernyit, alisnya sedikit mengerut, rasa penasaran dan kekhawatiran bersatu dalam ekspresinya. "Apakah guru tidak berlebihan, senior? Meminta hal seperti itu pada senior?" katanya pelan, suaranya hampir tertelan oleh angin malam.
Lumo tersenyum tipis, wajahnya tetap tenang, menatap lurus ke arah depan yang gelap dan luas. "Tidak perlu kau pikirkan. Kita akan sampai di sana dalam waktu singkat. Ayo percepat terbangnya," katanya.
Qingwan mengangguk mantap. "Baik, senior,"
Kedua sosok itu kemudian melesat semakin cepat, menembus kegelapan malam, meninggalkan jejak cahaya merah dan putih kebiruan di udara, bintang-bintang seolah menjadi saksi kesunyian mereka yang menembus angkasa.
Setengah jam kemudian, sekte Qingyun muncul di bawah mereka, seluruh kompleksnya tampak tenang, meskipun angin malam membawa kesan hening yang berat. Lumo dan Qingwan mendarat perlahan di depan gerbang sekte. Suara angin malam yang berdesir, daun-daun yang bergesekan, dan udara segar yang menyebar ke seluruh pelataran menambah suasana tegang. Mereka memasuki sekte dengan langkah mantap.
Saat mereka melangkah ke pelataran utama, ratusan murid yang berada di situ tertunduk lesu. Pandangan mereka segera terpaku pada Qingwan. Murid-murid itu tampak terkejut, beberapa bahkan menahan napas. Seorang murid wanita muda segera berlari ke arah Qingwan.
"Nona Qingwan, sukurlah kau selamat. Pemimpin Feng..."
Suara murid itu terputus ketika sembilan tetua muncul secara serempak, bayangan mereka tegap dan menyeramkan, aura destruktif menyebar di udara malam yang sunyi. Murid wanita itu mundur pelan karena ketakutan, matanya terbuka lebar menyaksikan ketegangan yang mendadak melanda.
Qingwan menatap murid itu, raut wajahnya penuh kekhawatiran. "Apa yang terjadi?" tanyanya lembut.
Murid itu hanya menggeleng pelan, tak mampu bicara. Salah satu tetua pria paruh baya melangkah maju, suaranya berat dan dingin, menggetarkan udara malam.
"Qingwan, kau adalah penghianat negara Gizo," katanya, pandangan tajam menembus kegelapan. Lalu matanya beralih ke Lumo. "Kau dan gurumu Fengyuan berani membocorkan rahasia kolam petir neraka kepada orang asing ini," ucapnya dingin.
Qingwan terkejut. Kenapa tetua bisa tahu? Seharusnya tentang ini hanya aku, senior Lumo, guru, dan tetua Jian Wuji yang tahu. Gumamnya dalam hati sambil menatap sekeliling, matanya mencari-cari sosok guru yang tidak tampak di mana pun.
"Dimana guruku?" tanyanya, suara lembutnya bergetar menahan ketakutan yang mulai merayapi hatinya.
Tetua itu tersenyum sinis. "Kau tidak perlu mencari gurumu yang penghianat itu. Tentu saja dia telah mati," ucapnya dingin, nada suaranya menimbulkan hawa dingin di udara malam.
Qingwan seketika merasa dunia seolah runtuh, langkahnya goyah, namun matanya tetap menatap Lumo mencari perlindungan.
Lumo tetap tenang, suaranya terdengar tegas penuh tekanan. "Katakan padaku, dimana Daoyo Feng?"
Tetua itu menatap rendah, merendahkan, suaranya menusuk malam. "Kau tidak pantas bertanya seperti itu padaku," ucapnya sambil disertai tawa kecil yang menusuk kesunyian.
Lumo mengangkat telunjuknya, api biru yang panas dan dingin melingkar di ujung jarinya. Sekejap kemudian, tetua itu terbakar menjadi abu sebelum sempat bereaksi.
"Ahhhh, banjingan! Kau berani menyerangku!" teriaknya sebelum menjadi debu di udara malam.
Delapan tetua lain yang tersisa terkejut. Salah satu dari mereka mencoba maju. "Lancang! Kau hanya tamu tak diundang sebelumnya di sini, dan juga membuat Pemimpin Fengyuan menjadi penghianat. Apakah kau tidak tahu malu?" teriaknya, wajahnya berubah pucat.
Lumo tetap dingin, wajahnya tidak menampakkan emosi sedikit pun. Sekali gerakan tangan, api biru yang sama melesat, membakar tetua itu menjadi abu.
Lumo melangkah ke depan dengan aura menekan. "Katakan padaku, dimana Daoyo Feng?" katanya kepada seorang tetua tua berpakaian hijau.
Tetua itu menelan ludah, ketakutan melingkupi tubuhnya. Lumo tidak memberi waktu untuk berbicara, dan dengan sekali serangan membakar tubuh tetua itu menjadi abu. Keenam tetua yang tersisa terhuyung-huyung, matanya membulat, napas mereka tercekat oleh rasa takut yang menelan seluruh tubuh.
