NovelToon NovelToon
Suami Dan Anak Ku Bukan Untuk Ku

Suami Dan Anak Ku Bukan Untuk Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Persahabatan / Cinta Murni / Dijodohkan Orang Tua / Teman lama bertemu kembali / Pernikahan rahasia
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Vismimood_

Menjadi Istri kedua atau menjadi madu dari Istri pertama sudah pasti bukan sebuah mimpi dan harapan, bahkan mungkin semua wanita menghindari pernikahan semacam itu.
Sama halnya dengan Claire yang sudah menyusun mimpi indah untuk sepanjang hidupnya, menikah dengan suami idaman dan menjadi satu-satunya Istri yang paling cintai.
Namun mimpi indah itu harus kandas karena hutang Papanya, uang miliaran yang harus didapatkan dalam dua bulan telah menjadi kan Claire korban.
Claire akhirnya menikah dengan pengusaha yang berhasil menjamin kebangkitan perusahaan papanya, Claire dinikahi hanya untuk diminta melahirkan keturunan pengusaha itu.
Segala pertentangan terus terjadi di dalam pernikahan mereka, Claire yang keras menolak hamil sedangkan jelas tujuan pernikahan mereka untuk keturunan.
Kisah yang sedikit rumit antara satu suami dan dua istri ini dialami Claire, Brian, dan Tania. Akan seperti apa akhirnya pernikahan itu, jika keturunan tak kunjung hadir.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vismimood_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Harus Sama-sama

Jihan dan Bima mendatangi kediaman Brian pagi ini, keduanya mengaku merindukan Giska setelah sempat ke Apartemen namun Giska tidak ada. Sebenarnya mereka tidak enak dengan Claire, tapi biarkan saja lagi pula mereka harus bisa memperbaiki hubungan mereka juga.

Langkah keduanya terhenti ketika melihat Giska yang justru mengendap menuruni tangga, mereka menebak jika Giska sedang bermain dengan Claire. Jihan ikut mengendap dan langsung menangkap tubuh Giska, Jihan membungkam mulut mungil itu yang spontan menjerit saat Jihan mengangkatnya.

"Oma." Ucap Giska ditengah rasa kagetnya.

"Hai, lagi main petak umpet ya."

"Tidak."

"Lalu, kenapa kamu jalannya seperti itu?"

Giska tampak berpikir terlebih dahulu untuk memberi jawaban atas pertanyaan Jihan, melihat ekspresi Giska yang menggemaskan membuat Bima seketika mencubit kedua pipi chubby itu. Bima mengambil alih tubuh Giska dari Jihan, bocah enam tahun itu sangat menggemaskan dan selalu membuat Bima merindukannya.

"Mana Tante kok gak cari kamu?"

"Sut!"

"Kenapa?"

"Jangan berisik ya nanti mereka bangun, kalau bangun nanti berantem lagi."

Bima dan Jihan saling lirik apa yang dimaksud Giska adalah Claire dan Brian, jadi sampai saat ini mereka tetap saja tidak bisa akur. Jihan tersenyum pilu mengingat kelakuan bodohnya itu, jika itu tidak terjadi mungkin sekarang keadaan Brian dan Claire sudah lebih baik.

Bima menarik tangan Jihan yang hanya diam saja ketika diajak naik, mereka harus memastikan apa yang sedang terjadi sampai membuat Giska berkata seperti itu. Giska menahan Bima yang hendak membuka pintu kamar Claire, wajah Giska berubah sendu seperti merasa khawatir.

"Aman." Bisik Bima yang akhirnya membuka pintu itu perlahan.

Betapa terkejut mereka melihat Brian dan Claire di ranjang sana, mereka masih sama-sama terlelap dalam balutan selimut tebalnya. Namun ada pemandangan yang sedikit manis, dimana Claire yang dengan nyamannya memeluk Brian.

"Apa mereka sudah sedekat itu?" Tanya Bima.

"Sut, sudah ayo tutup lagi." Sahut Jihan yang kembali menutup pintu.

"Ayo pergi, biarkan saja."

Mereka kembali turun dan memilih kegiatan masing-masing, Jihan memilih memasak untuk sarapan mereka sedangkan Bima memilih bermain dengan Giska. Saat ini Giska memang belum mandi, biarkan saja biar nanti Claire yang urus sama seperti biasanya.

"Opah, aku mau beli jajanan di depan sana."

"Jajanan apa, kamu gak boleh jajan sembarangan."

"Tante kedua selalu ajak aku ke sana, ayo Opah!"

"Ya sudah, ayo."

Giska tersenyum lebar, tentu ia senang jika keinginannya dipenuhi tanpa harus memohon. Giska membawa Bima ke pedagang pinggir jalan di sana, ada gerobak warna hijau yang menjual kue mini karakter.

"Halo Giska, akhirnya datang juga." Sapa pedangan itu.

"Bapak, aku mau yang bentuk hati ya sama bunga."

"Oke."

Bima diam saja menyimak betapa akrab mereka berdua, kenapa Claire harus membawa Giska pada jajanan seperti ini. Apa Bagas dan Yunia tidak mengontrol anaknya sendiri, bagaimana kalau jajanannya tidak sehat untuk Giska.

