Sebelum baca sebaiknya baca novel aku yang berjudul, Love You Kak Kenan. soalnya cerita ini ada kaitannya dengan cerita tersebut.
🕊️🕊️🕊️
Kevano Aiden Alaska, adalah seorang pemuda yang kejam dan apa yang ia inginkan harus di turuti. Ia mencintai seorang gadis yang bernama Vania Keyla Clarissta.
Vania adalah seorang gadis yang sangat baik, akibat kebaikannya orang di sekitanya memanfaatkannya dan selalu menjadi bahan bullying di sekolahnya. Ia sangat takut kepada Aiden dan membenci sosok Aiden.
Raiden Azra Alaska, Raiden merupakan adik dari Aiden dan sifatnya berbanding terbalik dengan Aiden, Raiden sangat ceria dan ramah, ia juga mencintai Vania tetapi dalam diam dan tidak berani mengungkapkan perasaannya.
kalau kalian suka, baca langsung ajalah.
ig: fj_kk17
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitriishn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Maaf.
HAPPY HAPPY AJAAA ~
Aiden menatap Vania yang tertidur di kedua lipatan kakinya, "maaf..." Ucapnya pelan menatap Vania dengan penuh iba dan kesalahan.
Ia membawa Vania kedalam pelukannya dan membiarkan Vania tidur didalam pelukan itu.
Hujan di luar semakin deras dan hari pun sudah hampir larut. Vania terbangun kerena tempat itu sunyi dan sangat gelap.
"Bu? Ibu... Vani takut."
"Hey, gue disini Lo gak usah takut." Ujar Aiden sembari menyalakan senter handphonenya.
Vania melihat wajah Aiden dengan rasa cemas, "kak... A-ku takut hiks." Ujar Vania memeluk Aiden dengan sangat erat.
"I't okey, Lo aman sama gue."
Vania tidak bisa tenang rasa takutnya semakin mengelabuhi dirinya. "A-yo hiks pergi, nanti ayah datang!"
"Ayah Lo gak ada di sini Vani, gue mohon jangan sakit!" Perintah Aiden mengecup sekilas kening Vania dengan begitu sayang dan ia memberi kenyamanan untuk Vani.
Vania mengangguk percaya, bahwa Aiden bisa menjaganya, ia tidak melepaskan pelukannya dan malah mempererat pelukan itu.
Hujan mulai reda dan mereka berdua memutuskan untuk turun dari rumah pohon itu, tapi Vania tidak sanggup untuk berdiri akibat kakinya yang sudah bengkak akan tembakan tadi.
Aiden menggendong Vania dan keduanya turun dari sana.
Setalah keduanya turun Aiden berjalan membawa Vania keluar dari hutan itu, untungnya, Satria datang dengan tepat waktu, Satria lah yang di telepon oleh Aiden tadinya.
Aiden membawa masuk Vania kedalam mobil itu, "kenapa Lo lama banget sialan!!?"
"T-adi hujan den, jadinya gue berteduh dulu."
"Lo bawa mobil! Buat apa Lo neduh? Lo bodoh banget babi! Kalau cewek gue kenapa napa gue yang gue bunuh." Ancam Aiden masuk dan kembali menyuruh Satria membawa mobil itu menuju rumah sakit.
Tak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumah sakit, Aiden membawa Vania masuk dan segera ditangani oleh dokter.
Kaki Vania di perban dan dokter juga sudah memberikan obat penenang untuk Vania. Aiden masuk keruangan itu dan menatap Vania yang juga menatapnya dengan tatapan kosong, "maaf!" Hanya itu yang bisa Aiden katakan.
Satria mendengar ucapan maaf dari Aiden terkejut, "d-ia Aiden?" Batinnya bertanya tanya.
Vania hanya menatap Aiden sekilas dan menoleh menatap kearah lain.
"Vania, gue minta maaf Lo jangan marah sama gue!"
"A-ku gak marah sama Kakak, cuman aku takut hiks kak, tolong anterin aku pulang."
Aiden mengangguk dan membantu Vania untuk duduk di kursi roda. Sepanjang perjalanan Vania tidak menyahuti perkataan Aiden, ia ingin tenang.
Saat sudah sampai dirumahnya, Aiden menekan bel dan tidak butuh waktu yang lama pintu itu terbuka.
Bukanya Emma yang membuka melainkan Diva, Vania muak dengan semua orang ini. Dimana ia bisa hidup tanpa ada orang-orang yang menyebalkan.
Vania menghela nafasnya dan berterimakasih kepada Aiden. "Makasih kak!" Ucapnya mendorong kursi rodanya.
Aiden menahannya, "besok gue jemput."
"Gak usah kak." Ucap Vania melepaskan tangan Aiden dari kursi rodanya.
