NovelToon NovelToon
Wanita Milik Bos Mafia

Wanita Milik Bos Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Mafia / Nikah Kontrak / Persaingan Mafia / Dark Romance
Popularitas:875
Nilai: 5
Nama Author: Muhamad Julianto

Rika, mahasiswi sederhana, terpaksa menikahi Rayga, pewaris mafia, untuk menyelamatkan keluarganya dari utang dan biaya operasi kakeknya. Pernikahan kontrak mereka memiliki syarat: jika Rika bisa bertahan 30 hari tanpa jatuh cinta, kontrak akan batal dan keluarganya bebas. Rayga yang dingin dan misterius memberlakukan aturan ketat, tetapi kedekatan mereka memicu kejadian tak terduga. Perlahan, Rika mempertanyakan apakah cinta bisa dihindari—atau justru berkembang diam-diam di antara batas aturan mereka. Konflik batin dan ketegangan romantis pun tak terelakkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhamad Julianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 21

Di Kamar yang tenang, terdengar lenguhan suara dari seseorang yang sedang tidur.

Rika menggeliat diatas kasur seperti sedang meregangkan otot ototnya yang kaku. Ia melirik pada jam yang terpasang didinding, seketika itu pula ia sempat terkejut.

"Sudah jam 11 malam, apa aku tidur se—nyenyak itu ya" gumamnya.

"Dimana Rayga? Apa dia sudah pulang?" Pikiran ku kembali dan langsung membuat ku menggelengkan kepala, kenapa kamu peduli? Dia bukan siapa-siapa buatmu.

Rika menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang dan menghela napas panjang, menyisir rambutnya dengan jari. Ia mengerang kesal saat jarinya malah tersangkut di helaian ikal yang kusut.

"Kenapa aku begitu khawatir padanya? Kenapa aku peduli kalau dia belum pulang? Kenapa aku mondar-mandir tengah malam begini gara-gara dia?"

Ia menggeleng keras dan berdiri.

"Sepertinya aku mulai gila."

Itu satu-satunya alasan yang masuk akal sekarang. Ia tidak ingin memikirkan alasan lain.

Ia pun beranjak ke dapur untuk mengambil beberapa cemilan atau apapun yang mungkin bisa menghindari pikiran nya ini, namun langkahnya terhenti tiba-tiba saat mendengar suara pintu dibanting dari arah kamar yang tak jauh dari kamar nya, bahkan terdengar suara langkah kaki yang samar. Rika berjalan pelan ke arah pintu kamarnya dan tersentak saat ada yang mengetuk.

Mungkin itu Rayga atau mungkin Bibi Ranti.

Rika menepis pikiran itu dan buru-buru membuka pintu, walau hatinya berdebar dan suara batinnya terus meneriakkan: “Apa yang kamu lakukan?”

Dan Rika cukup terkejut saat melihat seseorang yang ada didepannya.

"Bibi Ranti? Sedang apa, Bi?" tanya Rika, membuka pintu dan melangkah keluar.

"Maaf ganggu, Nyonya. Tapi ini tentang Tuan Rayga... Dia mabuk berat."

Rika menutup matanya dan mengembuskan napas yang bahkan tidak ia sadari sedang ia tahan.

"Ok ,dia ternyata sudah pulang" batin Rika.

"Tapi tadi Rika dengar ,ada suara gaduh di area sini. Apa bibi tau?". Tanya Rika.

"Ahhh, itu tadi saat bibi membopong tuan muda dari pintu samping, tuan muda nya sedikit menggerakkan badannya yang membuat bibi kesulitan membawa tubuh tuan muda yang berat. Hingga saat didepan pintu, ia tidak sengaja mendorong pintu kamar dengan kencang. Bibi juga sampe kaget tapi bibi buru buru membawa tubuh tuan muda ke atas kasur walau tubuhnya masih bergerak-gerak ". Kata bibi dengan nada lirih.

Sedangkan Rika sedikit tercengang saat tau kalo bibi membopong tubuh Rayga yang sebesar gajah itu sendirian ke kamar nya ? Apalagi kamar Rayga kan jauh." Pikir nya.