Mereka akhirnya berlutut bersamaan, suara mereka gemetar. "Kami tahu… kami tahu…" kata mereka serempak, rasa takut akan kematian di depan mata terlalu nyata.
Lumo menatap mereka dengan tajam, wajahnya seperti dingin membeku.
Tetua wanita tua langsung menjelaskan.
"Pemimpin dibawa pergi oleh jenderal Liu Bei atas perintah Kaisar Tubo," ucapnya pelan.
Qingwan langsung berjalan cepat dan berdiri di samping Lumo, wajahnya pucat, matanya melebar. "Apakah guruku baik-baik saja? Apakah dia masih hidup? Tolong ceritakan seluruh kejadian sampai menjadi seperti ini."
Tetua itu menunduk, menelan ludah sebelum mulai menjelaskan. "Apa yang terjadi hari ini, semua itu terjadi karena Jian Wuji menghianati sekte. Dia memberitahu berita ini pada Kaisar Tubo. Jiwa leluhur yang melindungi sekte berhasil diambil oleh jenderal Liu Bei dan dibawa pergi. Jian Wuji, bersamaan dengan Liu Bei dan pasukannya, sudah pergi dua jam lalu menuju ibu kota Negara Gizo membawa Fengyuan bersama mereka."
Qingwan merasa geram, kedua tangannya mengepal, tubuhnya bergetar menahan kemarahan yang membara di dada. Lumo menepuk pundaknya pelan. "Tenanglah, ayo pergi ke sana. Kita akan membuat mereka membayar semua perbuatan mereka," ucap Lumo lembut namun penuh tekad.
Qingwan menatapnya dengan mata yang menyala penuh semangat, kemudian mengangguk mantap. Tanpa basa-basi, keduanya melesat ke langit malam, tubuh mereka melesat menembus kegelapan dengan kilatan cahaya merah dan putih kebiruan yang menandai kehadiran mereka.
Para tetua yang tersisa menatap ke langit dengan perasaan cemas namun lega. Mereka terselamatkan dari ancaman kematian di depan mata, namun ancaman nyata terhadap sekte tetap menggantung di udara malam yang pekat.
Lumo dan Qingwan menghilang di balik awan malam, meninggalkan sekte Qingyun yang hening, sementara angin malam terus berdesir membawa rasa tegang yang tidak mudah hilang, seolah menyimpan janji balas dendam yang akan segera tiba.
Waktu berlalu...
Keesokan paginya, ketika kabut tipis masih menggantung di atas ibu kota negara Gizo, rombongan Jenderal Liu Bei dan Jian Wuji memasuki gerbang istana kekaisaran. Suara langkah kaki pasukan yang teratur menggema di antara pilar-pilar besar istana, seirama dengan denting armor dan hiruk-pikuk para penjaga yang menyaksikan kedatangan mereka. Di tengah barisan itu, Fengyuan dibawa dengan tangan terikat formasi rantai spiritual, langkahnya lemah namun matanya tetap jernih seperti air pegunungan yang tak pernah tersentuh noda.
Mereka berhenti di halaman dalam. Beberapa penjaga membuka pintu menuju ruang bawah tanah istana, tempat para tahanan politik dan kultivator berbahaya dikurung. Cahaya redup obor menciptakan bayangan bergerigi di dinding batu. Dua prajurit mendorong Fengyuan masuk.
"Masukkan dia ke sel terdalam," perintah Liu Bei tegas.
Prajurit itu mengangguk. "Baik jendral."
Kemudian Fengyuan didorong ke sebuah ruangan batu yang seluruhnya dipenuhi formasi penyegel Qi. Begitu pintu besi tertutup, suara gemeretaknya mengisi lorong, seolah menjadi penanda bahwa nasib Fengyuan terkubur semakin dalam.
Setelah itu, Liu Bei dan Jian Wuji menuju aula kekaisaran. Ruangan itu dipenuhi aroma dupa dan kemegahan, dengan tirai merah keemasan menjuntai tinggi. Kaisar Tubo duduk di singgasananya, mengenakan jubah hitam bertabur emas. Tatapannya dingin seperti pedang yang baru diasah.
Liu Bei berlutut. "Hamba membawa hadiah untuk Yang Mulia."
Ia mengangkat sebuah kotak hitam yang dipenuhi ukiran formasi kuno. Kaisar Tubo menyipitkan mata, lalu menggerakkan jari. Tutup kotak itu terbuka oleh tekanan spiritual. Cahaya putih keperakan langsung memancar keluar.
"Ini… jiwa Nascent Soul leluhur pelindung sekte Qingyun," kata Liu Bei.
Cahaya itu menari pelan, seperti kabut bercahaya yang sedang tidur.
Kaisar Tubo tersenyum puas. "Kerja kerasmu tak sia-sia, Liu Bei. Dengan ini jumlah kekuatan pelindung istana kita meningkat."
Ia kemudian menoleh pada Jian Wuji yang masih berlutut.
