NovelToon NovelToon
SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa / Wanita Karir / Romantis / Cinta setelah menikah / Balas Dendam
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Efi Lutfiah

Di balik gemerlap lampu malam dan dentuman musik yang memekakkan telinga, seorang gadis muda menyembunyikan luka dan pengorbanannya.
Namanya Cantika, mahasiswi cerdas yang bercita-cita menjadi seorang dosen. Namun takdir membawanya pada jalan penuh air mata. Demi membiayai kuliahnya dan membeli obat untuk sang ibu yang sakit-sakitan, Cantika memilih pekerjaan yang tak pernah ia bayangkan: menjadi LC di sebuah klub malam.

Setiap senyum yang ia paksakan, setiap tawa yang terdengar palsu, adalah doa yang ia bisikkan untuk kesembuhan ibunya.
Namun, di balik kepura-puraan itu, hatinya perlahan terkikis. Antara harga diri, cinta, dan harapan, Aruna terjebak dalam dilema, mampukah ia menemukan jalan keluar, atau justru terperangkap dalam ruang gelap yang semakin menelan cahaya hidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Efi Lutfiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

menjalani rutinitas kembali

Di parkiran kampus sore hari....

Suasana sudah mulai sepi, hanya ada beberapa mahasiswa saja yang masih berada di sana. Cantika masih setia duduk di parkiran, menunggu Albert untuk mengucapkan terima kasih karena sudah menyelamatkan lembar jawabannya yang sempat dibuang oleh Pak Dani.

Lima menit, sepuluh menit, bahkan sudah hampir tiga puluh menit Cantika di sana. Namun, tidak ada tanda-tanda Albert akan datang.

“Apa sudah pulang, ya?” batin Cantika bertanya-tanya.

Ia berniat pulang, namun masih ragu. Rasanya belum puas jika belum mengucapkan terima kasih kepada laki-laki baik hati itu.

Ting...

Sebuah pesan masuk membuat Cantika segera membuka ponselnya.

Mami Viola:

Sayang, nanti malam Mami tunggu di klub, ya. Tuan Rexton ingin ditemani mengobrol.

Cantika menghela napas panjang. Sudah hampir seminggu ini ia tidak ke klub karena banyak tugas di kampus. Dan sepertinya, memang ia harus mulai bekerja kembali karena uangnya sudah mulai menipis.

Cantika sebenarnya ingin membuka usaha, tapi ia masih bingung akan membuat usaha apa. Sebab, yang namanya usaha tidak bisa dipikirkan secara mendadak, melainkan harus dengan hati yang tenang.

“Balik aja deh, kayaknya Tuan Albert udah pulang,” gumamnya pelan.

Cantika segera bangkit, lalu memesan taksi online. Sore hari seperti ini jarang ada angkot yang lewat, sedangkan ia sudah ditunggu.

**

Sementara di tempat lain...

Di sebuah apartemen mewah dengan nuansa keemasan, suasana terasa tenang namun dingin. Di ruangan kerja yang cukup luas itu, layar komputer masih menyala, menampilkan beberapa berkas terbuka. Di atas meja kerja, map-map tertata rapi, menandakan penghuninya adalah sosok yang teratur.

Albert duduk bersandar di kursinya, pandangannya kosong menatap ke arah jendela besar yang menampilkan langit senja kota. Namun pikirannya melayang jauh—bukan pada pekerjaan, melainkan pada satu nama yang kini terus berputar di kepalanya.

Cantika.

Ia menghela napas pelan. Ada rasa iba setiap kali mengingat wajah polos gadis itu. Gadis yang selalu tampak berusaha kuat, padahal di balik senyumnya tersimpan banyak luka yang tak pernah ia tunjukkan.

“Cantika adalah anak yang baik, Tuan. Dia pintar, selalu aktif dalam organisasi. Hanya saja beberapa bulan kemarin dia mogok kuliah karena biaya. Dan saya bersyukur dia kembali lagi. Tentunya dengan penampilan yang jauh lebih baik. Padahal dulu dia sangat kumel. Bajunya lusuh, warnanya pudar, bahkan ada yang sobek,”

ucapan Bu Ela sore tadi masih terngiang jelas di kepala Albert.

Hatinya terasa terenyuh.

Betapa berat hidup yang harus dijalani gadis itu—mahasiswa cerdas yang berjuang sendirian demi ibunya, hingga harus rela bekerja di klub malam untuk bisa terus bertahan.

