Arka Fadhlan, seorang pakar kriptografi, menemukan potongan manuskrip kuno yang disebut Vyonich, teks misterius yang diyakini berasal dari peradaban yang telah lama menghilang. Berbagai pihak mulai memburunya—dari akademisi yang ingin mengungkap sejarah hingga organisasi rahasia yang percaya bahwa manuskrip itu menyimpan rahasia luar biasa.
Saat Arka mulai memecahkan kode dalam manuskrip, ia menemukan pola yang mengarah ke lokasi tersembunyi di berbagai penjuru dunia. Dibantu oleh Kiara, seorang arkeolog eksentrik, mereka memulai perjalanan berbahaya melintasi reruntuhan kuno dan menghadapi bahaya tak terduga.
Namun, semakin dalam mereka menggali, semakin banyak rahasia yang terungkap—termasuk kebenaran mengejutkan tentang asal-usul manusia dan kemungkinan adanya kekuatan yang telah lama terlupakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Rifa'i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENUJU LUTHADEL
Matahari pagi menyinari markas tersembunyi mereka di pegunungan. Di landasan pendaratan, sebuah pesawat kecil dengan desain aerodinamis telah disiapkan.
Ezra sedang memeriksa bahan bakar dan sistem navigasi, sementara Kiara mengatur perlengkapan di dalam kabin. Arka berdiri di dekat pintu pesawat, memandangi Eldrin dan Dr. Helena yang masih berada di luar.
"Jadi, ini benar-benar keputusan kalian?" Eldrin bertanya, tangannya bersedekap.
Arka mengangguk. "Tidak ada jalan lain. Jika inti sejati Orbis masih ada di luar sana, kita harus menemukannya sebelum pihak lain melakukannya."
Dr. Helena menatapnya dengan cemas. "Perjalanan ini jauh lebih berbahaya daripada apa yang kita hadapi sebelumnya. Luthadel bukan hanya tempat yang tersembunyi, tapi juga penuh dengan misteri yang bahkan sejarah tidak bisa menjelaskannya."
"Kami tahu risikonya." Kiara muncul dari dalam pesawat, membawa tas berisi senjata dan perlengkapan darurat. "Tapi kalau kita tidak bertindak sekarang, dunia bisa berada dalam bahaya yang lebih besar."
Eldrin menghela napas. "Baiklah. Tapi ingat, jika keadaan menjadi terlalu buruk, jangan ragu untuk mundur."
Arka menatapnya dengan senyum tipis. "Kau tahu kami bukan tipe yang mudah mundur."
Dr. Helena menyerahkan sebuah perangkat kecil kepada Arka. "Ini komunikasi satelit. Jangkauannya terbatas, tapi setidaknya kau bisa menghubungi kami jika sesuatu terjadi."
Arka menerimanya dan memasukkannya ke dalam sakunya.
Ezra bersiul dari kokpit. "Baiklah, tim petualang, pesawat sudah siap. Jika kita ingin sampai ke Luthadel sebelum ada pihak lain yang mendahului kita, kita harus berangkat sekarang."
Arka, Kiara, dan Ezra naik ke dalam pesawat. Mesin mulai menyala, dan sayap pesawat sedikit bergeser saat dorongan angin dari baling-baling mulai meningkat.
Eldrin dan Dr. Helena melangkah mundur, melihat pesawat itu mulai mengangkat landasan.
"Hati-hati di luar sana," kata Dr. Helena pelan.
Pesawat itu melesat ke langit, meninggalkan markas dan menuju ke tempat yang belum pernah mereka jelajahi sebelumnya.
MISTERI MEDAN ANOMALI
Perjalanan menuju Luthadel tidaklah mudah.
Dari data yang dikumpulkan Dr. Helena, tempat itu berada di tengah medan anomali sebuah area di mana hukum fisika tampak tidak stabil. Gelombang elektromagnetik tidak dapat diprediksi, cuaca berubah dengan cepat, dan alat navigasi sering mengalami gangguan.
Saat mereka memasuki wilayah tersebut, Ezra mencoba menjaga pesawat tetap stabil.
"Sinyal mulai kacau," katanya sambil menyesuaikan sistem navigasi.
Kiara menatap ke luar jendela. Awan hitam menggantung di langit, dan kilatan cahaya aneh terlihat di kejauhan.
Arka menyipitkan mata. "Aku bisa merasakan sesuatu. Seperti ada energi yang berbeda di sini."
Ezra meliriknya. "Kau mulai berbicara seperti Aldrich."
Arka menggeleng. "Tidak. Ini berbeda. Rasanya… seolah ada sesuatu yang masih hidup di tempat ini."
