NovelToon NovelToon
Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Meymei

Keinginan terakhir sang ayah, membawa Dinda ke dalam sebuah pernikahan dengan seseorang yang hanya beberapa kali ia temui. Bahkan beliau meminta mereka berjanji agar tidak ada perceraian di pernikahan mereka.

Baktinya sebagai anak, membuat Dinda harus belajar menerima laki-laki yang berstatus suaminya dan mengubur perasaannya yang baru saja tumbuh.

“Aku akan memberikanmu waktu yang cukup untuk mulai mencintaiku. Tapi aku tetap akan marah jika kamu menyimpan perasaan untuk laki-laki lain.” ~ Adlan Abimanyu ~

Bagaimana kehidupan mereka berlangsung?

Note: Selamat datang di judul yang ke sekian dari author. Semoga para pembaca menikmati dan jika ada kesamaan alur, nama, dan tempat, semuanya murni kebetulan. Bukan hasil menyontek atau plagiat. Happy reading...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pantai

“Bukti-bukti sudah lengkap. Kamu mau menuntut apa?” tanya Faris, teman Adlan yang berprofesi sebagai pengacara.

“Minta dia untuk menghapus videonya dan permintaan maaf secara terbuka dengan menjelaskan kronologis yang sebenarnya. Jika dalam waktu 3x24 jam dia tidak melakukannya, kamu bisa menindaknya sesuai dengan hukum yang berlaku.” Jawab Adlan.

“Baiklah! Aku akan segera mengirimkan surat somasi ini. Apa tanggapan polisi mengenai ini?”

“Mereka juga akan menyelidiki tangan pertama yang menyebarkan video tersebut. Tetapi mereka tetap menyarankanku untuk mengirimkan surat somasi.”

“Kalau sudah seperti ini, kamu hanya perlu menunggu. Semoga saja sebelum waktu yang ditentukan, pihak penyebar mau melakukan penghapusan dan melakukan permintaan maaf.”

“Semoga.”

Setelah urusan dengan Faris selesai, Adlan kembali pulang. Ia yang awalnya merasa kesal, segera tersenyum kala melihat Dinda membukakan pintu untuknya.

Tanpa aba-aba, Adlan memeluk tubuh Dinda dan menghirup aroma istrinya yang khas dengan aroma bunga. Aroma tersebut bisa menenangkan pikirannya saat ini.

Ia awalnya mengira mengurus masalah penyebaran video itu tinggal lapor polisi. Tapi ternyata, tidak semudah yang ia bayangkan.

“Lepas, Kak. Malu.” Cicit Dinda.

“Malu dengan siapa?”

“Kamu tidak malu, Mama yang malu!” sindir Mama Adlan yang melihat kelakuan anaknya.

“Mama juga pernah melakukannya.”

“Setidaknya, Mama tidak mengumbar kemesraan di depan pintu!”

Adlan melepaskan pelukannya dan membawa Dinda masuk. Keduanya duduk di ruang tamu bersama Mama Adlan yang kebetulan sedang tidak ada acara hari ini. Mereka tidak membahas masalah kemarin, melainkan bulan madu.

Mumpung liburan sekolah, Mama Adlan menyarankan keduanya untuk berbulan madu. Selain untuk program, mereka bisa melupakan kejadian yang tidak menyenangkan dan bisa lebih dekat lagi.

“Kamu suka Kota Bunga, tidak?” tanya Adlan.

“Kota Bunga?” Dinda mencoba mengingat letak Kota Bunga yang dimaksud suaminya.

Letaknya ada di bagian barat dan perlu waktu selama 5 jam perjalanan darat dari kota mereka sekarang.

“Kenapa tidak ke Kota Dingin saja? Sama-sama 5 jam dari sini.” Kata Dinda.

“Kota Bunga juga dingin. Di Kota Dingin kamu hanya akan menemukan perkebunan. Kalau di Kota Bunga, kamu bisa wisata alam, belanja, dan kuliner.”

“Kenapa menurut Mama kedua kota itu sama saja? Kenapa tidak ke Kota Pura saja? Di sana terkenal dengan paket bulan madunya.”

