NovelToon NovelToon
World Without End. Final Re:Make

World Without End. Final Re:Make

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Isekai / Light Novel / Fantasi / Anime / Solo Leveling / Mengubah Takdir
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ady Irawan

Keyz berpetualang di Dunia yang sangat aneh. penuh monster dan iblis. bahaya selalu datang menghampirinya. apakah dia akan bisa bertahan?

Ini adalah remake dari novel yang berjudul sama. dengan penambahan alur cerita.

selamat membaca

kritik dan saran di tunggu ya. 😀

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Under World

Cuma sesaat saja Keyz pingsan, yah mungkin hanya beberapa detik saja, namun baginya, waktu itu terasa sangat lama. Saat ia membuka matanya, dunia seolah telah berubah menjadi neraka. Bau belerang menusuk hidung, asap hitam pekat memenuhi gua hingga matanya perih dan pandangannya kabur. Ia tak bisa melihat apa pun, bahkan tangannya sendiri pun nyaris tak tampak.

“Arg… s-sakit!” Keyz mengerang kesakitan, mencoba bangkit namun tubuhnya terasa berat. “Ibu… Tiffany… Tassa? Kalian baik-baik sa—” suaranya terhenti tiba-tiba ketika ia menyadari sesuatu. Tangan kanannya, yang tadi digunakan untuk menarik ibunya, kini tertimbun bebatuan. Ia mencoba menariknya, tapi tak bisa. Ia menggali dengan tangan kirinya, meraih serpihan batu dan tanah dengan putus asa.

“Sial! Ibu… Tiffany… Tassa!!! Aaarrrggghhh!!!” jeritnya meledak dalam kegelapan. Suaranya menggema di antara dinding gua, lalu lenyap, tenggelam dalam keheningan.

Yang tersisa hanyalah napasnya yang berat.

Keyz berjuang hampir satu jam untuk mengeluarkan tangannya. Setiap kali batu tergeser, rasa sakit menyengat menjalar dari pergelangan hingga ke bahunya. Tapi akhirnya, dengan sisa tenaga yang ia punya, tangannya berhasil bebas—patah, hancur, berlumuran darah.

Namun rasa sakit itu langsung lenyap ketika ia menyadari apa yang digenggamnya.

Tangannya masih menggenggam sesuatu yang lembut dan hangat—tangan ibunya. Tapi hanya tangannya saja. Tubuhnya… sudah tidak ada.

“Waaa… Tidak!!! Ibu!!! Jangan tinggalkan aku!!!” jerit Keyz sambil memeluk potongan tangan itu erat-erat, air matanya mengalir deras. Suaranya pecah, seperti anak kecil yang kehilangan segalanya dalam satu kedipan mata.

Butuh waktu cukup lama hingga akhirnya Keyz sedikit tenang. Isakannya berubah menjadi tarikan napas berat yang tak berirama. Ia memejamkan mata, menatap kegelapan yang tak berujung. “Aku harus pergi,” katanya lirih, hampir tanpa suara. “Aku harus pergi dan mencari pertolongan.”

Dengan sisa tenaga, ia berdiri tertatih-tatih. Peta yang diberikan ayahnya telah hilang entah ke mana. Kini ia berjalan tanpa arah, hanya mengikuti perasaan dan naluri samar yang bahkan ia sendiri tak percaya.

Beberapa jam berlalu. Perlahan, matanya mulai terbiasa dengan kegelapan. Ia mulai bisa membedakan bentuk samar di sekitarnya—bayangan batu, celah sempit, dan sesuatu yang bergerak cepat di tanah.

Seekor hewan pengerat sebesar kucing dewasa melintas di depannya, menatap dengan mata kecil berkilat.

Dengan sisa tenaga dan rasa lapar yang menguasai akal sehatnya, Keyz melompat dan berhasil menangkapnya. Hewan itu menggeliat, mencakar, menggigit. Tapi Keyz tak peduli. Ia langsung memakannya hidup-hidup. Daging mentah itu terasa amis, hangat, dan menjijikkan—tapi ia menelannya tanpa pikir panjang.

