"Hentikan, Alexa!." Alan mengepalkan tangannya dan menutup matanya sebelum dirinya tenggelam dalam tatapan mata Alexa yang intens nan memabukkan.
"Kenapa? Apa kau semakin sulit mengendalikan perasaan mu?." Tanya Alexa, bergerak lebih dekat dengan Alan dan terbentuk seringaian di wajah cantik gadis itu.
Alan Delvanio dia adalah seorang mafia kejam dan tak memiliki hati. Namun, tiba di suatu hari. Terdapat seorang gadis yang tertarik padanya. Semua orang takut padanya, kecuali gadis itu.
Seperti apa kisah mereka? Dan mengapa gadis itu tidak takut pada sang mafia? Lalu apa yang mafia itu lakukan pada gadis yang tidak patuh pada nya itu? Akan kah sang mafia bertindak kejam pada nya? Ikuti kisah nya mereka hanya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Alexa di baringkan di atas tempat tidur di salah satu kamar mewah di mansion Alan. Dokter telah memeriksakan keadaannya, tetapi gadis itu belum kunjung sadar dari pingsan nya.
Sementara itu, Alan duduk di konter bar pribadinya, tengah menyeruput segelas Scotch dan merenungkan perasaan asing yang muncul di dalam dirinya. Pria itu menatap lurus ke depan tanpa berkedip dan tidak mengerti dengan apa yang terjadi padanya. Mengapa mata nya berkaca-kaca saat melihat kondisi Alexa?.
Alan merasa kesal karena dirinya mengembangkan perasaan nya terhadap seseorang karena sesungguhnya pria itu tidak suka memiliki perasaan. Alan tidak pernah ingin memiliki rasa perduli pada siapapun, tidak pernah ingin berubah dan ingin menjadi dirinya yang selalu dingin dan mengacuhkan apa pun, dan sekarang pria itu merasa takut untuk berubah.
"Bos." Panggil Justine mengejutkan Alan.
"Hm?." Balas nya, melenyapkan apa yang ia pikirkan sebelumnya.
"Dokter bilang dia akan sadar kembali dalam beberapa jam." Kata Justine memberitahukan. Dan Alan menatapnya tanpa emosi di matanya. "Jangan khawatir bos, dia akan baik-baik saja." Sambung Justine.
"Kenapa aku harus menghawatirkan dia? Tidak masalah bagiku, apakah dia akan baik-baik saja atau tidak." Balas Alan gugup, hingga ketika ia meletakkan gelas timbul bunyi yang keras.
Meski Justine tau jika bos nya tengah berbohong karena ia melihat kepedulian yang tulus terhadap Alexa di mata bos nya, Justine tetap diam.
Saat Justine sedikit menundukkan kepalanya pada Alan lalu pergi, Alan langsung meneguk Scotch nya sekaligus hingga habis.
"Aku tidak perduli padanya dan aku tidak peduli pada siapapun." Gumam nya, meletakan gelas di atas meja. Mata merahnya memperlihatkan kekesalan di dalam dirinya.
***
Alan duduk di sofa kamar nya, mengawasi Alexa dari laptopnya yang di letakkan di atas meja. Saat Alexa kembali sadar, Alan langsung beranjak dari duduknya dan bergegas menemui gadis itu tanpa berpikir panjang.
Tak lama, karena kamar Alexa ada di samping kamarnya. Pria itu langsung melangkah masuk ke dalam kamar Alexa.
Ketika Alexa melihat Alan masuk, gadis itu tidak marah meski Alan masuk tanpa izin. Kedua mata Alexa berbinar dan senyuman manis terlihat di bibirnya. Gadis itu duduk bersandar pada sandaran tempat tidur dengan posisi yang nyaman. Berbeda dengan Alan yang tetap terlihat serius saat berjalan mendekati tempat tidur Alexa dan berdiri di samping tempat tidurnya.
Alan menyilangkan ke dua tangannya di dada. "Bagaimana keadaanmu?." Tanya pria itu, namun ia tak ingin menunjukkan keperduliannya pada Alexa.
"Terima kasih banyak telah menyelamatkan hidupku, pahlawanku." Kata Alexa dan Alan tampak mengernyitkan dahinya ketika mendengar Alexa memanggilnya dengan sebutan 'pahlawanku'.
"Aku bukan pahlawanmu." Balas nya, memutar bola matanya malas.
"Tapi kau menyelamatkan ku seperti pahlawan." Alexa tersenyum pada nya dengan penuh gembira.
Pria itu membungkuk, mendekati Alexa dan mencengkram rahang tak seberapa milik gadis itu. Memperlihatkan tatapan gelapnya ke arah gadis itu. "Seharusnya kau takut pada ku." Kata Alan memperingatinya.
"Aku tidak takut pada apa pun." Balas Alexa menegaskan, menatap jauh ke dalam mata Alan yang panas.
"Semua orang punya kelemahan, aku akan segera menemukan kelemahan mu." Ancam Alan dengan keyakinannya.
"Semoga berhasil pahlawanku." Balas Alexa mengejek.
"Berhentilah memanggilku sebagai pahlawan mu." Kata Alana kesal.
"Kau tau, mereka mengira jika aku sedang dekat denganmu dan karena itulah mereka menculik ku. Tapi, bisakah kita saling dekat antara satu sama lain? Sekarang kau tau jika aku setia padamu." Tanya Alexa dengan kilatan nakal di matanya.
Alan bergerak sangat dekat dengan wajah Alexa, membuat debaran jantungnya jelas terasa. "Jika kau sedang bermain api, maka kau akan terbakar." Alan memperingatinya dengan nada bicaranya yang tegas, intensitas tatapan nya membara.