Albert mengusap wajahnya pelan, lalu tersenyum tipis.

“Kamu anak yang kuat, Cantika. Dan aku pastikan kamu akan mendapat beasiswa itu,” gumamnya lirih, seolah sedang berjanji pada dirinya sendiri.

Cahaya monitor memantul di wajahnya, menegaskan tekad dalam tatapannya. Di balik sosok dinginnya, ada hati yang sedang luluh oleh ketulusan seorang gadis sederhana.

**

Pukul tujuh malam.

Lampu klub berdenyut mengikuti irama, merah, ungu, biru, menciptakan bayang-bayang yang menari di dinding. Musik menghentak, gelas beradu, dan udara hangat penuh asap serta aroma minuman menyelimuti ruangan.

Cantika baru saja tiba. Ia menunduk sebentar sebelum masuk ke ruang busana untuk berganti, dengan gerak yang cepat dan terlatih, ia memoles ulang riasan, mengikat rambut, lalu mengenakan dress hitam yang sensual: belahan rendah, potongan robek hingga se-paha yang menonjolkan kakinya. Penampilannya berubah dari gadis kampus sederhana menjadi magnet di tengah riuhnya lantai dansa.

Ia melangkah keluar, menahan sedikit rasa janggal, dunia klub bukan tempat yang mudah ditelan. Matanya cepat berpindah, mencari muka yang dikenalnya. Di pojok, di balik asap rokok yang mengepul, Mami Viola duduk santai.

“Mami!” sapanya lembut.

Mami Viola tersenyum lebar, meraih asap terakhir dari rokoknya. “Ah, cantik. Akhirnya datang juga. Tuan Rexton sudah menunggu di VIP nomor sembilan.”

Cantika mengangguk, mengembalikan senyum manisnya, sebuah senyum profesional yang memantulkan lampu-lampu klub. Pandangan mata di sekeliling langsung mengarah padanya; beberapa terlihat lapar, beberapa lagi cuma penasaran.

“Tugas kuliah masih banyak, sayang?” tanya Mami Viola, suaranya rendah namun penuh kepedulian bisnis.

“Lumayan, Mih,” jawab Cantika singkat, mencoba terdengar ringan meski telinganya berdenting oleh dentuman musik.

“Waduh, berarti Mami suruh kau datang pas lagi nggak tepat, ya?” Mami Viola bergurau setengah serius.

“Gak kok, Mih,” Cantika tersenyum, menjaga nada supaya tetap ramah.

Tanpa disadari, dua pasang mata di pojok yang lain terkunci pada sosoknya.

“Gila... gila... apa gue nggak salah lihat?” bisik Elsa, matanya membesar.

“Iya, itu Cantika kan?” Sindi terkejut, tangan sudah meraih ponsel. Beberapa jepretan cepat meluncur, foto-foto yang menyorot Cantika sedang berbicara dengan Mami Viola.

Sindi menyeringai, puas. “Pantesan penampilannya beda. Ternyata dia LC.”

Ide licik itu merayap: ini bisa jadi bahan yang menyengat. Sindi buru-buru membuka WhatsApp untuk mem-posting, tapi seketika senyum di bibirnya pudar. Ia sudah dikeluarkan dari grup kampus.

“Kampret, lupa kalau udah dikeluarin,” gerutunya.

“Ya udah, post di sosmed aja. Pakai akun fake biar nggak ketahuan,” Elsa menyarankan dengan mata berkilat.

“Lo pintar,” Sindi memuji, lalu jemarinya mulai berselancar di dunia maya. Dalam hitungan menit, foto-foto itu terunggah, caption menodai moral dan niat baik Cantika tanpa ampun.

Ting... notifikasi terkirim.

Mereka berdua tertawa kecil, puas menunggu badai gosip yang akan datang.

“Kita tunggu aja, nanti si gembel itu pasti kena juga, diskors, atau dikeluarin,” Sindi tertawa sinis, matanya menyimpan kebencian yang dingin.

Di balik tawa mereka, club tetap bergemuruh; namun di sudut lain, Cantika tak tahu bahwa malamnya baru saja menjadi medan yang berbahaya.

1
menderita karena kmu
Ceritanya seru banget, jangan biarkan aku dilema menanti update 😭
evi evi: haha,,, siap kakak😀🤗
total 1 replies
Rukawasfound
Ceritanya keren, teruslah menulis thor!
evi evi: Terimakasih sudah mampir di cerita ku kk🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!