“Ugh… sial,” gumamnya lirih sambil meringis, antara jijik dan lega.

Setelah mendapatkan sedikit tenaga, Keyz melanjutkan perjalanan. Ke mana? Entahlah. Ia sendiri tidak tahu. Dan jujur saja—sang penulis pun juga nggak tahu ke mana dia pergi. :P

Langkah demi langkah, ia terus berjalan, tubuhnya gemetar karena lapar dan haus. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, tidak ada setetes air pun. Ia sempat bertanya-tanya dalam hati, “Air...” tapi tentu saja, tidak ada yang menjawab selain gema suaranya sendiri.

Ia tidak tahu sudah berapa lama berjalan di kegelapan. Tidak ada siang, tidak ada malam. Tidak ada cahaya, tidak ada waktu. Mungkin sudah berhari-hari, mungkin berminggu. Tapi bagi Keyz, semuanya hanya terasa seperti satu hari yang sangat panjang—hari yang tak pernah berakhir.

Nex

Beberapa hari kemudian—tentu saja menurut hitungan sang penulis,. :P

Keyz akhirnya melihat seberkas cahaya di tengah kegelapan goa itu.

Samar, kecil, seperti kunang-kunang jauh di ujung lorong. Tapi cukup untuk membuat semangatnya bangkit lagi.

“Cahaya…” gumamnya lirih. Lalu dengan mata berbinar dan napas terengah, ia mulai berlari ke arahnya.

Semakin dekat, semakin jelas bentuknya. Bukan sekadar cahaya. Ada sosok kecil di sana. Manusia? Tidak. Terlalu kecil.

Kerdil? Bersayap? Dan… bercahaya?

“Hahaha, hai!” sapa Keyz ceria, mungkin karena sudah terlalu lama tidak bicara dengan siapa pun.

Makhluk kecil itu tampak tertimbun oleh sebuah batu seukuran telapak tangan pria dewasa. Tapi karena tubuhnya hanya sebesar boneka mini, batu itu tampak seperti bongkahan besar baginya.

“Apanya yang ‘hai’?!” gerutu makhluk itu dengan suara cempreng. “Cepat tolong aku! Ini berat, bodoh!”

“Oh, iya, iya. Maaf.” Keyz buru-buru mengangkat batu itu, lalu menatap makhluk itu dengan kagum. “Namaku Keyz. Kamu siapa?”

“Flip!” teriaknya keras, sambil mengepakkan sayap mungilnya. “Sudah, jangan bengong aja! Singkirin semua batu ini! Berat tahu!”

Keyz buru-buru menyingkirkan bebatuan yang menindih tubuh mungil itu. “Kamu manusia? Kenapa bisa sekecil ini? Kamu bersayap… kamu juga bercahaya… kamu…”

“Manusia? Jangan samakan aku dengan makhluk hina seperti mereka!” bentak Flip. “Aku Flip, aku adalah Pixy!”

“Pixy? Pengharum ketek itu? Setahuku, Pixy di dunia lama adalah—”

“Bodoh! Aku Pixy, sejenis peri!” potong Flip dengan nada tinggi. “Dunia lama? Apa masih ada manusia tersisa di dunia atas? Setahuku, manusia sudah dimusnahkan oleh para dewa karena ketamakan mereka. Ka… kamu… manusia?”

Keyz mengangguk pelan. “Ya… begitulah. Ayahku pernah bercerita, katanya dia berasal dari dunia lama. Dunia yang tenggelam karena banjir…”

“Selamat tinggal. Terima kasih sudah menolongku.” Flip buru-buru mencoba terbang menjauh. Tapi belum sempat ia melayang setinggi kepala Keyz, suara kecilnya berubah menjadi jeritan.

“Adadadadada—!”

Keyz menangkapnya dengan cepat.

“Kenapa kamu mau kabur? Kamu gak suka manusia seperti aku?”