Namun, Alexa dengan berani membelai rahang tegas Alan. "Aku tidak takut jika aku akan terbakar karena aku memang sudah biasa bermain api. Malahan permainan yang ku sukai itu bermain api." Alexa mengedipkan sebelah matanya dan mereka berdua saling menatap secara mendalam.
Tiba-tiba, pandangan Alan tertuju pada tangan Alexa yang berdarah. "Kenapa dokter tidak membalut luka mu? Tangan mu masih berdarah." Tanya Alan, suaranya di penuhi dengan kekhawatiran.
"Bukan urusanmu dan ini tidak sakit." Alexa menegakkan punggungnya dan menyembunyikan tangannya di balik punggungnya.
"Apa yang kau lakukan, bodoh?." Bentak Alan, menghentikan pergerakan tangan Alexa ketika gadis itu hendak melepaskan perban di lehernya.
"Ini juga tidak menyakitiku, aku tidak membutuhkan nya." Alexa menyentakkan tangan Alan dan melepaskan perban di lehernya dengan kasar. Sekali lagi, bekas luka nya yang belum mengering kembali terlihat mengeluarkan darah.
Dan Alan melihatnya seolah itu memang tidak menyakiti Alexa. "Apa kau gila? Luka itu pasti dalam." Alan kesal dan menunjuk ke arah luka Alexa yang berdarah.
"Ini tidak sakit." Balas Alexa, menatap raut wajah Alan yang tanpa emosi.
Alan menggelengkan kepalanya tak percaya dan buru-buru mengambil kotak p3k dari lemari. Pria itu lalu duduk di tepi tempat tidur, di samping Alexa dan membuka kotak itu.
Alexa mengulurkan tangannya dan ingin merapikan pakaian Alan. Namun, pria itu menahan pergerakan Alexa. "Biarkan aku merapikan pakaian mu."
"Oke, baiklah. Kau boleh merapikan nya tapi pertama biarkan aku mengobati lukamu, itu berdarah. Dokter bilang kau sudah kehilangan banyak darah." Alan menjelaskannya pada Alexa dengan prihatin.
Alexa bisa merasakan kepedulian yang terpancar dari sikap pria itu seakan tulus padanya dan ia merasa bahagia karena ada orang yang perduli pada dirinya untuk pertama kalinya. Alexa pun menganggukkan kepalanya dengan lembut sebagai jawaban.
Tak menunggu lama lagi, Alan pun membersihkan luka Alexa dengan lembut dan menatapnya dengan penuh belas kasihan.
Senyuman tipis dan raut wajah puas menghiasi wajah cantik Alexa. Tidak ada yang bisa mengatakan bahwa dia adalah bos mafia yang kejam, karena Alexa tau bagaimana Alan yang sebenarnya.
Lalu pria itu meraih salep dari dalam kotak dan mengoleskannya, barulah setelah itu Alan membalut lukanya.
"Bawa sini tangan mu, aku akan mengobati nya!." Pinta Alan, mengingat jika sebelah tangan Alexa di sembunyikan di balik punggung gadis itu.
"Ya, baiklah. "Alexa mengulurkan tangan nya yang berdarah di depan Alan.
Pria itu pun langsung memegang tangan Alexa dan saat Alan menyentuh tangannya, gadis itu tiba-tiba kembali merasakan desiran aneh. Alan segera mengoleskan salep di lukanya itu dan membalutnya. Pria itu sedikit membungkukkan badannya dan memberikan ciuman lembut di tangan Alexa, membuat gadis itu terkejut dan jantungnya semakin berdebar tak karuan. Reflek Alexa menarik tangan nya dari Alan.
Gadis itu memperlihatkan senyuman cantiknya dan Alan hanya menatapnya dengan wajah datarnya.
"Kau masih harus tinggal di sini, karena seseorang yang mengambil foto kita secara diam-diam masih berkeliaran di luar. Jadi masih bahaya bagimu berkeliaran di luar sendirian." Kata Alan menjelaskan, sembari memasukkan barang-barang ke dalam kotak p3k dan menutupnya.
"Hai, aku menyukaimu." Kata Alexa tiba-tiba mengaku. Membuat ke dua mata Alan terkejut setelah mendengarnya.
"Apa?." Tanya pria itu tak percaya.
"Kau sangat perduli padaku dan karena itu kau meminta ku untuk tetap tinggal di sini." Bibir gadis itu membentuk seringaian yang konyol.
"Aku melakukan ini karena aku tidak ingin kau membocorkan informasi tentang ku dan aku tidak perduli padamu." Alan beranjak dari tempat duduknya. Pria itu merasa marah pada dirinya sendiri karena jauh di lubuk hati sebenarnya dia memang perduli pada gadis itu. Tetapi ia tak tahu mengapa ia bisa perduli dengan nya dan hal ini semakin membuatnya kesal.
"Kau jelas berbohong, akui saja jika kau memang perduli padaku! Karena aku bisa melihatnya dengan jelas."
Alan mengernyitkan dahinya dengan raut wajahnya yang marah. "Diam! Kau selalu membuatku jengkel." Alan membentak Alexa dengan agresif.
"Kau akan tinggal di ruangan ini sampai tim ku menemukan orang itu, jangan menyentuh apa pun di mansion ku dan selamat tinggal." Alan melangkahkan kaki nya keluar dari kamar Alexa dan membanting pintu kamar.
"Astaga! Dia adalah orang yang pemarah, tapi tenang saja aku sangat tau bagaimana cara menangani orang seperti dia." Alexa terkekeh memuji dirinya sendiri dan tersenyum nakal.