Bima mengerjap ketika mendengar sorak senang dari Giska, ia melihat ada 10 kue dalam satu kota itu. Bima lantas membayarnya dan segera membawa Giska kembali, kedatangan mereka disambut oleh Jihan dan langsung bertanya apa yang dibawa Giska.

"Ini kue, enak loh Oma."

"Masa sih?"

"Coba saja, aku sama Tante kedua suka beli ini setiap pagi."

Jihan mengangguk seraya membuka kotaknya, bentuknya lucu juga warnanya yang memang indah. Jihan meraih salah satunya dan mulai mencicipi kuenya, jika dirasakan perlahan memang enak, tidak terlalu manis sepertinya memang cukup baik untuk dikonsumsi.

"Enak kan Oma?"

"Enak, kok kamu pintar sih pilih jajanannya."

"Ini pilihan Tante kedua, waktu Tante kedua gak mau masak jadi beli ini deh."

Lagi Bima dan Jihan saling lempar tatapan, Claire malas masak apa itu tabiatnya bermalas-malasan. Jihan menggeleng menepis pemikirannya, apa pun itu Jihan tidak boleh merusak mood Claire dan membuat wanita itu semakin membencinya.

Bima turut meminta kuenya dan akhirnya mereka menikmati kue itu sama-sama, seharusnya Bima percaya jika Claire tidak mungkin membuat Giska sakit, wanita itu pasti tahu bagaimana cara merawat anak kecil.

Di kamar sana Brian mulai tersadar dari tidur panjangnya, ia merasa keram ditangan kirinya sampai tidak bisa digerakan. Ketika matanya berhasil terbuka Brian sedikit terkejut dengan Claire yang memeluknya, rupanya keram di tangannya karena Claire tidur di tangan itu.

"Lalu siapa yang sebenarnya cari kesempatan?" Gumam Brian yang sejurus kemudian tersenyum.

Brian melihat wajah Claire dengan leluasa, bulu mata lentik itu nampak menambah indah wajah Claire. Tidak dipungkiri setelah malam gila itu Brian memang sedikit mengagumi Claire, Brian merasa Claire cukup menggoda dengan tubuh berisi dan juga wanginya yang khas.

"Dia bisa ngamuk." Gumamnya lagi dan perlahan mengangkat kepala Claire.

Dengan penuh kehati-hatian Brian menarik tangannya, sedikit sulit karena tangannya itu terasa sakit. Tapi ini tidak bisa lebih lama lagi, jika Claire sadar maka wanita itu akan salah paham.

"Em-" Lenguh Claire yang sedikit terusik.

Bukan bangun Claire justru semakin merangsek masuk ke dada Brian, entah kenyamanan apa yang didapatkannya disana sampai ia tidak mau bangun. Ingin sekali Brian menjitak kepala Claire sekarang, sudah jelas kan jika bersama Brian memang senyaman itu, dasar wanita munafik begitulah gerutu batin Brian.

Dengan masih berusaha Brian menjauhkan tubuh Claire darinya, pelukan itu diurai perlahan dan Brian juga berusaha untuk bangun. Ah ini lebih merepotkan dari pada melepaskan Giska semalam, Brian menghembuskan nafasnya lega ketika berhasil bebas dari pelukan Claire.

"Dasar wanita." ejek Brian pelan.

"Sebentar." Ucap Claire.

Brian sedikit terkejut mendengarnya, Claire sepertinya mengigau barusan karena matanya masih tetap terpejam, Brian sepertinya enggan pergi, hatinya meminta Brian untuk tetap diam menatap wajah tenang Claire.

"Kenapa dia begitu menjengkelkan ketika bangun, kenapa tidak bisa setenang ini ketika dia sadar. Dasar aneh."

Claire mengernyit, sepertinya telinga Claire berhasil mendengar ucapan Brian. Perlahan mata Claire terbuka dan mendapati Brian yang tengah menatapnya, sontak saja itu membuat Claire seketika duduk.

"Mau apa kamu?" Tanya Claire penuh curiga.

"Gak."

Claire mengerjap berulang kali, matanya terasa perih dan sulit terbuka. Semalaman Claire sulit tidur karena khawatir Brian akan berulah lagi, Claire baru tidur ketika menjelang pagi sehingga sekarang ia masih merasa ngantuk.

"Tidur lagi kalau masih ngantuk."

"Diam, jangan macam-macam ya!"

"Siapa yang macam-macam, gimana rasanya tidur dengan memeluk tubuh kekar ku?"

Kedua alis Claire terangkat mendengar pertanyaan Brian, apa maksudnya pertanyaan itu sangat menyeramkan. Brian tersenyum penuh arti, dengan sengaja Brian menjitak kening Claire agar membuatnya sadar sepenuhnya.

"Sakit." rengek Claire.

"Ih apaan, dipikir lucu merengek gitu?"

Claire hanya berdecak seraya mengusap rasa sakitnya, sejurus kemudian Claire melihat sekitar mencari keberadaan Giska. Claire melihat jam di dinding sana yang menunjukan pukul 8 pagi, bagus sekali Claire bangun kesiangan dan sekarang Giska sudah kabur.