“Makhluk lain tidak ada yang suka sama manusia!” teriak Flip sambil menggeliat. “Tolong, lepaskan aku!”

“Tidak. Nanti kamu kabur lagi.”

Keyz mengikat tubuh mungil Flip dengan tali ikat pinggangnya. “Aku sendirian di sini. Sudah sangat lama.”

“Berapa lama?” tanya Flip ketus.

“Entahlah. Aku nggak bisa menghitung hari sejak masuk ke gua ini.”

“Aku juga sudah beberapa hari tertindih batu itu.”

“Aku nggak nanya.” Keyz membalas perkataan Flip.

“Berisik, bodoh! Lepaskan aku! Aku gak mau dekat-dekat dengan makhluk terkutuk sepertimu!”

Keyz memicingkan mata. “Apa maksudmu?”

“Manusia sudah beberapa kali menciptakan kehancuran di muka bumi!” pekik Flip marah. “Kalian selalu berperang satu sama lain, menciptakan polusi, merusak alam, saling membunuh, dan saling menghina! Kalian mirip iblis!”

“Tapi… aku gak pernah berperang sama sekali. Aku—”

“Tadi kamu bilang kamu keturunan manusia dunia lama, kan?”

“Ya…”

“Jadi masih ada manusia yang tersisa di atas?”

“Ya…”

“Asal kamu tahu,” kata Flip sambil mendengus, “lebih dari sepuluh tahun lalu manusia dilaknat oleh dewa. Dewa mengirim bencana supaya kalian punah dari muka bumi. Karena dewa sudah muak sama kalian!”

“Tapi aku bukan dari dunia lama… aku lahir di dunia baru…”

“Sama saja, bodoh! Kamu keturunan manusia dunia lama. Artinya kamu punya darah terkutuk!”

Keyz menatap Flip lama, lalu dengan wajah datar, ia membaringkan peri kecil itu di atas batu tempat pertama kali ia menemukannya. Ia mengambil kembali batu yang tadi ia singkirkan, lalu menindih tubuh Flip dengan batu itu.

“Eh?? Apa ini?!” jerit Flip panik.

“Aku menyesal udah nolong kamu. Aku kan manusia laknat, kan? Ya udah. Cari pertolongan orang lain aja.”

Keyz berbalik, mulai berjalan pergi tanpa menoleh.

“Tu… tunggu! Tuan Keyz! Maaf! Jangan tinggalkan aku! Aku bercanda, sumpah aku bercanda!!!” teriak Flip histeris di belakangnya.

Nex

“Maafan haahuu…” Flip menangis sejadi-jadinya. Suaranya seperti bayi pilek yang kebanyakan makan es batu.

“Hihak hahi… hihak hahi… hweee…”

Keyz mendengus panjang. “Berjanjilah kamu akan setia menjadi bawahanku…” katanya dengan nada tenang tapi tegas.

“Hahu hanhii…” gumam Flip di antara isak tangis dan ingus yang entah dari mana datangnya.

Nex

“Kenapa kamu bisa berada di sini?” tanya Keyz setelah akhirnya ia mengangkat batu yang menindih tubuh Flip.

“Aku sebenarnya ingin pergi dari sini,” jawab Flip dengan nada lesu. “Aku bersama kaumku, tapi saat terjadi ledakan, gua ini runtuh. Kami berusaha mencari jalan keluar, tapi aku terpisah dari yang lain. Sialnya, aku malah ketimpa reruntuhan. Kamu tahu sendirilah, bagaimana akibat ulah manusia yang gak bisa menjaga alam?”

Keyz hanya diam, matanya tajam menatap Flip.

“Tempat tinggal kami dulu ada di hutan-hutan tropis,” lanjut Flip, menelan ludah sebelum melanjutkan. “Tapi akibat banjir itu… hutan benar-benar musnah.”

“Banjir?” tanya Keyz pelan.

