NovelToon NovelToon
Obsession (Cinta Dalam Darah)

Obsession (Cinta Dalam Darah)

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Romansa / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia / Fantasi Wanita
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ricca Rosmalinda26

Seorang mafia kejam yang menguasai Italia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki sisi gelap serupa dengannya. Mereka saling terobsesi dalam permainan mematikan yang penuh gairah, kekerasan, dan pengkhianatan. Namun, di antara hubungan berbahaya mereka, muncul pertanyaan: siapa yang benar-benar mengendalikan siapa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ricca Rosmalinda26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Benih Penghianatan

Malam itu seharusnya menjadi puncak dari permainan mereka—sebuah kesepakatan tanpa kata yang mengikat mereka lebih dalam. Namun, setelahnya, Dante mulai memperhatikan sesuatu yang mengusik pikirannya.

Valeria tidak lagi hanya menjadi bayangan di sisinya.

Ia mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa dirinya menginginkan sesuatu yang lebih.

Dante pertama kali menyadari perubahan itu ketika beberapa anak buahnya mulai merespons perintah Valeria secepat mereka merespons perintahnya.

Suatu hari, ia melihat bagaimana Luca—tangan kanannya yang paling setia—menghampirinya dengan ekspresi ragu.

“Boss, beberapa orang kita menerima instruksi dari Valeria.”

Dante mengangkat alis. “Instruksi?”

Luca mengangguk. “Dia memberi perintah pada tim keamanan untuk mengubah jadwal patroli di beberapa gudang utama kita.”

Dante bersandar di kursinya, mengetukkan jemarinya ke permukaan meja kayu. “Dan mereka menuruti perintahnya?”

Luca menelan ludah. “Valeria… punya cara untuk meyakinkan mereka.”

Dante mengangguk pelan. Ia tidak mengatakan apa pun, tetapi pikirannya mulai bekerja dengan cepat.

Valeria bukan orang yang bertindak tanpa alasan. Jika dia mulai memberi perintah, itu berarti dia sedang menguji seberapa besar kekuasaannya.

Dan Dante tidak suka diuji.

Tanda berikutnya datang ketika Valeria mulai sering menghilang tanpa memberi tahu Dante ke mana tujuannya.

Suatu malam, Dante menunggunya di vila mereka, tetapi wanita itu tidak muncul hingga larut malam.

Ketika akhirnya Valeria masuk, masih mengenakan gaun hitam yang elegan dengan jejak parfum samar di kulitnya, Dante menatapnya dengan dingin.

“Kemana saja?”

Valeria tersenyum, melepas mantelnya dan melemparkannya ke sofa. “Aku hanya bersenang-senang.”

Dante mengamati ekspresinya. Wanita itu terlalu santai, terlalu percaya diri.

“Bersama siapa?” tanyanya, suaranya tetap tenang.

Valeria mendekatinya, melingkarkan lengannya di leher Dante, seolah ingin mengalihkan perhatiannya. “Kau mencurigaiku?”

Dante tidak langsung menjawab. Ia menatap dalam matanya, mencari sesuatu di sana.

Valeria tersenyum tipis, lalu berbisik, “Aku tidak akan mengkhianatimu, Dante.”

Tetapi justru kata-kata itu yang membuat Dante semakin curiga.

Beberapa hari kemudian, Dante menerima laporan yang benar-benar membuatnya waspada.

Seorang pria dari keluarga kecil yang dulunya setia pada Giovanni Rizzo kini meminta bertemu dengannya.

Dante menemuinya di sebuah gudang kosong, diapit oleh Luca dan beberapa anak buahnya.

Pria itu tampak gelisah saat berbicara. “Aku ingin tetap berada di pihak yang menang, Tuan Salvatore.”

Dante menatapnya tajam. “Dan apa maksudmu dengan itu?”

Pria itu menelan ludah, lalu berkata dengan suara rendah, “Ada desas-desus… bahwa Valeria ingin mengambil alih kekuasaan Anda.”

