NovelToon NovelToon
From Duks Till Dawn

From Duks Till Dawn

Status: sedang berlangsung
Popularitas:158
Nilai: 5
Nama Author: Cherry_15

Seorang perempuan cantik dan manis bernama Airi Miru, memiliki ide gila demi menyelamatkan hidupnya sendiri, ditengah tajamnya pisau dunia yang terus menghunusnya. Ide gila itu, bisa membawanya pada jalur kehancuran, namun juga bisa membawakan cahaya penerang impian. Kisah hidupnya yang gelap, berubah ketika ia menemui pria bernama Kuyan Yakuma. Pria yang membawanya pada hidup yang jauh lebih diluar dugaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherry_15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21. Sepatu Sobek Cinderella

“Omong-omong, Airi. Aku baru menyadari sesuatu,” ucap Ryuka tiba-tiba, saat mereka sedang melamun menikmati mentari terbit dan jernihnya sungai.

“Hmm? Ada apa?” tanya Airi penasaran.

“Kau tidak pakai alas kaki? Apa kakimu tidak sakit menginjak rerumputan yang mungkin berbatu?” tanya Ryuka dengan santai, namun tetap terlihat jelas kepedulian dari sorot matanya.

Mendengar pertanyaan itu, Airi spontan menoleh ke arah kakinya. Matanya sedikit terbelalak ketika menyadari, bahwa kakinya langsung menyentuh rumput tanpa penghalang apapun.

“Ah! Benar juga, ya? Dimana sepatuku?” panik Airi, menoleh kesana dan kemari mencari alas kakinya.

Ryuka terbelalak melihat aksi gadis polos itu. “Kau tidak menyadari bahwa sedari tadi tidak pakai sepatu!?”

Airi menggeleng polos. “Tidak. Sejak bangun tadi, yang kucari adalah dirimu. Jadi aku tak memikirkan tentang sepatu.” jawabnya jujur.

Ryuka menepuk dahinya sendiri, menghela napas pasrah, lalu berkata.

“Sudahlah! Ayo, kita cari sepatumu bersama. Kita sudah harus mengembalikan tenda dan barang sewaan ini, sebelum sore nanti.”

“Bagaimana jika kita cari, sambil merapikan tenda? Mungkin akan lebih mudah?” usul Airi.

“Ide bagus tuh! Tumben kau cerdas! Efek makan otak ikan, ya?” sahut Ryuka menyetujui, entah sedang memuji atau meledek Airi.

Tanpa mempedulikan ledekan dari Ryuka, Airi pun mulai mengumpulkan semangat untuk merapikan tenda sembari mencari sepatunya. Atau mungkin dirinya memang tidak sadar sedang diledek.

Setelah tenda dan setiap perlengkapan camping sudah rapi, ditemukanlah sepatu Airi. Namun hanya satu, tanpa pasangannya.

Airi dan Ryuka, menggaruk bagian belakang kepalanya secara bersamaan. Bahkan pose mereka pun tampak persis, menyanggahkan sebelah tangannya di pinggang.

Merasa heran karena sepatunya hanya tertemui satu buah, mereka memutuskan untuk mengedarkan pandangannya ke seluruh area sekitar, tanpa berdiskusi.

Namun nihil, hanya terlihat hamparan rumput yang luas bersama beberapa batu diatasnya. Hampir saja Airi menangis karena putus asa.

“Jangan sedih, Airi. Mungkin saja sepatumu sudah hanyut di sungai, atau dimakan binatang buas seperti beruang,” ucap Ryuka, mencoba menenangkan.

“Justru jika kau bilang begitu, aku akan semakin sedih!” sentak Airi, akhirnya menangis jua.

Ryuka tertawa kecil mendengar tangisan manja tersebut.

“Maaf, maaf. Habisnya, kau menggemaskan sih! Ayo, kita cari lagi ditempat lain.” ucapnya sembari mengusap singkat rambut Airi.

“Berpencar ya, supaya cepat ketemu.” usul Airi, sedikit memberi komando.

“Siap, tuan putriku!” sahut Ryuka sembari mengambil sikap hormat sempurna.

Airi sedikit tersipu malu, diperlakukan layaknya putri oleh Ryuka. Namun tidak ia pedulikan, ia hanya ingin fokus mencari sepatunya yang hilang.

Cukup lama mereka berpencar mencari sepatu. Airi menyusuri setiap sudut hamparan rumput di dekatnya, sedangkan Ryuka mencarinya diatas pepohonan dan di area sungai.

“Ryuka! Cari yang benar! Sepatuku tak mungkin hanyut di sungai!” rengek Airi, masih tak rela jika kemungkinan itu bisa saja terjadi.