Tiba-tiba, sistem pesawat berbunyi keras.
BIP! BIP! BIP!
"Ada sesuatu di depan kita!" Kiara berteriak.
Ezra menarik kemudi dengan cepat. Pesawat bergetar saat mereka menghindari sebuah anomali energi, sebuah bola cahaya besar yang melayang di udara, memancarkan percikan listrik.
Gelombang dari anomali itu menghantam pesawat, membuat seluruh sistem listrik berkedip.
"Sial! Kita kehilangan daya!" Ezra mencoba menstabilkan pesawat, tapi mereka mulai kehilangan ketinggian dengan cepat.
Arka menggenggam kursinya erat. "Bersiap untuk pendaratan darurat!"
Pesawat itu meluncur ke bawah, menembus lapisan awan tebal.
Di bawah mereka, sebuah daratan luas mulai terlihat, sebuah padang tandus berbatu dengan reruntuhan kuno tersebar di kejauhan.
Ezra menarik kemudi dengan sekuat tenaga.
BBAAAMMM!
Pesawat menghantam tanah dengan keras, meluncur beberapa meter sebelum akhirnya berhenti.
Debu dan pasir beterbangan di udara.
Di dalam pesawat, Arka, Kiara, dan Ezra terbatuk-batuk, mencoba mengumpulkan kesadaran mereka.
"Semua orang baik-baik saja?" Arka bertanya, masih berusaha mengatur napas.
Ezra memeriksa tangannya yang terluka ringan. "Aku masih hidup, kalau itu yang kau tanyakan."
Kiara menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan pusing. "Aku baik-baik saja. Tapi pesawat kita sepertinya tidak bisa digunakan lagi."
Mereka melihat ke luar jendela. Pesawat mereka sekarang hanya seonggok logam penyok yang terjebak di pasir.
Arka menghela napas. "Sepertinya kita harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki."
Ezra mendesah. "Tentu saja. Tidak ada petualangan yang lengkap tanpa sedikit kesulitan, kan?"
Arka membuka pintu pesawat, dan angin panas segera menerpa wajahnya.
Mereka telah tiba di Luthadel.
Dan di depan mereka, sebuah struktur batu raksasa berdiri megah, pintu masuk ke Kuil Luthadel.
GERBANG MENUJU MASA LALU
Struktur itu terlihat jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan. Pilar-pilarnya menjulang tinggi, dihiasi dengan ukiran kuno yang tampaknya menggambarkan peristiwa dari masa lalu.
Kiara menyentuh salah satu ukiran. "Ini mirip dengan simbol yang ada di Menara Orbis."
Ezra menyalakan senter dan menyinari dinding. "Kalau tempat ini memiliki hubungan dengan Orbis, mungkin kita bisa menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan misteri yang tersisa."
Arka melangkah ke depan. Ada pintu besar di tengah struktur itu, tapi tidak ada pegangan atau tuas untuk membukanya.
Dia melihat sebuah pola di lantai sebuah lingkaran dengan simbol-simbol aneh di sekelilingnya.
"Aku merasa kita harus mengaktifkan ini untuk membuka pintunya," katanya sambil berjongkok.
Kiara mengamati simbol-simbol itu. "Mungkin ada urutan tertentu untuk mengaktifkannya."
Ezra menyeringai. "Atau mungkin kita hanya perlu menghancurkannya."
Kiara memberinya tatapan tajam. "Itu ide yang buruk."
Arka menutup matanya sejenak, mencoba merasakan energi di sekitar mereka.
Tiba-tiba, lingkaran di lantai mulai bersinar perlahan.
Pintu raksasa di depan mereka bergemuruh, seolah merespons sesuatu.
"Apa yang kau lakukan?" Kiara bertanya.
Arka membuka matanya kembali. "Aku tidak tahu. Tapi sepertinya… tempat ini mengenali kita."
Pintu itu akhirnya terbuka, mengungkap sebuah lorong panjang yang diselimuti kegelapan.
Udara di dalamnya terasa berat, seolah menyimpan rahasia yang telah terkubur selama berabad-abad.
Ezra menelan ludah. "Yah… tidak ada jalan lain selain masuk, kan?"
Arka melangkah maju, diikuti oleh Kiara dan Ezra.
Di dalam kegelapan, mereka tahu bahwa jawaban yang mereka cari tentang Orbis, tentang dunia, dan tentang diri mereka sendiri menanti di dalam Kuil Luthadel.
Dan tidak ada jalan untuk kembali.
Bersambung ke Bab 22…