“Ya. Tapi sebelum bencana besar itu terjadi, malaikat memberi tahu semua makhluk hidup—selain hewan dan manusia—kalau akan ada kehancuran. Jadi kami pergi dan bersembunyi di bawah tanah.” Flip mendesah panjang. “Banjir baru saja surut, tapi kalian, manusia, masih saja berperang dan saling membunuh. Kalian benar-benar—eh… maaf.” Flip buru-buru menunduk begitu melihat Keyz melotot.

“Hmph.” Keyz hanya menghela napas.

“Awalnya kami hidup dengan tenang di bawah tanah,” lanjut Flip pelan. “Tapi beberapa bulan terakhir, ada segerombolan manusia yang berkeliaran di sekitar tempat kami. Kami merasa terancam, jadi kami memutuskan untuk pergi dari tanah ini.”

“Ke mana tujuan kalian?” tanya Keyz. “Apa masih ada kelompok manusia lain selain yang ada di atas sana?”

“Ke tanah lain,” jawab Flip. “Setahuku, cuma manusia yang di atas itulah yang tersisa.”

“Di mana itu?”

“Di seberang lautan luas.”

Keyz terdiam sejenak, menatap kosong ke depan. “Laut? Masih ada air di muka bumi ini?”

“Ada,” jawab Flip. “Tapi bukan di atas daratan. Di bawah tanah masih banyak air… dan makanan.”

“Antarkan aku ke sana. Aku haus. Sudah beberapa hari ini aku tidak minum.”

“Tapi aku harus menyusul kaumku…”

“Anggap saja sebagai tanda terima kasih karena sudah aku tolong,” kata Keyz dengan nada menggoda.

Flip mendengus kesal, tapi tidak bisa membantah.

Nex

“Ano…” Flip memandang Keyz dengan wajah polos seperti anak kecil ketahuan mencuri kue.

“Apa?” balas Keyz dengan nada lelah.

“Sepertinya… kita tersesat…” Flip nyengir kuda sambil melirik wajah Keyz yang langsung berubah datar.

“Ha? Jangan bercanda. Kita sudah berjalan berjam-jam. Atau mungkin seharian.”

“Akibat ledakan buatan manusia,” jawab Flip. “Kondisi gua ini berubah total. Banyak longsoran di mana-mana. Jalurnya bergeser.”

Keyz menatap sekeliling. Batu-batu besar, debu tebal, dan lorong-lorong bercabang yang semuanya tampak sama. “Astaga. Kepalaku sudah mau pecah. Aku kehabisan cairan tubuh. Sudahlah. Kamu boleh pergi. Susul teman-temanmu. Kamu sama sekali gak bisa diandalkan.”

Flip menatapnya dengan mata membulat. “Apa? Maksudmu aku gak berguna, hah?”

“Pergilah,” kata Keyz malas. “Aku mau tidur. Siapa tahu nanti pas bangun, aku udah gak haus lagi. Aku bisa mencari air sendiri.”

“Terserah! Aku pergi!”

“Silakan.” Keyz bersandar di dinding gua.

“Aku beneran pergi, tahu!”

“Ya, hati-hati di jalan.”

“Aku serius ini, aku pergi sekarang lho!”

“Berisik. Sana pergi. Jangan ngoceh terus, kepalaku makin nyut-nyutan, bodoh.”

Flip mendengus keras, mengepakkan sayapnya pelan, lalu berbalik arah dengan wajah kesal. Sementara itu, Keyz menutup matanya, menarik napas panjang, dan akhirnya terjatuh ke lantai gua yang dingin—tertidur dalam kelelahan.

Nex

Saat Keyz terbangun, kepalanya terasa berat seperti baru ditabrak batu seukuran rumah. Pusingnya semakin parah, matanya berkunang, dan tenggorokannya kering seperti pasir padang gurun. Selain dehidrasi, ia juga kehilangan banyak darah. Jujur saja, sungguh ajaib dia belum mati di tengah semua itu.