“Tak menutup kemungkinan, kan?” elak Ryuka, membuka kemungkinan baru.

Mereka pun terus mencari, namun hingga siang menjelang sepatu Airi tak juga tertemui. Kaki yang sedari tadi tak terlindungi alas, lambat laun terluka juga.

Ryuka yang menyadari bercak darah dari kaki Airi, segera menghampirinya. Ia menyentuh bahu gadis itu dengan lembut.

“Airi… kakimu terluka, sayang. Beristirahatlah dulu, dan rendam kakimu di air sungai dingin itu. Masalah sepatumu, biar aku yang melanjutkan mencarinya.” ucapnya memberi saran dengan lembut.

Airi pun menurutinya tanpa banyak bicara. Ia hanya menunggu sembari merendam kaki di tepi sungai. Sedikit terpikir, betapa baiknya Ryuka.

Jika orang lain, mungkin saja sudah menyerah karena lelah. Namun Ryuka terus mencari tanpa letih, dibawah terik sinar mentari.

Terkadang, Airi bersyukur dipertemukan dengan pria sebaik Ryuka. Meski pada awalnya, pria itu terus menolak dan memperlakukannya dengan kasar.

Ada juga rasa bimbang di hatinya. Sudah cukup baik kah ia memperlakukan Ryuka? Sedalam apa luka yang ia tancapkan, ketika menolak cintanya tadi? Airi mulai sedikit merasa menyesal.

“Nah, ketemu!” seru Ryuka, membuyarkan lamunan singkat Airi.

Sontak Airi menoleh ke sumber suara.

“Sungguh? Dimana kau menemukannya?” tanyanya dengan riang.

“Dibalik semak-semak situ.” jawab Ryuka dengan enteng, sembari menunjuk ke arah yang dimaksud.

“Aneh, mengapa bisa terpisah sejauh itu ya?” tanya Airi penasaran.

Mereka terdiam sesaat, mencoba merenungi hal yang mungkin saja terjadi. Sejenak Ryuka teringat akan kejadian semalam.

Saat tengah terlelap, ia kembali terjaga akibat mendengar suara tirai tenda yang dibuka begitu saja oleh gadis yang tadinya tertidur di sisinya.

Malam itu, Airi keluar tenda tanpa alasan. Penasaran, Ryuka pun mengintip apa yang ia lakukan diluar tenda selarut ini.

Ia terkejut menyaksikan Airi berdansa dengan sepatunya sendiri, sembari menyanyikan lagu Silent Cold Fire, lalu melemparnya begitu saja ke semak-semak.

Ingatan itu terasa begitu samar, hingga Ryuka mengira dirinya hanya bermimpi semalam. Namun melihat sepatunya sungguh berada di semak-semak, ia yakin bahwa itu bukanlah mimpi.

Renungan Ryuka kian keras, mempertanyakan mengapa Airi tidak mengingat tingkah anehnya semalam? Apa Airi hanya mengigau seperti malam saat ia mendekap Ryuka yang menagis?

Merasa itu mungkin adalah keanehan yang tak ingin Airi tunjukan pada siapapun, Ryuka memilih untuk menutupinya, berpura-pura tidak mengetahui apapun.

“Mungkin dibawa binatang karena dikira makanan, namun dilepeh setelah menyadari bahwa sepatu ini tak bisa dimakan. Kakimu bau ikan asin, sih!” jawab Ryuka sembari mengangkat kedua bahunya.

“Ih, Ryuka menyebalkan!”

Ryuka tertawa lepas, tak menyangka akan mendapat reaksi seperti itu dari Airi. Padahal ia sama sekali tidak berniat menjahilinya, namu gadis itu tetap marah dengan cara khas yang menggemaskan.

“Maaf, maaf. Lagipula, mengapa kau sekeras ini mencari sepatu, sih? Sepatu ini kan, sudah banyak robeknya. Bukankah akan lebih baik jika kita pulang sejak awal, dan membeli sepatu baru?” tanya Ryuka, melepas rasa penasaran.

“Jangan menyia-nyiakan barang! Meski sudah banyak robeknya, masih bisa diperbaiki di tukang sol sepatu,” jawab Airi, sedikit sakit hati mendengar sepatunya dihina. Namun tak ia tunjukan.

“Jika hanya diperbaiki, tidak menutup kemungkinan bahwa sepatu ini akan rusak lagi. Mengapa kau sangat tak ingin membeli sepatu baru?” Ryuka masih keras dengan rasa penasarannya, sedikit peduli dan khawatir.

“Sepatu ini, hadiah ulangtahun dari ayahku. Meski sepatu murah dan mudah rusak, aku tak memiliki peninggalan apapun darinya.” jawab Airi, sedikit sendu. Hendak menangis.