Setelah Vania masuk pintu itu dikunci oleh Diva, disana sudah ada Rafly, Margaret dan juga ibunya Emma. "Jadi gini setiap hari kamu pulang malam?" Tanya Rafly menatap sinis Vania.
"E-ggak k-ok om." Ujar Vania dengan gugup.
"Enggak apanya? Terbukti kan? Ibu kamu capek-capek kerja pergi pagi pulang malam, tapi kamu? Lihat Diva, dia pintar! Tapi dia tau waktu. Jangan jangan kamu..." Margaret menatap jijik kepada Vania.
"Kak! Jangan nuduh Vania yang enggak-enggak." Tegas Emma marah.
"Kamu jangan terlalu lembut mendidik dia, nanti dia salah didik." Tegur Margaret.
Vania menatap keluarganya sakit hati, mereka tidak bisa melihat bagaimana kondisinya saat ini? Bahkan mereka tidak menanyakan kenapa kakinya diperban?
"Kalian hiks gak bisa lihat kondisi aku saat ini? Hiks kalian selalu bandingkan aku dengan Diva, aku juga punya hati Om, Tante. Aku tau kok aku ini bodoh hiks tapi wajar gak kalian bilang itu sama aku?" Tanya Vania sangat rapuh.
"Untung deh kamu sadar diri!" Cibir Margaret.
Vania menghela nafasnya lelah, ia mendorong kursi rodanya pergi menuju kamarnya. Saat akan melewati tangga ia berdiri dan berusaha sebisa mungkin untuk menaiki tangga itu.
"Emang yah! Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, mending dia pergi dari rumah ini!" Kesal Rafly menatap marah Vania.
Vania yang masih bisa mendengarnya hanya mampu tersenyum rapuh, "baik... Suatu saat nanti aku akan pergi! Pergi selama-lamanya." Monolog Vania melanjutkan langkahnya menuju kamarnya.
Disana ia hanya bisa terdiam, tidak tau hendak berbuat apa, jika bukan karena kaki dan rasa takutnya ia sudah pastikan akan pergi dari rumah ini.
Saat asik melamun pintu kamarnya di ketuk dari luar.
Tok
Tok
Tok
"Vania buka dong! Ini aku Diva." Ucap Diva dari luar pintu.
Vania muak sama Diva, dia selalu mengganggu. "Aku gak pengen diganggu Diva! Tolong ngertiin keadaan aku yah?"
"Gak mauuu! Pokoknya kamu harus bukaa, nanti aku aduin kamu ke-papah." Rengek Diva menyebalkan.
Vania harus banyak-banyak bersabar menghadapi kehidupannya yang sangat berantakan dan rumit. Ia bangkit dari duduknya dan membuka pintu untuk Diva, "kenapa?"
"Gakpapa, aku pengen sama kamu aja." Santai Diva dan masuk kedalam kamar Vania.
Vania menatap Diva lelah, "aku udah bilang kan aku gak mau di ganggu?"
"Lah kok kamu marah? Nanti aku aduin ke papah kalau kamu pacaran sama kak Raiden. Aku bilang kalau kamu udah gak suci lagi!"
Ucapan Diva sangat sarkas mampu melukai hati Vania, "maksud kamu apa sih div? Aku udah putus sama kak Raiden, kalau kamu mau ya udah ambil, aku gak pernah semurahan itu!"
"Kalau kamu gak murahan kenapa, kak Raiden begitu sayang sama kamu? Dan kakaknya bahkan kamu embat! Emangnya itu gak murahan?"
"Kalau kamu gak tau jangan nuduh Diva! Kenapa sih kamu selalu sarkas sama aku? Aku udah turuti semua apa yang kamu mauu! Aku capek Diva... Hiks kamu udah bahagian, biarin aku tenang sekali aja. Aku gak minta kamu bahagiain aku." Keluh Vania menangis.
"K-amu marah?"
"Enggak aku gak marah, cuman aku minta sama kamu! Jangan nanggung aku."
"Oke... Tapi untuk kali ini aja, besok aku mau ganggu kamu lagi." Ujar Diva sembari beranjak dari kasurnya meninggalkan kamar Vania.
Vania lega dan kembali mengunci kamarnya.
Tak sengaja mata Vania tertuju pada ponselnya yang menyala. Menandakan ada notifikasi masuk, itu adalah Raiden.
Raiden.
Selamat malam, istirahat yang cukup jangan begadang Lo, nanti makin bloon lagi.
Gue tau hari ini Lo capek kan? semangat dan besok pagi harus semangat lagi.
Kira-kira seperti itulah isi pesan Raiden yang mampu membuat senyum diwajah Vania terbit, "terimakasih kak Rai." Ucapnya membaca pesan itu terharu.