NovelToon NovelToon
Cinta Yang Dijual(Suami Bayaran) By Leo Nuna

Cinta Yang Dijual(Suami Bayaran) By Leo Nuna

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Beda Dunia / Wanita Karir
Popularitas:664
Nilai: 5
Nama Author: Leo.Nuna_

Prolog:
Claretta Fredelina Beryl adalah seorang wanita dewasa yang belum juga menikah di usianya yang ke 28 tahun.

Dan karena itu Letta sering kali di teror dengan pertanyaan "kapan nikah?" Bahkan keluarga besarnya sampai mengatur sebuah perjodohan dan kencan buta untuknya, tapi dengan tegas Letta menolaknya namun tetap saja keluarganya menjodoh-jodohkannya.

Tanpa keluarga Letta ketahui, sebenarnya Letta mencintai seorang pria namun sayangnya pria itu bukanlah pria yang berstatus lajang. Yah, Letta mencintai seorang pria yang sudah menjadi seorang suami. Meskipun Letta mencintai pria itu Letta tidak pernah memiliki niat untuk menjadi orang ketiga dalam hubungan pria itu.

Lalu bagaimana jika tiba-tiba Letta berubah pikiran? Apa yang menyebabkan Letta berani menjadi orang ketiga di rumah tangga yang harmonis itu? Yuk simak ceritanya!
Selamat Membaca Guy's!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leo.Nuna_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 21(Akad Tanpa Cinta)

Happy Reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇ 

Zidan menarik napas panjang. Suara detak jantungnya terasa begitu nyaring di telinga sendiri. Ia melirik Letta sekilas—senyum lembut wanita itu seperti memberinya sedikit keberanian. Kemudian, ia menatap lurus ke arah penghulu yang duduk tegak, membuka naskah akad dengan khidmat.

Di sisi lain, Tuan Sebastian berdiri sebagai wali Letta. Wajahnya serius, namun tidak lagi sekaku malam pertama mereka bertemu. Ada sedikit perubahan di sana—sebuah pengakuan diam-diam atas keberanian Zidan.

Sampai akhirnya, saat itu pun tiba.

“Aku nikahkan engkau Claretta Fredelina Beryl binti Sebastian Beryl dengannya Zidan Ardiansyah bin Hardiansyah dengan mas kawin berupa logam mulia 10 gram dibayar tunai.”

Zidan menelan ludah. Tangannya sempat gemetar kecil sebelum menggenggam erat tangan penghulu.

“Saya terima nikahnya Claretta Fredelina Beryl binti Sebastian Beryl dengan mas kawin tersebut, tunai.”

Sejenak, hening kembali menyelimuti ruangan. Tapi kemudian, disusul oleh lantunan doa dan sahutan saksi yang menyatakan, “SAH!”

Letta menunduk sambil menyeka air mata haru yang akhirnya tumpah. Ia telah sah menjadi istri Zidan Ardiansyah bin Hardiansyah.

Zidan hanya bisa terdiam, hampir tak percaya. Rasanya terlalu cepat, terlalu ajaib. Tiba-tiba dia telah menjadi bagian dari keluarga yang sebelumnya hanya bisa ia pandang dari kejauhan.

Beberapa saat setelah ijab kabul dinyatakan sah, penghulu mempersilakan Letta untuk menyalami Zidan. Dengan gerakan pelan, Letta menggenggam tangan Zidan yang tampak kaku dan dingin. Sementara itu, Zidan memejamkan mata, membaca doa dalam hati.

Ia masih sulit percaya bahwa dirinya kini menikah untuk kedua kalinya. Dalam benaknya, ada satu harapan kecil yang ia bisikkan—semoga ini adalah yang terakhir. Tapi bisakah ia benar-benar mencintai wanita yang kini menjadi istrinya? Wanita yang pernah menjadi penyebab runtuhnya rumah tangganya bersama Felicia?