"Ouh begitu ya, Bi. Tapi emang tidak keberatan membawa tubuh dia yang berat itu sendiri tadi?" Tanya ku dengan nada khawatir.

"Ahh tentu tidak , Nyonya. Itu sudah menjadi tugas saya. Lagian di jam segini semua orang sudah pada tidur. Bibi tidak mau ada yang terganggu, lagipula Tuan muda memperlakukan bibi lebih dari pelayan lain, jadi bibi tidak akan keberatan jika membantu tuan muda di segala kondisi nya".

Aku mendengar itu hanya mengangguk, "Baiklah, Bibi sekarang sudah tengah malam. Lebih baik bibi masuk ke kamar bibi saja dan beristirahat. Nanti urusan Rayga biar Rika saja yang mengawasi nya Bi" ucap ku.

"Iya Nyonya, kalo begitu Bibi pergi dulu. Tolong awasi tuan muda ya Nyonya!" Ucap nya sambil menunduk dan Rika hanya tersenyum.

Setelah Bibi Ranti mengatakan itu, dia langsung pergi ke lantai bawah dimana beberapa kamar pelayan berada disana.

Di dalam hatinya, Rika mendesah—Rayga benar-benar senang membuat orang khawatir. Bayangkan saja, karena perbuatan nya, Bibi Ranti sampai repot repot membawa tubuhnya sendirian di tengah malam begini.

Dalam hati ,Rika sebenarnya tidak terlalu peduli dengan keadaan Rayga saat ini dikamar nya. Itu resikonya ketika dia mabuk.

"Dari pada aku memikirkan dia. Lebih baik aku ke dapur membawa cemilan lalu aku kerjakan makalahku, toh sekarang aku sudah benar-benar melek dan lebih fresh."

Rika masuk kamar sambil membawa sebuah cemilan kecil dan susu kotak yang kemudian ia letakkan di nakas. Lalu ia membuka lemari, mengambil bukunya, lalu duduk di kursi dekat nakas. Ia berdoa dalam hati agar bisa fokus. Dan untuk beberapa menit, pikirannya memang kembali terpusat.

Ia membalik halaman dengan senyum kecil. Setidaknya malam ini ia bisa menyelesaikan sesuatu.

****

Namun seolah semesta mendengar pikirannya, suara gedebuk keras terdengar dari luar kamar.

Rika langsung menoleh tajam ke arah pintu.

"Apa lagi sekarang?" desisnya, kesal.

"Kenapa sih aku nggak bisa tenang sedikit aja untuk belajar?"

Rayga!

Jantung Rika berdetak kencang saat ia teringat kondisi Rayga yang sedang mabuk berat. Ia memang berjanji ke Bibi Ranti akan menjaganya… tapi bukannya benar-benar berniat.

Ia memejamkan mata, berusaha menenangkan diri.

"Kenapa aku harus peduli sih? Kalau dia jatuh atau kepalanya terbentur… itu resiko dia. Bukan tanggung jawabku!"

Lalu terdengar suara benturan kembali—kali ini lebih keras, disusul bunyi barang jatuh beradu lantai. Rika memucat.

“Kayak ada yang roboh…” pikirnya ngeri.

Dengan cepat ia menyeberangi lorong menuju kamar Rayga. Pintu kamar itu terbuka setengah—Bibi Ranti rupanya tidak sempat menguncinya. Rika mendorongnya perlahan.

Apa yang dilihatnya membuat napasnya tercekat: Rayga tergeletak setengah di lantai, setengah di atas karpet, selimut tergulung di kakinya. Di sampingnya, lampu meja miring, hampir jatuh. Rayga merintih, berusaha bangkit, tapi tubuhnya limbung. Bahkan beberapa barang dikamar itu ada yang terjatuh, apa Rayga sempat memberontak saat dibawa bibi Ranti ya?.' pikir Rika tapi segera terdistraksi akibat melihat pemandangan didepannya.