“Ayah… apa yang harus aku lakukan?” bisiknya lirih, suaranya serak, ditujukan entah kepada siapa, atau mungkin kepada dirinya sendiri. “Aku tersesat, haus, dan sepertinya… aku hampir mati. Maaf, Ayah. Aku tidak bisa memenuhi keinginanmu.”

Keyz mencoba berdiri. Tapi tubuhnya seperti potongan kayu tanpa sendi—kebas, kaku, dan nyaris tak bisa digerakkan. Ia meraba tubuhnya perlahan, memastikan masih hidup. Tapi saat tangannya menyentuh dadanya, ia merasakan sesuatu yang aneh di balik bajunya—sesuatu yang hangat dan… bergerak?

“Hei! Apa yang kamu lakukan?!” Suara kecil itu membuatnya kaget setengah mati.

Keyz membuka bajunya sedikit, dan di sanalah, si peri kecil itu—Flip—tertidur nyenyak di balik kain bajunya.

“Hoaammm…” Flip meregangkan tubuh mungilnya sambil menguap lebar. “Hei, Keyz. Selamat pagi… siang… malam? Entahlah, apa bedanya. Di sini kita nggak tahu waktu, kan?”

“Jangan ngelantur. Ngapain kamu tidur di balik bajuku? Aku kan sudah mengizinkan kamu pergi!”

“Waktu kamu pingsan, aku sudah pergi kok,” jawab Flip santai. “Tapi… ternyata sendirian itu menyeramkan. Jadi aku balik lagi.”

“Bodoh. Bisa saja aku tadi mati. Kamu nggak usah repot-repot, kan?”

“Aku sudah repot, tahu.” Flip berkedip santai. “Aku menghentikan pendarahan di tanganmu yang putus.”

“Ha?” Keyz menatap tangannya yang sebelumnya hancur. Sekarang… bekas luka itu hilang. Tidak ada darah, hanya kulit pucat yang tampak seperti baru sembuh. “Ini… ini bagaimana bisa?”

“Aku cuma bisa menyembuhkan lukanya, bukan mengembalikan tanganmu yang hilang,” jawab Flip dengan malas sambil meregang lagi. “Aku masih mengantuk. Mau tidur lagi, ya.”

“Hei! Maksudmu ‘menyembuhkan’ gimana? Kamu pakai apa?”

Flip menguap lebar. “Sedikit sihir penyembuhan. Nanti aja jelasinya. Otakku belum nyala. Kamu pakai aja tubuhku buat penerangan."

Dan benar saja, begitu selesai bicara, Flip langsung tertidur pulas di balik baju Keyz.

Keyz menghela napas panjang. “Oi, oi, oi… cih. Dasar makhluk aneh.”

Dengan hati-hati, Keyz mengangkat Flip dan menaruhnya di atas kepalanya. Cahaya lembut dari sayap Flip menyorot samar di dalam kegelapan gua. Tidak terlalu terang, tapi cukup untuk membuatnya melihat jalan di depannya.

“Yah, lumayan membantu,” gumamnya sambil melangkah pelan.

Gua semakin bercabang. Jalan menurun. Udara makin dingin dan lembap, menusuk tulang. Setiap langkah membuat lututnya bergetar dan pandangannya makin berkunang.

Di sebelah kanan, dinding gua menjulang kasar. Di sebelah kiri… jurang. Gelap dan dalam. Dari bawahnya terdengar suara gemuruh—seperti air yang mengalir deras. Keyz mencondongkan tubuh, mengangkat Flip yang masih tidur di atas kepalanya. Cahaya sayapnya memantul di dinding batu, memperlihatkan arus sungai bawah tanah yang berputar deras di bawah sana.

“Benar,” bisik Keyz. “Ada air di bawah sana.”

Tapi sebelum sempat bersyukur, kepalanya berputar hebat. Dunia seolah berputar, dan tubuhnya goyah. Dalam sekejap, kakinya terpeleset.

“Waaaahhhh!!!”

Jeritan Keyz menggema panjang, membangunkan Flip dari tidurnya.