"Giska." Panggil Claire asal.

Brian pun mendadak tersadar jika Giska tidak ada bahkan saat pertama ia bangun, kemana anak itu sekarang. Dengan kompak keduanya hendak turun hingga membuat kepela mereka beradu, kekompakan itu juga terlihat ketika mereka mengaduh bersamaan.

"Ih dasar bodoh!" Umpat Claire.

"Dasar ceroboh!"

"Diam!"

"Kamu yang diam, merepotkan saja."

Brian berlalu lebih dulu keluar kamar, Claire memukul kasurnya asal untuk menunjukan kekesalannya itu. Hingga akhirnya ia menyusul Brian untuk mencari Giska, kemana anak itu kenapa Claire sampai tidak sadar ketika Giska pergi.

"Giska, kamu dimana?" Teriak Claire.

Brian kembali setelah mengecek semua kamar dan tak menemukan Giska, kabar itu disampaikan pada Claire dan berhasil membuat Claire panik. Claire bergegas turun dibuntuti Brian, mereka kompak mencari keberadaan Giska karena bukan tidak mungkin jika Giska kabur untuk mencari orang tuanya.

"Giska, kemana dia ya ampun."

"Tenanglah, dia tidak akan berani pergi jauh."

"Berisik!"

Langkah Claire terhenti ketika melihat kotak yang biasa dipakai kue langganannya itu, pikiran Claire semakin kabur jika saja kemungkinan tukang kue itu menculik Giska. Dengan segera Claire berlari keluar dan mencari pedagang itu, malang pedagang itu sudah tak terlihat saat ini.

"Giska kamu kemana?" Gumam Claire yang semakin dilanda kepanikan.

"Tenang dulu, kita masih bisa cari ke tempat lain."

"Kamu diam bisa gak, berisik tahu mending cari Giska ngapain ngikutin aku terus?"

Brian diam ketika Claire berlalu meninggalkannya, dipikir cuma dia yang bisa marah-marah jelas saja Brian juga mampu membalasnya. Akhirnya mereka mencari Giska terpisah, rumah megah itu tentu saja menyulitkan mereka menemukan Giska.

"Giska, kamu dengar Tante. Kamu dimana Giska."

Lama kaki melangkah tak juga membuahkan hasil, baik Claire atau pun Brian sama-sama tak menemukan Giska. Brian menghampiri Claire yang mematung di taman belakang, disana tetap tak terlihat keberadaan Giska.

"Giska kemana, apa dia diculik?" Gumam Claire yang seketika jongkok dan menutup wajahnya.

Brian mengernyit ketika mendengar Claire yang justru terisak, kenapa harus menangis seperti itu. Brian turut jongkok dan menyentuh pundak Claire dengan hati-hati, sentuhan itu tak lantas membuat Claire emosi karena sekarang pikirannya sedang tak terarah.

"Bagas dan Yunia akan membunuh ku jika Giska hilang."

Brian menahan tawa mendengar kalimat itu, apa adik dan iparnya itu begitu menyeramkan sampai Claire berpikir demikian. Claire kembali melihat sekitar bukankah mereka selalu bermain di sana, seharusnya Giska ada sekarang.

"Giska, kamu harus jawab Tante."

"Kita akan menemukannya."

"Dia terlalu kecil untuk melawan orang jahat."

"Jaga pikiran mu, Giska pasti di sekitar sini. Gerbang itu tidak akan mampu dibukanya sendiri, Giska pasti sedang mengerjai mu sekarang."

Claire tak merespon ia justru fokus dengan tangisnya, kenapa Claire bodoh sekali sampai harus bangun kesiangan. Sekarang kemana Claire harus mencari Giska, Yunia pasti akan datang sebentar lagi untuk menemui putrinya.

Brian menghela nafasnya tenang, kenapa tangis Claire justru semakin dalam, sepertinya Claire berpikir terlalu jauh. Dengan sedikit ragu Brian merangkul Claire untuk sedikit menenangkannya, ini memang sedikit aneh karena Claire diam saja tanpa ada emosi.

"Tenanglah, kita akan temukan Giska. Jangan menangis seperti ini."

"Bagaimana kalau dia diculik, bagaimana kalau Giska disiksa, bagaimana kalau-"

Claire tak kuasa melanjutkan kalimatnya sendiri, Claire merasa takut dengan pikirannya sendiri saat ini. Claire menangis semakin jadi hingga tak perduli dengan Brian yang sudah memeluk tubuhnya, jika seperti ini lalu bagaimana mereka bisa mencari Giska.

"Tenang dulu, kamu tidak sendiri di sini." Ucap Brian seraya mengusap punggung Claire.

"Mas Brian."

Suara itu membuat Brian menoleh dan seketika menjauh dari Claire, pergerakan itu juga membuat Claire tersadar dan langsung bangkit. Tania menatap keduanya dengan tatapan yang sulit dimengerti, dengan kaki yang perlahan berjalan mendekat berhasil membuat Claire merasa bersalah.

"Mas, kalian-"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!