Ini kisah tentang istri yang tidak dianggap oleh suaminya. Namanya Nadia. Ia bisa menikah dengan suaminya karena paksaan dari Nadia sendiri, dan Nufus menerimanya karena terpaksa.
Ada suatu hari dimana Nadia berubah tak lagi mencintai suaminya. Dia ingin bercerai, tetapi malah sulit karena Nufus, sang suami, malah berbalik penasaran kepada Nadia.
Dan saat cinta itu hilang sepenuhnya untuk Nufus karena Nadia yang sekarang bukanlah Nadia sesungguhnya, justru ia bertemu dengan cinta sejatinya. Cinta yang diawali dengan seringnya Nadia cari gara-gara dengan pria tersebut yang bernama Xadewa.
Lucunya, Xadewa adalah orang yang ditakuti Nufus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nadia Tahu Mertuanya
Meskipun rumahnya megah, Xadewa memilih hanya menggunakan jasa kebersihan tanpa perlu ada ART yang tinggal di sana. Semua demi menjaga privasi dan mengurangi risiko adanya pembelot atau penyusup.
Nadia tidak mempermasalahkan rumah sebesar itu tanpa ART tinggal, asalkan bukan dia yang harus membereskan semuanya. Tentu saja Xadewa tidak akan membiarkannya. Baginya, Nadia harus diperlakukan layaknya ratu. Kalau pun harus mengurus sesuatu, itu hanya urusan yang berkaitan dengan Xadewa saja. Seperti makannya, kebutuhan pribadi, sampai urusan ehem-nya.
Hari ini mereka memutuskan untuk mengambil cuti dari segala aktivitas luar, menikmati hari-hari sebagai pasangan suami istri di rumah. Xadewa tak henti-hentinya usil. Mulai dari melarang Nadia memakai baju, sampai terus mengekori istrinya ke mana pun pergi. Sudah seperti bayangannya Nadia saja, dia tidak pernah jauh dari wanita itu.
Sampai akhirnya, saat sedang diikuti, Nadia tiba-tiba berbalik. Hampir saja mereka saling bertabrakan.
"Kamu sekarang hobi banget ngikutin aku ya, Bang?"
"Nggak, gua bukannya ngikutin. Gua lagi jagain lu."
"Jadi sekarang Bang Dewa hobinya jagain aku?"
"Jagain lu itu bukan hobi, tapi keharusan. Kaya nafas yang harus dilakukan setiap saat biar tetap hidup."
Nadia tersenyum lebar. Ternyata Xadewa bisa juga bicara manis. Selama ini dia pikir laki-laki itu cuma bisanya meledek.
"Nad, mancing yuk. Gua mulai bosen juga di rumah terus selama masa bulan madu ini."
"Ayo. Bentar ya mau mau siap dulu.
Nadia pergi bersiap-siap, meninggalkan Xadewa yang sedang menyusun rencana pancingan mereka. Tidak lama kemudian, bel rumah berbunyi. Xadewa mengernyit heran. Siapa yang datang ke rumah ini selain anak buahnya? Kalau pun anak buahnya, biasanya mereka akan menelepon lebih dulu.
Dengan sedikit curiga, Xadewa memeriksa keadaan luar. Begitu melihat siapa yang berdiri di depan pintu, matanya langsung membelalak kaget. Ternyata itu ibunya.
Sempat terlintas untuk tidak membukakan pintu, tapi Xadewa tahu persis bagaimana watak sang ibu. Kalau dibiarkan, bukan tidak mungkin pintu itu akan dijebol olehnya. Akhirnya dia buka pintu lalu menarik ibunya untuk berbicara di luar saja. Mumpung Nadia masih ada di dalam.
"Ma, ngapain ke sini? Tumben banget nyambangin rumah Dewa."
Licy mendengus kasar. "Nggak usah banyak basa-basi. Mama dengar kamu udah nikah?"
"Iya."
Plak!
Sebuah kipas tangan menghantam kepala Xadewa. Licy melotot penuh emosi.
"Bagus! Nikah nggak ngajak orang tua. Emangnya kamu hidup sendirian, ha?! Dengar ya, Dewa, kamu itu masih punya Mama dan Papa! Itu pun kalau kamu masih nganggep kami! Sekarang, mana istrimu? Mama mau lihat!"
"Jangan sekarang, Ma. Dewa janji bakal bawa dia ke rumah Mama dan Papa, nanti."
Namun bukannya tenang, Licy malah mendorong sekuat tenaga dada anaknya sampai Xadewa terhuyung dan hampir jatuh. Gaya Licy benar-benar seperti emak-emak lincah dengan tenaga luar biasa.
Baru beberapa langkah masuk rumah, Licy langsung berpapasan dengan Nadia yang sudah rapi sambil memegangi alat pancing.
"Loh, ibu..."Nadia terkejut. Wajah wanita itu terasa familiar. Ah, iya. Ini ibu-ibu yang dulu memuji keberaniannya saat ia bertengkar mulut dengan orang lain.
"Hai, ternyata kamu, si manis. Dunia ini sempit, ya. Ternyata yang kemarin-kemarin aku kagumi, sekarang malah jadi menantuku sendiri."
