Romlah tak menyangka jika dia akan melihat suaminya yang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, bahkan sahabatnya itu sudah melahirkan anak suaminya.
Di saat dia ingin bertanya kenapa keduanya berselingkuh, dia malah dianiaya oleh keduanya. Bahkan, di saat dia sedang sekarat, keduanya malah menyiramkan minyak tanah ke tubuh Romlah dan membakar tubuh wanita itu.
"Sampai mati pun aku tidak akan rela jika kalian bersatu, aku akan terus mengganggu hidup kalian," ujar Romlah ketika melihat kepergian keduanya.
Napas Romlah sudah tersenggal, dia hampir mati. Di saat wanita itu meregang nyawa, iblis datang dengan segala rayuannya.
"Jangan takut, aku akan membantu kamu membalas dendam. Cukup katakan iya, setelah kamu mati, kamu akan menjadi budakku dan aku akan membantu kamu untuk membalas dendam."
Balasan seperti apa yang dijanjikan oleh iblis?
Yuk baca ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BDN Bab 6
Inah yang penasaran dengan keberadaan suaminya melangkahkan kakinya menuju belakang rumah, dia membuka pintu belakang dan mencari sosok suaminya.
Dia merasa takut kalau suaminya itu akan kabur bersama dengan Romlah, dia takut kalau suaminya itu akan memilih Romlah yang memang memiliki banyak harta.
"Argh!" teriak Inah ketika dia melihat sosok bayangan hitam yang mendekat ke arahnya. Wanita itu memejamkan matanya dengan kuat karena ketakutan.
Selama satu tahun tinggal di sana, Inah tidak pernah melihat yang namanya makhluk halus. Sungguh dia takut kalau benar-benar dia bertemu dengan setan.
"Ini Mas, Sayang. Jangan teriak," ujar Sugeng.
Inah dengan cepat membuka matanya, walaupun memang di halaman belakang sangat gelap karena tidak ada penerangan, tetapi dia masih bisa melihat sosok suaminya itu lewat bantuan cahaya bulan.
"Ya ampun, Mas. Kenapa ngagetin aku?"
"Maaf, tadi Romlah berontak terus. Aku bekuk aja dia, malah pingsan dia."
Sugeng sepertinya sudah tidak memiliki hati lagi, karena dengan teganya dia membekuk Romlah sampai tidak sadarkan diri. Sungguh malang sekali nasib istri pertama Sugeng itu.
"Terus, dia di mana?"
"Noh! Aku taro di atas gerobak," jawab Sugeng.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan Mas?"
"Mending bunuh dia aja, tak jauh dari belakang pabrik ada jurang. Kita lempar saja dia ke sana," usul Sugeng.
Sugeng merasa kalau misalkan dia membuang tubuh Romlah ke jurang, maka tidak akan ada warga yang tahu. Lagi pula jurang di sana begitu dalam sekali, sudah dapat dipastikan jika Romlah dilemparkan ke sana tidak akan hidup.
"Mas benar, kita bunuh dia. Takutnya kalau tidak dibunuh kita yang akan celaka, uang yang selama ini kita kumpulkan pasti akan ditarik sampai tak tersisa.''
"Ya, ayo bantu Mas buang dia ke jurang."
Sugeng membawa tubuh Romlah dengan menggunakan gerobak, sedangkan Inah menemani pria itu. Cukup lama mereka berjalan, karena jarak dari rumah itu menuju belakang pabrik memang lumayan jauh.
Saat mereka tiba di belakang pabrik, Romlah tersadar. Dia memberontak, kain pel yang menyumpal mulutnya terlepas. Dia berteriak dengan begitu kencang, tali yang mengikat kedua kaki dan juga kedua tangannya ikut terlepas.
Inah dan juga Sugeng langsung panik, apalagi ketika Romlah berusaha lari dari keduanya. Sugeng dengan cepat menangkap Romlah dan memeluk wanita itu dengan kencang.
"Ambil minyak tanah yang ada di gudang, Sayang. Cepat!" perintah Sugeng.
"Untuk apa?" tanya Inah bingung.
Sugeng mengikat tubuh wanita itu pada pohon, lalu dia membekap mulut wanita itu agar tidak berteriak dengan baju yang dia pakai.
"Udah buruan jangan tanya-tanya, nanti keburu ada orang yang datang." Sugeng menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri.
Walaupun hari sudah begitu malam, tetapi tetap saja dia merasa takut kalau tiba-tiba saja ada orang yang lewat. Walaupun memang sangat jarang sekali.
"I--- iya, Mas."
Inah dengan cepat masuk ke gudang pabrik, dia mengambil satu dirigen minyak tanah dan memberikan kepada suaminya.
"Cepat buka tutupnya dan guyur kan minyak tanah itu kepada tubuh Romlah!" pekik Sugeng.