Adlan dan Dinda saling tatap. Keduanya sama-sama tidak suka dengan hawa panas, makanya mereka memilih kota dengan suhu yang sejuk karena di daerah dataran tinggi.

“Bagaimana?” tanya Adlan.

“Bisa di coba, Kak. Aku belum pernah ke Pantai.”

“Belum pernah?” tanya Adlan dan mamanya bersamaan.

Dinda menganggukkan kepalanya dengan yakin karena dirinya selama ini tidak pernah berpikir untuk jalan-jalan bersama teman-temannya. Fokusnya adalah untuk menyelesaikan studinya secepat yang ia bisa karena tidak ingin membuat sang ayah terbebani.

“Adlan, berangkat sekarang!” Adlan menatap mamanya dengan tatapan aneh.

“Kita sedang membahas bulan madu, Ma. Kenapa jadi ke Pantai?”

“Istrimu belum pernah ke Pantai, makanya bawa dia sekarang! Kalau dia sudah tahu Pantai, baru kalian rencanakan lagi bulan madunya. Mau ke kota pilihan kalian atau kota pilihan mama.”

Adlan menganggukkan kepalanya begitu saja karena apa yang dikatakan mamanya ada benarnya.

Akhirnya setelah sholat ashar, Adlan membawa Dinda ke Pantai. Begitu sampai, Dinda segera turun dari mobil dan disambut dengan angin laut yang baunya asin bercampur amis.

Awalnya Dinda menutup hidungnya karena belum terbiasa, tapi kemudian perhatiannya teralihkan dengan ombak yang ada di pinggir Pantai. Laut sedang bersahabat hari ini, sehingga Dinda bisa bermain air di pasir yang putih.

Saat menemukan kerang, Bintang laut mati, Dinda menunjukkannya kepada Adlan yang senantiasa ada di sampingnya.

Adlan menahan tawanya saat merasa istrinya seperti anak kecil yang sedang gembira karena tidak pernah melihat laut.

“Kenapa, Kak?” tanya Dinda.

“Tidak apa. Jangan maju lagi, nanti rokmu basah!” Adlan menarik pinggang Dinda.

“Kak, ini di tempat umum!” cicit Dinda yang terkejut.

“Lihatlah sebelah sana! Entah mereka pasangan halal atau tidak, mereka lebih berani dari aku.” Dinda melihat ke arah yang Adlan tunjuk.

Di sana memang ada beberapa pasangan yang sedang berteduh di bawah pohon pandan laut. Mereka bercengkerama dengan intim seolah menikmati suasana tanpa peduli sekitar.

Dinda semakin tersipu melihatnya, ia pun memalingkan wajahnya. Ia tidak lagi protes dengan tangan Adlan yang ada di pinggangnya. Mereka berjalan sampai menemukan tempat untuk berteduh.

Hari masih panas, belum ada tanda-tanda matahari akan terbenam. Dinda yang sudah puas berjalan di pasir, meluruskan kakinya.

“Terima kasih, Kak.” Dinda menerima minuman yang diberikan Adlan.

“Apa kamu suka dengan Pantai?”

“Suka. Ternyata yang dikatakan Indi benar. Sangat seru bermain di laut, apalagi kalau bermain air.”

“Tidak!” kata Adlan dengan cepat.

“Kenapa, Kak?”

“Kamu tidak boleh bermain air di tempat umum seperti ini!”

“Alasannya?”

“Tubuhmu hanya milikku. Orang lain tidak boleh menikmatinya!” bisik Adlan yang dengan sengaja meniup telinga Dinda.

Segera saja Dinda menutupi telinga. Hembusan nafas Adlan mampu membuatnya merinding karena ia sangat sensitif.

“Ba-baiklah…” kata Dinda gugup.

Adlan tersenyum melihat reaksi istrinya. Ia sudah tahu sejak awal jika telinga adalah titik sensitif istrinya, sehingga ia sering menggoda Dinda dengan meniupnya ataumenciumnya.

Wajah Dinda yang merona dan terpaan angin yang menerbangkan rambutnya, memamerkan leher yang jenjang membuat Adlan menelan saliva. Dinda terlihat sangat menggoda di matanya.

“Ayo pulang!” ajak Adlan.

“Kita belum menyaksikan matahari terbenam, Kak.”

