Riris Ayumi Putri seorang gadis yang haus akan kasih sayang dan cinta dari keluarganya. Dan sialnya ia malah jatuh cinta pada kakak temannya sendiri yang umurnya terpaut jauh dengannya. Bukanya balasan cinta, justru malah luka yang selalu ia dapat.
Alkantara Adinata, malah mencintai wanita lain dan akan menikah. Ketika Riris ingin menyerah mengejarnya tiba-tiba Aira, adik dari Alkan menyuruhnya untuk menjadi pengantin pengganti kakaknya karena suatu hal. Riris pun akhirnya menikah dengan pria yang di cintainya dengan terpaksa. Ia pikir pernikahannya akan membawa kebahagiaan dengan saling mencintai. Nyatanya malah luka yang kembali ia dapat.
Orang selalu bilang cinta itu membuat bahagia. Namun, mengapa ia tidak bisa merasakannya? Apa sebenarnya cinta itu? Apakah cinta memiliki bentuk, aroma, atau warna? Ataukah cinta hanya perasaan yang sulit di jelaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon risma ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15
Hari kian berlalu, Riris sudah pulang dari rumah sakit. Semenjak kejadian waktu itu, ia tidak pernah bertemu dengan suaminya lagi. Suaminya benar-benar tidak perduli padanya. Alkan jarang pulang ke rumah entah kemana. Membuat Riris khawatir dan terus di hantui rasa bersalah.
Saat ini Riris sedang berada di kamar suaminya. Pertama kalinya dengan berani ia masuk ke dalam kamar Alkan. Ia menatap sekelilingnya dan pandangannya tertuju pada nakas.
Terlihat foto mesra suaminya bersama dengan Dara. Dadanya sangat sesak merasa cemburu. Seharusnya foto pernikahan mereka yang di pajang, bukan wanita lain.
Tidak ingin melihat itu, ia kembali mengedarkan pandangannya dan tertuju pada sebuah gitar yang menggantung di dinding. Apakah suaminya suka bermain gitar?Senyumannya mengembang tipis saat mengingat seseorang.
'Abang juga dulu suka main gitar dan bernyanyi untukku.'
Tangannya dengan perlahan menyentuh gitar tersebut. Keningnya berkerut saat melihat sebuah tulisan kecil di depannya. Bukan nama suaminya yang tertulis.
"Ray?" guman nya bingung.
Riris terus memperhatikan gitar tersebut dan sesekali menyentuhnya. Rasanya seperti tidak asing. Dan nama itu hampir sama dengan seseorang yang di sayang nya. Ah mungkin hanya kebetulan saja.
"Jangan pernah sentuh barang-barang milik gue!" Riris terlonjak kaget saat mendengar suara tegas suaminya.
Terlihat Alkan yang berjalan menghampirinya dengan wajah datar. Rambut acak-acakan, baju kusut dan matanya memerah seperti kurang tidur.
"Mas, akhirnya kamu pulang. Kamu kemana aja? Kamu baik-baik aja kan?" tanya Riris khawatir.
Gadis itu berniat memegang tangan suaminya. Namun, dengan cepat Alkan menepisnya kasar.
"Jangan urus hidup gue! Kita menikah juga karena terpaksa!" bentaknya membuat Riris hanya menunduk.
"Mas masih marah soal kemarin? Riris minta maaf, Riris ga sengaja lakuin itu."
"Salah Lo itu banyak, sampai kapanpun gue gak bakal maafin Lo!" Alkan berjalan mendekati istrinya dengan tatapan sulit di artikan.
Riris yang melihat tatapan sengit suaminya merasa sangat takut. Ia mundur ke belakang dengan ketakutan. Takut suaminya akan menyiksanya.
Alkan terus memojokkannya hingga ter pentok di tembok. Tangannya terangkat membuat istrinya sontak langsung memejamkan matanya, bayangan masa lalu yang kelam kembali muncul di benaknya.
"Ampun Pah, jangan sakiti Riris ... Riris gak salah. Riris gak bunuh Abang Ray ..." lirihnya pelan.
Alkan mengerutkan keningnya bingung. Gadis itu terlihat sangat ketakutan, dan siapa Ray? Nama itu seperti tidak asing.
"Lo kenapa?" tanya Alkan.
Riris perlahan membuka matanya dengan tubuh yang sudah bergetar ketakutan. Ia menatap suaminya yang sedang memepetkan nya dengan satu tangan menyentuh tembok di belakangnya.
Posisi mereka sangat dekat, membuat gadis itu semakin kesulitan untuk bernafas. Apalagi ia mencium bau alkohol yang menyengat di tubuh suaminya. Pria itu mabuk? Mengapa ia melakukannya? Ini bukan seperti Alkan yang Riris kenal. Mengapa pria itu berubah drastis.
"Lo ngapain di kamar gue?!" tanya Alkan dengan menekan kata-katanya.
"R-riris mau beresin kamar Mas," jawabnya takut melihat tatapan tajam suaminya.
"Jangan pernah Lo masuk ke kamar gue tanpa izin dari gue!" bentaknya di depan muka.
"Sekarang Lo pergi dari sini!!" teriaknya sambil mendorong gadis itu keluar.