Selesai berdoa, Zidan kembali ke tempat duduknya tanpa ekspresi berarti. Tak ada senyuman, tak ada ciuman mesra seperti pengantin pada umumnya. Ia hanya diam. Letta memperhatikan itu semua dengan tenang. Ia tidak tersinggung—karena bagi Letta, menjadi istri Zidan saja sudah lebih dari cukup untuk saat ini.

Namun Letta sadar, perjalanan barunya baru saja dimulai. Ia kini memikul misi penting: membuat pria yang kini menjadi suaminya, benar-benar jatuh cinta padanya.

Tak lama kemudian, Nyonya Ana mendekat sambil tersenyum bahagia. Ia memeluk Letta erat, lalu membisikkan petuah hangat penuh makna.

"Selamat ya, Sayang. Mulai hari ini tugasmu sudah berpindah. Taat sama suami, layani dia dengan baik, dan jangan pernah membantah," ucap Nyonya Ana sambil mencium pipi Letta berkali-kali.

Beberapa saat kemudian, Tuan Sebastian turut mendekat. Ia menatap Zidan dalam diam sebelum akhirnya membuka suara dengan nada tenang namun tegas.

"Selamat datang di keluarga Beryl," katanya datar.

Namun kalimat berikutnya terdengar lebih berat, seolah menyiratkan peringatan.

"Mulai sekarang, tanggung jawabmu jauh lebih besar. Kau harus membahagiakan istrimu. Dan ingat, kini nama Beryl melekat pada namamu. Maka jangan pernah lakukan sesuatu yang dapat menyeret kehormatan keluarga ini."

"Pi!" Protes Letta dan Nyonya Ana hampir bersamaan, membuat suasana yang tegang seketika mencair. Letta tersenyum, meski masih ada kecanggungan di antara mereka semua. Tapi di sinilah awal dari segalanya—awal dari sebuah pernikahan yang mungkin tak sempurna, tapi penuh harapan.

Hari itu semuanya berjalan lancar dan sempurna. Karena hanya prosesi ijab kabul yang digelar, acara pun selesai lebih cepat dari perkiraan. Sesuai kesepakatan, tidak ada resepsi sampai Zidan memberitahu ibunya tentang pernikahan mereka.

Kini, Zidan dan Letta berada di kamar Letta—kamar yang dulu milik pribadi Letta, tapi malam ini statusnya berubah. Ruang ini tak lagi hanya milik seorang wanita lajang, melainkan menjadi tempat tinggal pasangan suami istri. Letta harus mulai berbagi, tidak hanya ruang, tapi juga kehidupannya.

Zidan duduk diam di tepi ranjang, pandangannya kosong menatap lantai. Sementara Letta sibuk menghapus riasan wajahnya di depan cermin, sesekali mencuri pandang ke arah suaminya yang diam membisu.

Jantung Letta berdegup kencang. Ini adalah malam pertamanya bersama Zidan sebagai suami istri. Ia tak bisa menahan rasa gugup yang membuncah—apakah Zidan akan menuntut haknya malam ini? Apakah ia siap?

Zidan yang menyadari sorotan mata Letta dari cermin, bangkit perlahan dari duduknya. Tanpa banyak bicara, ia hanya berkata singkat, “Aku mandi dulu,” lalu berjalan masuk ke kamar mandi, menutup pintu di belakangnya.

Letta terdiam. Perlakuan Zidan yang datar dan tenang justru membuatnya merasa semakin tak tentu arah. Ia tahu, ini bukan pernikahan yang berlandaskan cinta, melainkan kesepakatan dan keterpaksaan.

Ia menarik napas panjang dan mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran yang tak seharusnya. Mungkin memang belum waktunya, batinnya. Namun, Letta tidak kehilangan harapan. Malam ini mungkin bukan malam yang penuh gairah dan cinta, tapi ia sudah memiliki satu hal penting—kehadiran Zidan di sisinya.

Untuk hatinya? Letta tahu itu bukan miliknya. Tapi ia akan terus berusaha, perlahan namun pasti, untuk menyelipkan namanya di dalam hati Zidan.