“Bisa lain kali. Aku akan mengajakmu ke rumah baru.”

“Rumah baru?” tanya Dinda bingung.

Tanpa menjelaskan, Adlan menarik tangan istrinya dan membawanya kembali ke mobil setelah mencuci tangan dan kaki di keran yang disediakan.

Mobil Adlan melaju membelah jalanan kota yang sedang ramai karena bertepatan dengan jam pulang buruh pabrik.

Di Kawasan perumahan, Adlan menghentikan mobilnya di salah satu rumah yang terlihat baru dan masih kosong.

“Jika tidak ada halangan, rumah ini akan selesai dalam satu bulan.” Kata Adlan yang membukakan pintu untuk Dinda.

Dinda mengikuti Adlan yang berjalan ke lantai dua dan membuka pintu kamar. Meski masih kosong, kamar itu sudah terisi satu sofa yang tidak lazimdimata Dinda.

“Ini rumah Kakak?”

“Rumah kita. Dan ini kamar kita.”

Deg!

Perasaan Dinda menghangat mendengar “rumah kita” dan “kamar kita” dari mulut Adlan.

“Kenapa?”

“Tidak. Kapan Kakak mulai membangunnya?”

“Sejak Ayah memintaku untuk menikahimu. Tepatnya sebulan sebelum kondisi Ayah memburuk.”

Dinda sudah pernah mendengarnya, tetapi mendengarnya lagi ia seperti kembali pada titik ketidakberdayaannya.

“Sebenarnya tanah ini sudah lama aku beli sebagai investasi, tapi rezeki berkata lain.” Imbuhnya.

“Apa yang membuat Kakak yakin untuk membangun rumah ini? Bahkan saat itu, Kakak tidak tahu aku setuju atau tidak.”

“Entahlah! Hatiku seperti mantap saja, makanya aku memutuskan untuk mengambil perumahan ini.”

“Kak… Kita sebelumnya tidak pernah mengenal. Kenapa Kakak bisa yakin? Apa Kakak tidak berpikir jika aku adalah istri yang akan membuat masalah untukku, merepotkanmu, dan membebanimu?”

“Itu sudah sewajarnya. Tugas suami untuk menjadi sandaran istrinya.”

“Tapi…”

“Sstttt…” Adlan menutup bibir Dinda dengan jari telunjuknya.

Dinda menatap ke mata Adlan yang tidak pernah terlihat kebohongan. Adlan selalu menatapnya lurus tanpa ada getaran di bola matanya. Bahkan nafas hangat yang menerpa wajahnya, terasa nyaman dan memberikannya kelegaan.

Tak tahan hanya saling menatap, Adlan menyerang candunya. Keduanya pun hanyut dalam permainan sampai Adlan membawa Dinda duduk di sofa. Kini posisi Adlan ada di atas tubuh Dinda.

Beruntung Adlan masih ingat jika istrinya sedang berhalangan. Jika tidak, mungkin sofa dan kamar kosong itu akan menjadi saksi bisu.

1
𝐈𝐬𝐭𝐲
kenapa Dinda gak pindah sekolah aja ngajar di sekitar rumah baru saja dripada harus kekampung dia lagi...
indy
selamat berbulan madu
𝐈𝐬𝐭𝐲
namanya Adlan atau Aksa sih Thor🤔
Meymei: Maaf typo kak 🤭
total 1 replies
Dewi Masitoh
Adlan kak🤣kenapa salah ketik jd aksa🙏
Dewi Masitoh: baik kak🙏
total 2 replies
Fitri Yani
next
indy
kayaknya sdh bisa resepsi biar gak ada lagi yang julid. wah ternyata gibran naksir dinda juga
indy
nanti resepsinya setelah masa duka selesai
indy
lanjut kakak
indy
ada yang bertengger di pohon kelengkeng
𝐈𝐬𝐭𝐲
ceritanya bagus aku suka😍😍
Meymei: Terima kasih kakak… 😘
total 1 replies
𝐈𝐬𝐭𝐲
lanjuut Thor
𝐈𝐬𝐭𝐲
hadir Thor
indy
kasihan pak Lilik
indy
hadir kakak
Rian Moontero
mampiiir kak mey/Bye-Bye//Determined/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!