Cinta Lelaki Sempurna

Dimana Rea sadar akan perbedaan dirinya dengan Qiya.

Rea tidak merendahkan diri, dia hanya melihat kenyataan bahwa dia hanya wanita biasa, lahir di desa jauh dari kota, buta soal Fashion busana, memiliki kehidupan yang serba sengsara, apa lagi dia tidak memiliki tubuh aduhai mempesona.

Jika saat ini ada banyak lelaki disekitarnya, itu karena mereka sedang mengamati Qiya, mata mereka bergerak dengan seksama dari bawah kaki hingga atas kepala.

Rea risih, mana kala para lelaki itu mulai berkerumun, seakan cukup wajar bagi lelaki normal, dimana mereka lupa soal istri di sampingnya, tanpa mampu menahan godaan lekuk tubuh aduhai beserta segala aset pribadi mewah dari mantan seorang model majalah.

"Ada apa ya bapak-bapak sekalian ?." Ryan memecah suasana di sekitarnya.

Tidak ada jawaban, mungkin karena mereka terlalu penasaran tentang apa isi dalam rok Qiya (pastel mungkin). Atau kesulitan menghitung rumus volume dari setengah bola di kedua benda dikantong saku baju itu. Sehingga mereka lupa diri, lupa bicara, lupa bernafas dan lupa segalanya.

Tapi setelah mendengar Ryan angkat bicara, satu demi satu pergi seperti tidak punya dosa apa pun.

Begitu pula dengan Rea, dia pun berjalan pergi, diikuti oleh Ryan dan juga Qiya dari belakang.

Ryan tahu, jika ada yang membuat Rea kurang nyaman...."Istriku, apa kau sedang tidak enak badan ?."

"Aku baik-baik saja." Singkat jawaban Rea.

"Tapi kenapa wajahmu terlihat kusut."

"Apa kau sedang mengejekku ?."

"Darimana datangnya pikiran itu, istriku." Ryan terkejut, karena dia sama sekali tidak berniat mengatakan hal buruk.

"Sejak lahir wajah ku sudah kusut, dekil dan tidak cantik sama sekali."

"Padahal aku tidak merasa begitu." Ryan segera membantah perkataan Rea.

"Sudah lupakan, jadi kemana kita akan pergi sekarang." Tanya Rea dengan nada ketus.

"Mungkin ke salon terlebih dahulu."

Mereka segera naik ke lantai tiga dan sampai di salah satu salon langganan Ryan untuk urusan potong rambut, datanglah sesosok anomali dalam wujud manusia, karena bisa dikatakan, Ryan tidak tahu apa jenis kelamin dari manusia satu ini, entah dia seorang pria atau wanita.

Berpenampilan selayaknya wanita cantik ber-make up tebal pada umumnya hingga orang-orang akan beranggapan tidak ada yang salah dari dia. Selama mereka tidak mendengar suara asli dari mahluk yang dipanggil Sela dengan nama asli, Selamet Syarifuddin.

"Tuan Ryan, sudah lama tidak datang kemari." Sapa Sela selaku pemilik salon tersebut.

"Banyak urusan belakangan ini, kau harus tahu aku sekarang sudah menikah." Ryan memamerkan cincin di jari manisnya.

"Apa !!!?." Tiba-tiba suara lima oktaf terdengar lewat nada suara Sela yang kaget.

Entah apa yang terjadi kepada anomali satu ini, kemungkinan besar dia salah suntik hormon estrogen dan progesteron hingga membuat kejantanan sebagai seorang pria hilang, kini dia beralih profesi menjadi wanita. Tidak, tapi mantan pria, atau Waria juga bisa.

"Aku pikir hubungan kita spesial."

Ryan jelas tidak senang untuk perkataan Sela..."Kenapa kau berkata seakan-akan aku sudah menampakkan mu ?."

"Padahal aku berharap kita bisa sampai ke pelaminan."

"Mana sudi !!!." Tegas Ryan membantah.

Sela melirik kepada dua wanita dibelakang Ryan.

"Harusnya cincin itu adalah milikku, Qiya." Tunjuk Sela ke arah Qiya.

"Tidak, bukan Qiya, tapi sebelahnya." Balas Ryan.

"Eh ?." Sela tertegun.

Dia seakan tidak bisa berkata apa-apa, bingung sekaligus takjub karena sosok wanita yang menjadi istri Ryan diluar imajinasinya.

"Baiklah, hentikan Sela, aku disini tidak untuk melihatmu berperan sebagai raja iblis."