“Rayga!” Rika mendekat, berlutut. Ia menepuk lembut pipi pria itu. “Hei, sadar… ayo bangun.”

Rayga menatapnya samar—mata merah, napas campur bau alkohol. Tiba-tiba ia mengerang dan berusaha bangkit, namun gagal dan malah menyenggol Rika hingga gadis itu ikut terdorong ke samping.

“Air…,” gumamnya parau.

Rika bergegas ke kamarnya karena ia sempat membawa air juga dari dapur, setelah mengambil air, Rika kembali, lalu membantu menegakkan tubuh Rayga. Saat air menyentuh bibirnya, Rayga meneguk rakus—sebagian tumpah membasahi dada telanjangnya.

“Pelan-pelan,” bisik Rika.

Begitu gelas kosong, Rayga terbatuk dan—tanpa peringatan—menarik Rika ke pelukannya. Tubuhnya berat, lengannya panas menjerat pinggang Rika. Gadis itu terkejut, berusaha melepaskan diri.

“Rayga, lepaskan—”

Alih-alih lepas, Rayga justru menjatuhkan diri kembali ke kasur, menarik Rika bersama-sama. Keduanya terhempas, Rika terperangkap di bawah selimut tebal. Rayga bergumam tak jelas, masih setengah sadar, namun genggamannya tidak kendur. Ia memeluk Rika seperti bantal hidup, wajahnya tenggelam di lekuk leher gadis itu.

Rika berniat bangkit, tapi usaha itu sia-sia. Ia mencoba menyelinap keluar, Rayga malah mengeratkan pelukan—seperti refleks. Nafasnya berat, tapi perlahan stabil; tanda pria itu kini benar-benar tertidur.

Rika menahan diri untuk tidak menjerit. Ia menggigit bibir—antara kesal, malu, dan khawatir. Beberapa kali ia mencoba menggeser tubuh, namun lengannya kian pegal. Pada akhirnya, kelelahan mengambil alih. Ia terbaring kaku, menatap langit-langit kamar gelap, hingga rasa kantuk pelan-pelan menyeretnya.

Besok pagi aku bakal keluar pelan-pelan, janjinya dalam hati. Tapi detik berikutnya, ia sudah terlelap—masih terkurung dalam dekapan Rayga.

******

Rika mengerang pelan dan menggulingkan tubuhnya ke samping sambil membuka mata. Tapi tubuhnya langsung membeku saat kakinya menyentuh sesuatu yang keras. Ia menoleh pelan, dan terkejut ketika mendapati dada telanjang Rayga tepat di sebelahnya. Bagian tubuh pria itu yang lain tersembunyi di balik selimut tebal.

Refleks, Rika langsung mengalihkan pandangannya dan mengembuskan napas berat saat jantungnya mulai berdegup kencang.

"Tidak… ini tidak mungkin. Ini tidak boleh terjadi. Aku… aku tidak melakukan hal itu lagi kan?" Pikir Rika untuk mengingat apa yang terjadi saat ia baru saja terlelap tadi malam tapi ketika memikirkan itu kepalanya malah pusing.

Tangannya terangkat ke dada, seolah mencoba menenangkan degup jantungnya yang liar. Tapi ia malah makin terpekik pelan saat menyadari bahwa… kaus yang semalam ia kenakan sudah menghilang.

Ia yakin betul semalam dirinya masih memakai kaus sebelum keluar kamar. Ia tidak mungkin sebegitu paniknya karena khawatir pada Rayga sampai-sampai lupa memakai baju.

Lalu... ke mana bajunya? Apa mungkin aku telah melakukan lagi tapi kenapa aku lupa " gumam Rika dengan frustasi.

Dengan cepat ia bangkit berdiri tapi tubuhnya langsung ngilu 'Auww' pekik Rika sambil memegang pinggul nya—bersyukur rintihan nya tidak membuat Rayga terbangun karena dia masih tertidur pulas—dan Rika mulai menelusuri kamar mencari bajunya dengan langkah tertatih.