Gudang itu menjadi sunyi.

Dante tetap diam, tetapi pikirannya mulai menghubungkan titik-titik yang selama ini ia abaikan.

Perintah Valeria yang mulai ditaati oleh anak buahnya.

Kebiasaannya menghilang tanpa jejak.

Dan sekarang, seseorang yang berpikir bahwa Valeria bisa menjadi penguasa berikutnya.

Dante akhirnya menyadari sesuatu.

Valeria bukan hanya bermain-main dengannya.

Dia sedang mengatur langkahnya untuk mengambil segalanya.

--

Dante duduk di ruang kerjanya, menyesap anggur merah sambil menatap kosong ke luar jendela. Malam semakin larut, tetapi pikirannya terus bekerja.

Valeria.

Wanita itu telah menjadi bagian dari dunianya—bukan hanya sebagai pendamping, tetapi juga sebagai ancaman.

Ketika pertama kali bertemu, ia melihat kegilaan dalam mata Valeria. Sekarang, ia mulai melihat sesuatu yang lebih berbahaya: ambisi.

Dante tidak bisa bertindak gegabah. Jika Valeria benar-benar merencanakan sesuatu, ia harus memastikan semuanya sebelum mengambil keputusan.

Maka, malam itu ia mengundang Valeria makan malam di restoran eksklusif di pusat kota Roma.

Valeria datang dengan gaun merah yang membalut tubuhnya sempurna. Ia tersenyum ketika melihat Dante sudah menunggunya di meja VIP, seolah tidak menyadari bahwa pria itu mulai meragukannya.

“Jarang sekali kau yang mengundangku duluan,” kata Valeria sambil duduk di hadapannya.

Dante tersenyum tipis. “Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu.”

Valeria tertawa kecil. “Begitukah?”

Makan malam berlangsung seperti biasa—dengan percakapan ringan, anggur yang mengalir, dan tatapan penuh ketegangan di antara mereka. Tetapi saat hidangan utama hampir habis, Dante menjatuhkan umpannya.

“Ada yang ingin kutanyakan padamu.”

Valeria mengangkat alis, menyesap anggurnya. “Tanyakan saja.”

Dante menatapnya dalam-dalam. “Apa kau ingin mengambil alih kekuasaanku?”

Ruangan terasa sunyi sesaat.

Valeria tidak langsung menjawab. Matanya menatap Dante dengan intensitas yang sulit diartikan. Kemudian, ia tersenyum samar.

“Kenapa kau berpikir begitu?”

Dante tidak membalas senyumnya. “Beberapa anak buahku mulai lebih patuh padamu dibanding padaku. Aku mendengar rumor bahwa ada orang yang ingin mengalihkan kesetiaannya padamu. Dan kau sering menghilang tanpa jejak.”

Valeria menatap Dante sejenak, lalu meletakkan gelasnya dengan pelan.

“Jadi, kau mencurigaiku?” tanyanya dengan nada lembut.

Dante menyandarkan diri ke kursinya, ekspresinya tetap dingin. “Aku hanya ingin tahu kebenarannya.”

Valeria menghela napas kecil, lalu berdiri dari kursinya. Ia berjalan mengitari meja, mendekat ke arah Dante.

Ia berbisik di telinganya, “Kalau aku memang ingin merebut kekuasaanmu, Dante… aku sudah melakukannya sejak dulu.”

Dante tetap diam, tetapi ia bisa merasakan napas hangat Valeria di kulitnya.

Wanita itu menatapnya, matanya bersinar dengan sesuatu yang berbahaya. “Tapi aku belum melakukannya. Kenapa?”

Dante tidak menjawab.

Valeria tersenyum tipis, lalu berbalik pergi, meninggalkannya sendirian di restoran itu.

Malam itu, Dante tahu satu hal: Valeria memang menyembunyikan sesuatu.