Ryuka terdiam sejenak, memahami juga merasakan setiap kesedihan pada Airi. Sedikit merasa bersalah, menghela napas berat, lalu kembali bersuara.

“Aku mengerti, Airi. Barang ini pastinya memiliki makna spesial didalam hatimu, aku sangat paham akan perasaan itu. Tapi, kenyamananmu adalah yang utama.”

“Aku tetap nyaman menggunakan sepatu rusak ini!” sela Airi, tak mau kalah.

“Tidak! Bukankah luka-luka juga lecet di kakimu, adalah bukti betapa menyiksanya sepatu ini!?” elak Ryuka, sedikit membentak dengan tegas.

“Tapi, aku tak bisa membuangnya begeitu saja!” ucap Airi dengan suara bergetar.

“Aku tak pernah bilang, bahwa kau harus membuangnya. Kau masih bisa menyimpannya sebagai kenangan, lalu mengenakan sepatu yang lebih nyaman di kakimu.” Ryuka memberi usul.

Airi sedikit merenungi ucapan Ryuka. Dari perkataan tersebut, ia menyadari satu hal: mengenang pemberian ayahnya yang sudah tiada, bukan berarti menyakiti dirinya dengan cara terus mengenakan barang yang sudah tak layak pakai.

Sebaliknya, menyimpan dan merawat barang itu agar tak kian rusak, mungkin adalah cara yang lebih baik untuk menghargai pemberian tersebut.

“Aku mengerti, Ryuka. Terimakasih telah mengajarkanku. Tapi sepertinya, aku akan tetap memperbaiki sepatu ini.” ucap Airi dengan lembut, memberi keputusan.

“Kau sama sekali tak memahami perkataanku!?” tanya Ryuka, sedikit salah paham.

“Aku paham, aku sangat paham kenyamanan adalah yang utama. Aku tidak pernah bilang akan mengenakan sepatu ini lagi,” jawab Airi memberi klarifikasi.

“Lalu?” tanya Ryuka penasaran.

“Aku akan tetap memperbaikinya, agar terlihat bagus saat disimpan. Selebihnya, aku akan mengikuti usulmu untuk membeli sepatu baru.” jawab Airi menjelaskan.

Ryuka tersenyum bangga mendengar keputusan bijak itu, ia mengusap lembut kepala Airi seraya berkata. “Good girl! Such a good girl!”

Setelah sedikit berkemas ulang, mereka pun bergegas pulang. Airi yang kakinya masih terluka, digendong Ryuka dari belakang sembari memegangi kedua sepatu robeknya.

Sedangkan Ryuka yang mengendong Airi, masih menyediakan ruang pada tubuhnya untuk membawa perlengkapan camping sewaan yang lain.

Begitulah cara mereka, akhirnya bisa sampai pada parkiran mobil yang cukup jauh dari area camp. Airi dalam gendongan, tak berhenti mengucap syukur dan kagum telah dipertemukan dengan pria kuat spereti Ryuka.

Bahkan ketika sudah berada dalam mobil yang terus melaju pulang, Airi tiada henti tersenyum senang seorang diri, benar-benar menikmati keberuntungannya dipertemukan dengan Ryuka.

Tentu saja Ryuka menyadari aksi aneh Airi, namun ia hanya mengira bahwa gadis disebelahnya senang setelah menghabiskan waktu bersama.

Ryuka mengusap lembut rambut Airi tanpa menoleh, lalu bertanya. “Kau bahagia, camping bersamaku, Airi?”

Dengan riang Airi menjawab. “Iya! Meski hanya satu malam, banyak pelajaran berharga tentang hidup yang bisa ku ambil darimu. Terimakasih ya, Ryuka.”

Ryuka tersenyum lega mendengar itu. Meski ia tak sepenuhnya paham, pelajaran apa yang ia berikan pada Airi. Namun ia yakin, ungkapan gadis itu bukanlah menggambarkan hal yang buruk.

“Baguslah. Jika masih ingin berlibur, bilang saja ya. Aku bisa ambil jatah bolos kerja lagi.”

“Ryuka!” sentak Airi kesal.

Ryuka tertawa lepas sembari kembali fokus menyetir, tangannya ia kembalikan pada setir mobil. Sedikit menyembunyikan rasa takut, tak ingin kecelakaan mengerikan itu terulang lagi.

Ya, sejujurnya sejak insiden pembawa trauma, Ryuka tak berani lagi menyetir mobil. Ia kemana-mana lebih memilih jalan kaki.

Namun karena ingin mengajak Airi berlibur ke tempat yang cukup jauh, ia berusaha memberanikan diri. Berharap perlahan segala trauma dan phobianya akan sirna.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!