Walaupun tidak paham dengan apa yang akan dilakukan oleh suaminya, Inah tetap menurut. Dia mengguyurkan semua minyak tanah itu pada tubuh Romlah.
Setelah itu, Sugeng mengambil korek kayu yang biasa dia simpan di dalam saku celananya untuk merokok. Lalu, dia sedikit menjauh dan menyalakan korek api itu.
Api langsung membara dan membakar tubuh Romlah, wanita itu berusaha untuk memberontak. Baju Sugeng yang menyumpal mulut Romlah terlepas, dia berteriak kesakitan.
Dia berteriak dengan penuh pengharapan, berharap akan ada orang yang datang dan menolongnya. Dia bahkan berharap kalau ayahnya akan datang, walaupun rasanya memang tidak mungkin.
"Mas, bagaimana ini? Dia teriak loh!"
"Udah cepat kita pergi dari sini, takutnya nanti malah keburu ada orang yang lewat."
Inah sebenarnya tidak menyangka kalau Sugeng akan membakar tubuh Romlah, karena ketika api membara dia bisa melihat dengan jelas wajah Romlah yang begitu kesakitan.
Inah juga bisa mendengar jerit kesakitan dan keputusasaan dari bibir wanita itu, hatinya sedikit tersentuh. Walau bagaimanapun juga mereka tumbuh bersama, ada rasa kasihan. Namun, tetap saja dia tidak menyesal sudah merebut Sugeng dari wanita itu.
Karena bagi Inah, tetap Romlah yang menjadi pelakor. Karena wanita itu yang datang mengganggu hubungannya dengan Sugeng, sampai dia merasa tidak memiliki rasa kasihan terhadap sahabatnya itu.
"Buruan!" sentak Sugeng sambil menarik tangan Inah agar segera pergi dari sana.
Romlah berusaha melepaskan diri dari ikatannya, karena sungguh dia merasa kesakitan dan juga panas karena api yang membara itu membakar tubuhnya.
"Argh! Panas! Sakit!" teriak Romlah.
Berkali-kali dia mencoba untuk melepaskan diri dari ikatan yang membelenggu tubuhnya, tetapi tetap saja tidak bisa. Wanita itu akhirnya diam sambil memperhatikan Inah dan juga Sugeng yang sedang berlari dengan begitu cepat.
"Sampai mati pun aku tidak akan rela jika kalian bersatu, sampai mati pun aku tidak rela kalian bahagia. Kalian adalah manusia-manusia laknat, aku akan terus mengganggu hidup kalian," ujar Romlah ketika melihat kepergian keduanya.
Napas Romlah sudah tersenggal-senggal, dia hampir mati. Di saat wanita itu meregang nyawa, iblis datang dengan segala rayuannya.
"Jangan takut, aku akan membantu kamu membalaskan dendam. Cukup katakan iya, setelah kamu mati, kamu akan menjadi budakku dan aku akan membantu kamu untuk membalas dendam."
Romlah menegaskan penglihatannya agar bisa menatap siapa yang sudah mengatakan hal itu kepada dirinya, di sela ketidakberdayaannya dia bisa melihat ada sosok seperti manusia.
Sosok itu seperti api raksasa yang berkobar, sosok yang diselimuti api yang begitu membara. Nampak panas dan membuat dia semakin merasa akan segera kehilangan nyawanya.
"Katakan iya, Nak. Maka semua dendam kamu terhadap Sugeng dan juga Inah akan langsung terbalaskan, ayolah, Nak. Jangan ragu untuk menjadi budakku, hanya perlu tumbal saja agar bisa membalas semua perbuatannya."
Romlah merasa kalau nyawanya sudah di tenggorokan, matanya melotot dengan napasnya yang semakin sedikit. Iblis yang ada di hadapannya terus saja merayunya, hingga Romlah menganggukkan kepalanya.
"Bagus! Mati pun kamu tak akan sia-sia," ujar Iblis itu.
Romlah meregang nyawa, api terus berkobar membakar tubuhnya yang sudah tak bernyawa. Tak lama kemudian api padam, petir begitu dahsyat menggelegar seperti ingin membelah bumi.
Tubuh Romlah yang sudah gosong tersiram air, wajah dan tubuh wanita itu benar-benar tidak terbentuk. Jika ada yang menemuinya pasti tidak akan mengenalinya, api yang tadi membara kini padam. Beberapa saat kemudian tubuh Romlah menghilang, hanya ada dedaunan yang nampak basah.
"Anak pandai, setelah ini kamu akan bisa membalaskan dendam kamu terhadap manusia berwujud iblis itu."
Iblis itu tertawa dengan kencang, suaranya begitu menggema, sampai menggetarkan pepohonan yang ada di sana.