Entah ia sedang menunggu waktu yang tepat atau masih menimbang langkahnya, tetapi satu hal jelas—pengkhianatan itu hanya masalah waktu.

Dan sebelum Valeria berhasil melakukannya… Dante harus bergerak lebih dulu.

---

Permainan Tanpa Aturan

Dante menatap Valeria dengan penuh perhatian. Ia telah melihatnya membunuh tanpa ragu, menikmati permainan psikologisnya terhadap korban, dan bahkan membantai orang-orang yang berusaha menghalanginya. Namun, kali ini berbeda.

Malam itu, di sebuah gudang tua yang jauh dari pusat kota, seorang pria dengan tangan terikat duduk di hadapan mereka. Ia bukan musuh, bukan pengkhianat, bukan seseorang yang berarti bagi dunia mafia. Ia hanyalah orang biasa yang kebetulan berada di tempat yang salah.

Dante melemparkan pisau ke kaki Valeria.

“Bunuh dia,” perintahnya.

Valeria menatap pisau itu, lalu menoleh ke Dante dengan senyum kecil. “Kenapa?”

Dante tidak menunjukkan emosi. “Aku ingin melihat apakah kau benar-benar setia padaku.”

Valeria menunduk, mengambil pisau itu perlahan. Ia berjalan mendekati pria yang gemetar di kursinya, lalu berjongkok di depan korban, menatapnya dengan ekspresi penuh minat.

Pria itu menangis, tubuhnya bergetar ketakutan.

“Aku… aku tidak tahu apa pun…” suaranya nyaris tak terdengar.

Valeria mengangkat pisaunya, membiarkan ujungnya menyentuh kulit leher pria itu. Ia bisa merasakan detak jantungnya yang cepat, hampir bisa mencium ketakutan yang menguar dari tubuhnya.

Kemudian, ia menoleh ke Dante.

“Tidak.”

Dante menyipitkan mata. “Tidak?”

Valeria berdiri, membalik pisau di tangannya lalu melemparkannya kembali ke arah Dante. Pisau itu menancap di meja kayu di sampingnya, getarannya bergema di ruangan.

“Aku tidak suka diperintah,” ucap Valeria, nada suaranya tajam.

Dante tersenyum tipis. “Kau bisa membunuh siapa pun tanpa ragu. Kenapa sekarang tidak?”

Valeria mendekatinya, menatapnya tanpa gentar. “Karena ini bukan pilihanku.”

Suasana menegang.

Luca dan beberapa anak buah Dante yang mengawasi dari kejauhan mulai bergerak waspada, tetapi Dante mengangkat tangannya, menghentikan mereka.

Ia dan Valeria saling menatap, seperti dua predator yang mencoba membaca langkah lawan.

Akhirnya, Dante mendekatkan wajahnya ke Valeria, hampir berbisik. “Jadi, kau hanya membunuh saat kau menginginkannya?”

Valeria tersenyum, jarinya menyentuh dada Dante dengan pelan. “Aku tidak tunduk pada siapa pun, Dante. Bahkan padamu.”

Dante tertawa pelan, tetapi sorot matanya gelap. Ia tidak tahu apakah ia semakin tergila-gila pada Valeria atau semakin ingin menghabisinya.

Namun, satu hal jelas—Valeria bukan miliknya untuk dikendalikan.

---

Dante duduk di ruang kerjanya, menyesap anggur dengan ekspresi tak terbaca. Pikirannya dipenuhi oleh satu hal—Valeria.

Wanita itu adalah sesuatu yang belum pernah ia temui sebelumnya. Tidak bisa dikendalikan, tidak bisa ditebak. Setiap kali ia mencoba menguji Valeria, justru Valeria yang berbalik mengendalikannya.

Namun, Dante bukan orang bodoh. Ia mulai memperhatikan detail-detail kecil yang membuatnya semakin curiga.

Pesan Rahasia

Suatu malam, Dante memperhatikan sesuatu yang aneh.