"Siapa juga yang kau sebut raja iblis !!!." Teriak Sela dengan suaranya kembali ke pengaturan awal.

Tapi Sela masih tidak percaya, entah soal pernikahan Ryan atau pun bukan Qiya yang menjadi istrinya.

"Tunggu, bagaimana bisa ?." Tanya Sela masih tidak percaya.

"Kenapa juga kau harus bingung, aku mencintai Rea dan aku ingin menikahinya." Singkat saja Ryan menjelaskan.

"Tapi harusnya, kau dan...." Sela ragu-ragu untuk menunjuk kepada Qiya.

Karena hubungan antara Qiya dan Sela cukup dekat, Qiya juga pernah bekerja di salon Sela sebelum akhirnya menjadi model. Sehingga tidak menutup kemungkinan mereka adalah teman curhat tentang permasalahan hidup masing-masing.

"Aku yakin ada banyak wanita patah hati." Gumam Sela.

"Apa kau mengatakan sesuatu." Ryan hampir tidak bisa mendengar ucapan itu.

"Baiklah, lupakan, kita kembali ke urusan bisnis."

"Padahal dari awal itulah tujuanku." Ryan mengeluh.

"Jadi apa yang bisa aku bantu ?."

Ryan menarik tangan Rea mendekat dan berkata ..."Tolong lakukan semua perawatan agar istriku menjadi lebih cantik."

"Tentu, itu sudah menjadi tugasku."

"Dan juga, berikan perawatan kepada Qiya juga."

Dari belakang Qiya mendengar.... "Tapi tuan ?."

"Tidak apa-apa, aku tahu sebagian besar dari gajimu habis untuk keluarga, jadi kau hampir tidak pernah mampir ke salon ini." Jawab Ryan setelah mendengar itu dari Sela.

Meski ragu-ragu Qiya pun menerima.

"Terimakasih kalau begitu tuan."

Sela menggelengkan kepala penuh makna..."Kau tetap menjadi lelaki baik seperti biasa, aku ingatkan Ryan, terkadang kebaikan mu bisa menyakiti perasaan wanita lain. Termasuk juga untukku."

"Aku tidak pernah menganggap mu sebagai wanita." Secara tegas Ryan mengatakannya.

"Teganya."

Setelah Qiya membawa Rea untuk masuk dan mengambil kursi saling bersebelahan, Ryan tidak serta-merta duduk menunggu berjam-jam hingga para wanita selesai perawatan, dia pun memilih pergi mengurus keperluannya sendiri.

Di sisi lain.

Rea tampak bingung harus berbuat apa, sejak awal pergi ke salon adalah keinginan Ryan. Sedangkan urusan potong rambut selama ini, itu dilakukan oleh ibunya sendiri.

Di desa Pakusanga tidak ada salon seperti di kota. Ada tukang potong rambut, tapi sebagian besar pelanggan disana adalah para lelaki dan orang tua. Style potongan pun sederhana, kalau tidak cepak, ya botak.

"Kak, apa yang harus aku lakukan disini ?." Tanya Rea kepada Qiya di sebelah.

"Duduk saja nona, biar nanti Sela dan anak buahnya mengurus perawatan kita."

"Baiklah." Rea menurut saja apa kata Qiya.

Secara langsung Sela sendirilah yang mengambil alih urusan perawatan Rea. Sedangkan Qiya di-handle oleh salah satu pegawai, dimana mereka sama-sama sudah melupakan kodrat sebagai pria menjadi anomali dunia.

Rea hanya diam ketika Sela mulai membasahi rambutnya, berbekal gunting di tangan, kepiawaian Sela memotong setiap bagian rambut begitu lincah, dikarenakan dia sudah memiliki sertifikat kelayakan dan banyak pengalaman.

"Nyonya, kalau boleh tahu, bagaimana ceritanya anda dan tuan Ryan saling mengenal ?." Ucap Sela.

Tiba-tiba saja pertanyaan dari Sela datang dan Rea jelas tidak memiliki kata-kata yang tepat untuk menjawabnya.

"Aku tidak tahu, karena sejak awal aku tidak mengenal Ryan sama sekali." Ungkap Rea.

Mendengar itu, tangan Sela yang memainkan gunting dengan lincah, seketika berhenti. Setelah terkejut karena pernikahan Ryan sangat mendadak, kini dia dikejutkan kembali oleh alasan bahwa Rea menikah atas dasar paksaan dari orang tua.