"Tidak boleh ada yang lihat aku di sini. Sama sekali tidak boleh! Walau kita sudah menikah tapi aku tak sudi tidur dengan laki-laki seperti nya." Gumam Rika

Ia menggerutu saat dadanya menyentuh lantai dingin, membuatnya merinding. Ia pun memeluk dirinya sendiri, menggosok ujung jarinya pada bagian dadanya yang kaku karena dingin.

Berjongkok, Rika mencoba melihat ke kolong tempat tidur, tapi tak menemukan apa pun. Ia menggertakkan gigi.

"Ke mana sih bajuku?!" pikirnya panik. Ingatannya tentang kejadian semalam sedikit kabur. Yang ia ingat hanya potongan-potongan kecil dari peristiwa yang terjadi.

Ia masih ingat bagaimana dirinya berlari dari kamar menuju kamar Rayga hanya untuk memastikan pria itu baik-baik saja.

Karena mendengar suara benda jatuh dari dalam kamar Rayga.

Ingat bagaimana jantungnya seakan berhenti berdetak, ia hanya takut orang orang mansion akan menyalahkan nya karena tidak bisa diberi amanah untuk menjaga Rayga. Beruntung pintu kamar Rayga tidak sempat dikunci , jadi ia bisa langsung masuk.

Ia bahkan sempat menahan tangis, mengabaikan perasaan takut yang perlahan merayapi dirinya.

Dan saat pintu terbuka , beberapa benda didalam sudah berada dilantai termasuk Rayga.

Napas Rayga tercium bau alkohol dan asap rokok juga. Ia seperti baru saja menghabiskan sebatang rokok—tapi Rika tidak sempat bertanya.

Karena Rayga mengerang meminta air.

Jika saja aku tau akan berakhir tidur disamping Rayga, ia akan membiarkan Rayga dehidrasi saja waktu itu, ya walaupun mungkin besok nya ia akan disalahkan oleh penghuni mansion lain.

Dan malam itu, Rayga menarik dan mencium ku paksa walau aku berushaa memberontak tapi ia makin menjadi jadi tenaganya, ia dicium makin intens.

Belum pernah sebelumnya ia dicium seperti itu.

Belum pernah ada yang memperlakukannya sebrutal—dan sebingung itu.

Bahkan Ranza—Pacarnya pun tidak. selalu lembut, selalu menahan diri. Ia selalu berkata bahwa kesabaran adalah sebuah kebajikan, dan dia akan menunggu sampai Rika benar-benar siap.

Itulah perbedaan mereka. Ranza adalah pria baik yang mengutamakan perasaan orang lain bahkan Rika sampai merasa bersalah karena meminta Ranza tidak cemburu atas apa yang terjadi.

Sementara Rayga… adalah pria egois yang hanya mengikuti kehendaknya sendiri. Dalam segalanya, dia harus jadi yang pertama.

"Bagaimana kalau Ranza tahu... aku membiarkan Rayga menyentuhku seperti ini?" pikir Rika, hatinya sesak.

Ia tahu Ranza pasti akan kecewa. Karena seharusnya… seharusnya yang ada di tempat itu adalah Ranza, bukan Rayga. Ia juga belum bilang ke Ranza bahaw ia telah melakukan hal itu beberapa kali dan itupun paksaan dari Rayga.

***

Ia menghela napas lega saat akhirnya menemukan kausnya tersembunyi di balik selimut. Dengan cepat ia mengenakannya dan bersiap untuk pergi dari kamar itu secepat mungkin.

Sebelum melangkah pergi, ia sempat menatap tubuh Rayga sekali lagi. Dada bidangnya, otot-otot yang tegang… dan wajah damainya saat tertidur. Wajah itu jauh berbeda dari sikap Rayga saat sadar.

Tiba-tiba terdengar suara pintu tertutup dari suatu tempat di dalam mansion. Rika langsung tersentak—suara itu membangunkannya dari lamunannya dan mengingatkan akan situasinya.

"Aku harus pergi sebelum ada yang lihat!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!