"Jian Wuji," katanya, suaranya bergema di ruangan. "Pengkhianatanmu pada sektemu sendiri membuktikan loyalitasmu kepada kekaisaran. Mulai hari ini kau akan memimpin sekte Qingyun."
Jian Wuji menunduk rendah, suaranya gemetar penuh ambisi. "Hamba sangat berterima kasih, Yang Mulia."
Kaisar Tubo mengangkat tangan. Seorang pelayan istana membawa sebuah kotak pil berwarna merah keemasan. Ketika kotaknya dibuka, aroma panas dan tajam memenuhi ruangan.
"Ambil ini. Pil yang dapat meningkatkan kultivasi tingkat tinggi. Dengan pil ini, kultivasi Core Formation awalmu akan melonjak."
Jian Wuji menelan ludah, matanya berkilau penuh nafsu. "Yang Mulia sangat dermawan. Hamba akan membalas dengan kesetiaan mutlak."
Saat mereka tengah berbicara, suara seperti gunung retak mengguncang langit istana. Tanah bergetar. Pilar-pilar aula berderak.
Liu Bei spontan berdiri. "Apa itu?"
Kaisar Tubo mengerutkan alis. Awan besar berkumpul dengan kecepatan tidak wajar di atas istana kekaisaran. Cahaya merah menyambar-nyambar di balik kabut gelap.
Di luar istana!
Lumo dan Qingwan melayang di langit, pakaian mereka berkibar oleh tekanan spiritual yang tak terbayangkan. Lumo mengangkat tangan, hanya satu gerakan sederhana, namun seluruh pelindung istana yang dibuat dari formasi tingkat tinggi langsung retak, pecah, lalu hancur berkeping-keping seperti kaca tipis.
Dalam hitungan napas, seluruh ibu kota melihat hujan pecahan formasi berkilau jatuh seperti serpihan bintang.
Para penjaga menjerit ketakutan.
Kaisar Tubo, Liu Bei, dan Jian Wuji segera keluar dari aula. Begitu mereka sampai di pelataran istana, tekanan kekuatan dari langit memaksa mereka menunduk. Jian Wuji bahkan tak mampu berdiri tegak; lututnya goyah, tubuhnya gemetar hebat.
Di langit, Lumo berdiri tegak dengan dua tangan di belakang punggung. Suaranya bergema kuat di seluruh penjuru ibu kota, menyentuh tiap telinga dengan jelas, seakan kata-katanya dibawa oleh ribuan petir.
"Hari ini… jika daoyo Feng tidak kalian bebaskan. Maka aku akan memusnahkan istana ini dari negara Gizo."
Suara itu bergemuruh, menembus tanah dan menyalakan ketakutan sekaligus kekaguman. Di sampingnya, Qingwan menatap Lumo, air mata jatuh mengalir tanpa ia sadari. Dalam hatinya, ia tahu tidak ada satu pun kultivator di negara Gizo yang bisa menyentuhnya. Ia sendiri berada di Nascent Soul tahap awal, dan Lumo telah berada di puncak Nascent Soul tahap akhir, kekuatannya sudah berada di ambang Transcendent.
Namun meski demikian, Senior Lumo tetap turun tangan sendiri, seperti pahlawan yang tidak menoleransi kejahatan, seperti dewa petir merah yang turun menghakimi dunia.
Di bawah sana, Kaisar Tubo menatap ke atas, wajahnya berubah drastis. "Siapa dia?" gumamnya dengan getaran halus.
Jian Wuji tidak menjawab. Tubuhnya langsung jatuh terduduk, wajahnya pucat pasi seperti kain yang dibiarkan terkena hujan selama semalam. Tubuhnya bergetar tak terkendali.
"Itu… itu Qingwan… murid Fengyuan…" suaranya patah-patah, seperti tulang rapuh yang retak. "Dan… itu… Daoyo Lu… Dia yang meminta informasi tentang kolam petir neraka…"
Ia menatap Lumo seperti melihat ajalnya sendiri. "Perhitunganku salah… dia berhasil keluar secepat ini… dan… dan mereka berdua sudah seperti dewa. Kita akan mati. Kita hanya kultivator Core Formation. Kita bahkan tidak bisa mendeteksi kultivasi mereka… kita akan mati…"
Liu Bei memandang Jian Wuji dengan wajah kesal, namun rasa takut perlahan merayap masuk ke dalam dadanya sendiri.
Kaisar Tubo menarik napas panjang. "Liu Bei," katanya tegas. "Panggil tujuh naga tersembunyi. Kita tidak bisa membiarkan orang ini bertindak sesukanya."
Langit bergemuruh. Lumo menatap ke bawah, mata merahnya berkilau dengan keinginan membunuh.
"Tujuh naga tersembunyi?" gumamnya pelan, bibirnya melengkung dingin. "Mari kita lihat… seberapa kuat mereka."
Langit kembali menggelap. Petir merah bercabang keluar seperti seekor naga kuno yang baru bangun dari tidur panjang.