Menantu? Nadia bergumam dalam hati. Sementara Xadewa hanya bisa memijat pelipisnya, laki-laki itu gusar.
"Jadi, Ibu adalah ibunya Bang Dewa?" tanya Nadia.
"Betul sekali. Dan anak ini keterlaluan sekali tidak mau mengenalkan ibunya sendiri. Eh, kamu mau pergi mancing, ya?" Licy memicingkan mata ke arah alat pancing di tangan Nadia.
"Hehe, iya, Ma. Tadinya kami memang mau menghabiskan waktu hari ini dengan mancing. Tapi karena Mama mertua datang, sepertinya ditunda dulu. Silakan duduk, Ma. Biar Nadia buatin minum dulu, ya."
"Aih, Mama malah mengganggu kalian, ya? Tidak usah repot-repot menjamu Mama. Anggap saja Mama di rumah sendiri. Kalau kalian memang ada rencana, pergilah. Mama mau istirahat sebentar."
"Tapi Ma, rasanya nggak etis kalau kami ninggalin orang tua yang lagi main ke rumah anaknya. Nadia tetap mau bikinin Mama minum, ya."
“Tidak usah, Manis. Pergilah. Mama tidak apa-apa, sungguh."
Xadewa kali ini angkat bicara, "Di rumah ini nggak ada ART yang tinggal, Ma. Jadi sebaiknya kami batalkan saja rencananya, dan tetap di rumah." Licy akhirnya terdiam dengan kegigihan dua orang di hadapannya.
Nadia tersenyum tipis, lalu beranjak ke dapur.
Sementara itu, Xadewa duduk di samping Licy. Ia mencondongkan tubuh sedikit dan bertanya pelan, "Sebenarnya Mama ke sini nyari apa?"
"Nyari lelaku yang masuk ke sistem kita. Apa itu kamu? Tapi Mama rasa tidak mungkin, kamu kan punya akses penuh."
"Ya jelas bukan Dewa, Ma. Masa aku sendiri yang ngacak-ngacak?"
"Memang Mama tahu itu. Tapi titik lokasinya dekat-dekat sini, Dewa. Bukan tepat di rumahmu, tapi tidak jauh juga dari sini. Jangan anggap remeh, ini serius. Papa dan Mama bahkan mempertimbangkan buat meninggalkan rumah untuk sementara waktu."
Wajah Xadewa menegang. "Emang separah itu, Ma?"
"Kau sendiri tidak tahu apa-apa. Susah banget dihubungi orang tuanya," Licy mendengus kesal. "Bahkan Nufus, anak haram Papamu itu sekarang ada di rumah kita. Pasti kamu tahu tahu, kan? Cih!"
"Nufus? Di rumah kita? Kenapa bisa?"
Licy memutar bola matanya malas. "Itu semua gara-gara kamu. Kamu yang terus-terusan manjain dia dan lindungin dia dari Mama. Sekarang lihat hasilnya, dia ambil posisimu, bahkan tidur di kamarmu."
Sementara Xadewa masih mencerna pembicaraan barusan, dari arah dapur Nadia muncul membawa nampan berisi minuman. Langkahnya sempat terhenti ketika tanpa sengaja mendengar potongan percakapan mereka. Meski suaranya tidak begitu jelas, telinganya sempat menangkap satu nama yang membuatnya heran, yaitu Nufus.
Apa hubungan mereka dengan Nufus? pikir Nadia. Ia sengaja mengendap-endap demi mencuri informasi lebih banyak, namun suara Licy dan Xadewa terlalu pelan. Merasa tidak banyak membantu mengendap seperti ini, Nadia segera menguasai diri lalu berjalan kembali dengan langkah setenang mungkin seolah tidak terjadi apa-apa.
Begitu sampai dan menghidangkan minuman, Nadia masih bisa melihat ekspresi Xadewa yang terlihat tegang, seperti pikirannya melayang entah ke mana.
Ia lalu duduk di dekat mereka, membaur dalam suasana yang terasa agak canggung. Baru saja hendak membuka percakapan ringan, pandangan Nadia bersirobok pada sebuah cincin yang melingkar di jari Licy. Ia pernah melihat lambang yang terukir di sana yang merupakan simbol keluarga Angin Sujiwo.
"Mama Licyardi?" ucap Nadia.
Xadewa langsung menoleh ke Nadia, wajahnya berubah cemas.
"Iya. Kamu tahu nama Mama?"
“Hehe, iya, Ma. Bang Dewa pernah cerita sedikit tentang Mama dan Papa. Tapi ya...mungkin dia belum siap aja mempertemukan aku dengan Mama dan Papa." Nadia tersenyum lepas.
Padahal aslinya Nadia merinding sebadan-badan, begitu tahu mama mertuanya ternyata benar adalah Nyonya Licyardi.
.
.
Bersambung.
"Kamu salah orang... salah orang.. kamu salah orang...
lah gw jadi nyanyi /Facepalm/
tpi ini beda,,,
Kekurangan seseorang dijadikan bahan ledekan
kalo aku ngrasa plotnya ngebut sih di cerita ini
namanya Xander bukan
Jika Xadewa jadi seorang ayah, Nufus malah diakui oleh sang ayah
Tapi, Nufus pantas dihargai