“Waaaahhh!!!” Flip ikut menjerit panik. “Ada apa?! Ada apa?!” Ia mengerjap-ngerjap, baru sadar situasinya. “Waaaah!!! Kita jatuh!!! Tolooong!!! HEEELP!!!”

Setelah beberapa detik menjerit seperti sirene, Flip akhirnya berhenti dan berkata, “Eh… aku kan bisa terbang.”

Sayapnya berkibar, tubuhnya melayang di udara. Sementara itu, Keyz masih meluncur ke kegelapan sambil menjerit sekencang mungkin.

Dan dalam detik berikutnya—byur!—Keyz lenyap dalam kegelapan, meninggalkan gema jeritannya yang memantul di seluruh dinding gua.

Nex

Keyz terjatuh ke dalam sungai bawah tanah yang alirannya luar biasa deras. Tubuhnya terseret, timbul tenggelam tanpa daya, menghantam bebatuan di sepanjang aliran air. Sesekali ia mencoba menahan napas, tapi air yang mengamuk terus menelannya. Dengan sisa kesadarannya, ia berusaha meraih apapun yang bisa dijadikan pegangan. Sebuah batu ia raih—gagal, karena batu itu begitu licin. Ia mencoba berpegangan pada batang kayu yang hanyut di dekatnya, namun batang itu langsung patah, rapuh karena terlalu lama terendam air.

Keyz menelan banyak air sungai. Tenggorokannya perih, tapi di tengah kepanikan itu, sempat terlintas di benaknya satu hal—rasa hausnya sudah terobati. Sayangnya, masalahnya kini telah berubah: ia sama sekali tidak bisa berenang.

Sekitar dua ratus meter dari tempat ia terjatuh, tubuhnya membentur batu besar di tengah arus. Benturannya begitu keras hingga ia merasa beberapa tulangnya patah. Rasa ngilu menyebar cepat ke seluruh tubuh, menyatu dengan dinginnya air yang menusuk seperti es. Nafasnya tersengal, matanya hampir tertutup, tubuhnya gemetar hebat.

Namun, di tengah kabut kesadarannya, ia melihat sesuatu di depan sana—sebuah batang pohon besar yang melintang di atas sungai, seperti jembatan alami.

“Aku harus bisa… meraih batang pohon itu,” ucapnya lirih, hampir tanpa suara.

Arus membawa tubuhnya semakin dekat.

Dekat.

Dan semakin dekat.

Keyz mengulurkan tangan sekuat tenaga, namun saat jaraknya tinggal sejengkal, ia menyadari batang pohon itu terlalu tinggi dari permukaan air. Ujung jarinya tak sampai, dan tubuhnya kembali terseret tanpa bisa berbuat apa-apa.

Tubuhnya terus hanyut, melewati bebatuan dan arus yang berputar. Hingga beberapa ratus meter kemudian, suara gemuruh besar terdengar di depannya. Ia membuka mata, menatap ke arah suara itu—dan dadanya seketika sesak. Di sana, di ujung sungai yang gelap itu, air jatuh dengan deras… air terjun bawah tanah.

“Hahaha… Kali ini, aku benar-benar akan mati,” katanya pelan, antara pasrah dan lelah. Bibirnya tersenyum hambar, matanya memandang kosong ke depan.

Arus menyeret tubuhnya menuju tepi air terjun. Dalam sekejap, tubuhnya terlempar ke udara.

Keyz terhempas jatuh. Angin berdesir di telinganya. Dunia terasa berputar. Ia jatuh begitu lama hingga sempat berpikir. “Apa aku jatuh sampai ke inti bumi?”

Dan setelah itu semuanya menjadi gelap.

1
Surya
keren ini transmigrasi ke dunia game kah?
PiaPia_PipiOlipia
woh ada cerita tambahannya 💪💪💪
PiaPia_PipiOlipia
wuih. puluhan bab sekaligus. ini mah setara dengan satu buku.😍😍😍😍
PiaPia_PipiOlipia
Bagus
Ady Irawan
Kritik dan saran di tunggu ya gess
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!