"Ahk!"
Tidak ingin pria itu semakin marah. Riris memilih pergi meninggalkannya, membiarkannya sedikit tenang.
Alkan memijit pelipisnya karena merasa pusing, mungkin efek dari alkohol. Ia menyenderkan punggungnya di tembok. Pandangannya mengedar, lalu berhenti pada sebuah gitar yang tadi sempat di pegang oleh istrinya.
"Ray, gue kangen. Sorry gue gabisa jagain dia," ia meraih gitarnya dan menatap sebuah nama yang tertulis di sana.
"Sampai sekarang gue gak tau dia dimana. Gue gak pernah bertemu lagi setelah Lo pergi, gue lupa wajahnya. Mungkin sekarang dia sudah dewasa," monolognya.
Alkan duduk di pinggir ranjang sambil memainkan gitarnya. Ia bernyanyi sambil memejamkan matanya menikmati. Pikirannya menjadi lebih tenang melakukan itu. Alunan lagu dengan di iringi petikan gitar terdengar sangat merdu.
"Gue harap dia bahagia di luar sana," guman nya sambil tersenyum tipis.
Sedangkan di luar kamar. Setelah di usir oleh suaminya, Riris tidak langsung pergi. Ia masih mencoba menenangkan dirinya sambil menyenderkan tubuhnya di depan kamar Alkan.
Dan tidak sengaja ia mendengar suaminya bernyanyi sambil bermain gitar. Suaranya sangat merdu dan menenangkan. Riris tidak menyangka pria itu jago nyanyi.
Hari terus berlalu, hubungan mereka masih sama tidak ada kemajuan. Walau sekeras apapun Riris mencoba mengambil hati suaminya, pria itu tetap cuek dan tidak perduli padanya. Berangkat pagi dan pulang larut malam.
Riris yang bosan di rumah memilih untuk bekerja di sebuah cafe. Lagian uang tabungannya sudah menipis dan Alkan jarang memberinya uang.
Kini di sebuah cafe tempatnya bekerja. Riris sedang fokus melakukan pekerjaannya dengan semangat. Ia berjalan menuju sebuah meja berniat mengantarkan pesanan.
"Mama, Papa?"
Riris tersenyum saat tahu ternyata itu adalah orang tuanya. Namun, senyumannya memudar saat seorang gadis seumurannya memanggil mereka dengan panggilan yang sama sepertinya.
"Ma, Pa, dia siapa?" tanya gadis yang bersama orang tuanya.
"Kita tidak kenal, abaikan saja. Dia hanya seorang pelayan," jawab Mama nya yang membuat Riris terdiam.
Dadanya sangat sesak melihat orang tuanya yang sudah tidak perduli padanya. Dan siapa gadis itu? Mengapa dia memanggil orang tuanya dengan panggilan Mama Papa. Bukannya mereka hanya punya anak gadis satu-satunya.
Riris masih memperhatikan orang tuanya yang sedang memanjakan gadis itu. Hatinya benar-benar sakit, selama ini mereka tidak pernah memperdulikannya. Mengapa pada orang lain bisa semanis itu?
"Ngapain masih di sini? Sana kerja yang benar!" ucap Mamanya dengan sinis.
Riris menatap Mamanya tidak percaya. Tidak ingin semakin sakit hati, ia berlalu pergi meninggalkan mereka dengan mata sudah berkaca-kaca.
Sore hari di sebuah pemakaman. Seorang gadis sedang menangis tersedu-sedu sambil memeluk makam seseorang.
"Kata Abang mama papa sayang sama Yumi. Tapi kenapa mereka tega buang Yumi hiks," isaknya sambil mengelus batu nisan abangnya.
Sudah lumayan lama ia berkeluh kesah di makam orang yang sangat di sayangnya. Akhirnya ia pun memilih pergi karena waktu sudah semakin sore.
Tidak lama setelah kepergiannya. Seorang pria berjalan menuju ke makam yang barusan gadis itu datangi. Ia mengerutkan keningnya saat melihat taburan bunga segar di atasnya. Apakah ada yang baru mengunjunginya? Apa itu gadis yang selama ini ia cari?
"Hi, apa kabar? Sorry baru mampir."
"Akhir-akhir ini Lo sering datang ke mimpi gue hanya mengatakan kecewa dan terluka. Apa dia terluka dan Lo minta gue untuk melindunginya?"
"Gue janji bakal cari dia dan melindunginya sampai dia bisa menemukan kebahagiaannya sendiri."
"Btw gue udah nikah loh. Tapi bukan dengan orang yang gue cintai. Gue gak suka pernikahan ini, dia dengan sengaja hancurin hidup gue. Dan gue juga bakal balas hancurin hidupnya. Apa Lo marah gue jadi jahat seperti ini?" tiba-tiba angin berhembus dengan kencang menerpa wajah tampannya.
"Dulu Lo selalu bilang sama gue, jangan diam saja atau mereka akan terus menginjak Lo. Sekarang gue gamau terus diam, gue gamau terus di injak. Gue juga butuh kebahagiaan."
baru pub chap 6 penulisan makin bagus, aku suka>< pertahankan! cemangattttt🫶