Sudah hampir setengah jam Zidan berada di kamar mandi. Sementara itu, Letta dengan sabar menunggunya di dalam kamar. Ia sudah menyiapkan sepasang piyama couple—kecil bentuknya, tapi besar maknanya untuk Letta.

Ada rasa antusias yang sulit ia sembunyikan. Ia membayangkan momen manis mengenakan piyama serupa dengan suaminya, walau baru satu hari mereka resmi menjadi pasangan. Tak lama kemudian, suara pintu kamar mandi terbuka mengakhiri lamunannya.

Zidan keluar dengan tubuh basah yang hanya ditutupi handuk putih yang melilit di pinggangnya. Letta sontak terpaku—sorot matanya secara otomatis menyapu tubuh suaminya itu, dan dalam hati ia mengakui, sosok Zidan memang terlalu memikat.

Zidan menyadari sorotan mata Letta. Ia berdeham pelan, mencoba mengalihkan suasana. Meski mereka sudah sah menjadi suami istri, perhatian Letta tetap saja membuatnya sedikit kikuk.

“Eh… aku… aku udah siapin baju buat kamu,” ucap Letta dengan gugup, pipinya memerah karena malu telah ketahuan menatap terlalu lama.

Zidan hanya menatap Letta sejenak tanpa berkata apa-apa, membuat suasana menjadi lebih canggung. Merasa tak tahan, Letta buru-buru berdiri.

“Ka—kalau gitu aku mandi dulu, ya,” ujarnya cepat, lalu segera masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.

Begitu pintu tertutup, Letta bersandar di baliknya. Ia memegangi dadanya yang berdetak kencang. Betapa kuat pengaruh kehadiran Zidan terhadapnya—bahkan hanya dengan tatapan diam.

Sementara itu, Zidan memandangi piyama yang Letta letakkan di atas ranjang. Ia menghela napas sebentar, lalu memutuskan untuk mengenakannya. Setelah berpakaian, ia melangkah ke sofa dan merebahkan tubuhnya di sana.

Beberapa menit kemudian, Letta keluar dari kamar mandi. Wajahnya tampak segar, dan ia menyunggingkan senyum kecil, membayangkan bahwa malam ini akan ada sedikit percakapan hangat antara mereka. Namun, senyumnya langsung memudar saat matanya menangkap Zidan—sudah tertidur di atas sofa yang sempit.

Letta terpaku. Ia berdiri diam di tempat, matanya tak lepas dari tubuh suaminya yang terlelap dalam posisi yang terlihat tidak nyaman.

“Apa aku sebegitu tidak diinginkan? Sampai-sampai dia lebih memilih tidur di sofa daripada di sebelahku?” batin Letta pilu.

Ia tahu pernikahan ini bukan karena cinta, tapi tetap saja, sikap Zidan malam ini menusuk hatinya lebih dalam dari yang ia bayangkan.

TBC...

1
Mira Esih
ditunggu terus update terbaru nya thor
Leo Nuna: siap kak🫡
total 1 replies
Mira Esih
sabar ya letta nnti jg ada perubahan sikap Zidan masih menyesuaikan keadaan
Mira Esih
terima aja Zidan mungkin ini takdir kamu
Leo Nuna: omelin kak Zidan-nya, jgn dingin2 sma Letta😆🤭
total 1 replies
Okto Mulya D.
Zidan Ardiansyah hidupnya pas²an..
Okto Mulya D.: sama²
Leo Nuna: iya nih kak, makasih loh udh mampir😉
total 2 replies
Okto Mulya D.
Kasihan ya, cintanya ditolak
Okto Mulya D.
Zidan Ardiansyah cinta putih abu-abu yaa
Okto Mulya D.
semangat Letta
Okto Mulya D.
udah mentok kalii sudah 28 tahun tak kunjung ada
Okto Mulya D.
Letta coba kabur dari perjodohan.
Okto Mulya D.
jadi pelakor yaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!