Valeria duduk di sofa ruang tamu vila mereka, memainkan ponselnya dengan ekspresi tenang. Tetapi ketika Dante masuk, ia dengan cepat mematikan layar dan menyelipkan ponsel ke sampingnya.

Dante berjalan mendekat.

“Siapa yang baru saja menghubungimu?” tanyanya.

Valeria tersenyum santai. “Hanya teman lama.”

Dante menatapnya, lalu meraih ponselnya dengan cepat. Valeria tidak melawan, hanya membiarkan Dante mengambilnya.

Ia membuka layar—tetapi tidak ada pesan, tidak ada panggilan terakhir. Seolah-olah semuanya telah dihapus sebelum ia bisa melihatnya.

“Cepat sekali menghapus pesan,” komentar Dante, matanya menyipit.

Valeria hanya tertawa kecil. “Privasi, amore. Aku pikir kau menghargai itu.”

Dante menatapnya lebih lama sebelum akhirnya mengembalikan ponsel itu.

Siapa yang sebenarnya Valeria hubungi?

Kepergian Tanpa Jejak

Valeria mulai sering menghilang tanpa penjelasan.

Biasanya, Dante tahu persis di mana Valeria berada—entah itu di vila mereka, di klub, atau ikut dalam pertemuan mafia. Tetapi kini, ada malam-malam di mana ia tidak bisa menemukannya.

Suatu hari, Dante menyuruh Luca mengawasi pergerakan Valeria.

Luca melapor dengan wajah penuh keraguan. “Dia pergi ke sebuah bangunan tua di luar kota. Sendirian. Tidak ada catatan bahwa kita punya bisnis di sana.”

Dante mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. “Siapa yang menemuinya?”

Luca ragu sejenak sebelum menjawab, “Kami tidak bisa melihatnya. Dia memastikan tidak ada yang mengikutinya, lalu menghilang ke dalam gedung.”

Dante tahu Valeria adalah seorang pembunuh yang lihai. Jika dia tidak ingin ditemukan, maka dia tidak akan ditemukan.

Tetapi pertanyaannya adalah—apa yang dia sembunyikan?

Orang-Orang yang Mulai Berpindah Kesetiaan

Dante selalu mempercayai instingnya, dan instingnya mulai berteriak.

Beberapa anak buahnya yang dulu loyal kini terlihat lebih dekat dengan Valeria.

Luca datang lagi dengan laporan baru. “Salah satu orang kita, Enzo, meminta bertemu dengan Valeria secara pribadi kemarin.”

Dante menatapnya tajam. “Untuk apa?”

Luca menghela napas. “Kami tidak tahu. Tapi sejak saat itu, Enzo terlihat lebih patuh pada Valeria dibanding padamu.”

Dante mulai menyadari pola ini. Valeria tidak berusaha menggulingkannya secara terang-terangan.

Tidak. Dia sedang membangun kekuatannya di balik bayangan.

Akhirnya, Dante Membuat Keputusan

Malam itu, ketika Valeria kembali ke vila, Dante sudah menunggunya di ruang tamu dengan segelas anggur di tangan.

Valeria masuk dengan langkah ringan, seolah tidak ada yang salah. “Kau masih terjaga?” tanyanya.

Dante hanya tersenyum tipis. “Tentu. Aku sedang menunggumu.”

Valeria berjalan mendekat, tetapi kali ini, Dante bisa melihatnya lebih jelas. Cara dia mengamati sekelilingnya. Cara dia mengatur napasnya sebelum berbicara.

Dia sedang menyembunyikan sesuatu.

Dante akhirnya yakin.

Valeria bukan sekadar wanita di sisinya.

Dia adalah ancaman.

Dan tidak ada tempat untuk ancaman dalam dunia mafia.

1
nurzzz
ceritanya bagus banget semoga bisa rame yah banyak peminatnya
nurzzz
wow keren
nurzzz
wah keren
Naira
seruuu kok ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!