Bagaimana jadinya seorang anak pelakor harus tinggal bersama dengan ibu tiri yang merupakan istri pertama dari ayahnya.
Alma selalu mengalami perbuatan yang tidak mengenakkan baik dalam fisik maupun mental, sedari kecil anak itu hidup di bawah tekanan dari ibu tirinya.
Akan tetapi Alma yang sudah remaja mulai memahami perbuatan ibu tirinya itu, mungkin dengan cara ini dia bisa puas melampiaskan kekesalannya terhadap ibunya yang sudah meninggal sedari Alma berusia 4 tahu.
Akankah Alma bisa meluluhkan dan menyadarkan hati ibu tirinya itu??
temukan jawabannya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Sintia
Sintia sedikit bergidik melihat kondisi Karina yang begitu parah bahkan lebih dari anaknya, dari sini ia mulai menyeringai menyusun taktik kembali, tapi bukan dengan tangannya sendiri akan tetapi ada orang yang akan dia tugaskan untuk menjebak Ameer dalam situasi rumit ini.
'Ah ... kabar baik ... kalian pikir aku wanita bodoh,' seringai Sintia.
☘️☘️☘️☘️☘️
Diatas bed rumah sakit seorang wanita terbaring dengan selimut putih yang dipenuhi darah kering, Karina nampak tak sadarkan diri tubuhnya lemas, tak ada lagi senyum kelicikan dan kejahatan yang ia agung-agungkan, hanya menyisakan wajah lebam dan luka memar di beberapa bagian, Nafasnya tersengal dibantu ventilator, sedangkan infus dan selang menancap di lengan dan hidungnya.
“Pasien perempuan, usia sekitar 30 tahun. Luka memar berat di punggung dan lengan, dugaan akibat benda keras dan cambukan. Ada pendarahan ringan di kepala bagian belakang, tekanan darah drop, pasien tidak sadarkan diri sejak ditemukan,” lapor seorang perawat sambil berjalan berdampingan dengan dokter jaga.
Dokter muda berjas putih itu mulai mengerutkan dahinya, korban ini sepertinya korban dari kekerasan akan tetapi tidak ada surat laporan polisi.
Seorang pria berjas hitam berdiri di sudut ruangan. Tatapannya tajam namun beku. Dialah Ameer, berdiri tanpa sepatah kata pun. Bayangan lampu membentuk siluet tajam di wajahnya. Ia tak menatap Karina secara langsung, seolah menolak mengakui luka itu hasil dari perintahnya sendiri.
"Pasien ini harus ditangani intensif di ruang ICU," lanjut sang dokter. "Kami butuh persetujuan wali atau keluarga pasien untuk tindakan lanjutan."
Ameer menoleh pelan. Suaranya datar. "Saya yang bertanggung jawab. Lakukan semua prosedur terbaik. Uang tidak masalah."
Dokter menatap Ameer sejenak. “Baik, Pak. Tapi kalau ini kasus kekerasan, kami tetap wajib melaporkan pada pihak berwenang.”
Ameer hanya diam. Tangannya mengepal. Dalam hatinya, ia sadar luka Karina bukan hanya luka fisik. Ia telah membiarkan amarahnya memuncak, membiarkan Karina menerima pembalasan yang mungkin terlalu kejam. Tapi bagian lain dalam dirinya, ia merasa terluka karena apa yang dilakukan Karina pada Alma, sehingga menolak merasa bersalah.
'Dia pantas mendapatkan semua ini,' batinnya bergejolak.
Perawat mulai mendorong tubuh Karina di lorong-lorong menuju ruang ICU. Di sepanjang perjalanan selimut Karina mulai tergeser sedikit memperlihatkan bagian tangan yang memar dan membiru, suster tersebut melihat ngeri lalu mulai berbisik kepada temannya.
"Siapa yang tega menyiksanya sampai seperti ini," bisiknya pelan.
Namun Karina tetep tak bergerak matanya terpejam rapat karena rasa sakit yang membuatnya tidak mampu sekedar membuka mata.
☘️☘️☘️☘️☘️
Sementara itu, Ameer berjalan keluar menuju koridor utama rumah sakit, laku mulai di cegah oleh kedua anak buahnya yang memakai pakaian serba hitam.
"Tuan bagaimana di dalam?" tanya salah satu anak buah Ameer.
"Aman ... biarkan saja dia hidup, tapi ingat jangan biarkan seseorang masuk menjenguknya kecuali atas ijin aku," ucap Ameer yang diangguki oleh anak buahnya.
"Baik Tuan."
Ameer segera keluar dari pintu utama rumah sakit, langkahnya begitu cepat karena dia berjanji hanya sebentar, untuk kembali lagi kepada istrinya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Mobil Ameer sudah berhenti tepat di pintu utama rumahnya, pria itu segera masuk langkah kakinya berjalan cepat, masuk ke kamar anaknya yang mana di situ juga terdapat istrinya juga yang sedang terlelap.
Alma mulai terkesiap ketika tubuh Ameer mulai mendekati dirinya, matanya mulai mengerjap perlahan sebelum akhirnya sadar suaminya sudah berada di sampingnya.
"Mas ... Sudah datang ya," ucap Alma sambil mengangkat tubuhnya untuk duduk.
"Sayang, lanjutkan saja tidur mu," ucap Ameer dengan tatapan nanar.
Alma menatap wajah Ameer dalam remang cahaya kamar, dan dalam sekejap ia tahu—ada sesuatu yang tidak biasa. Tatapan suaminya kosong, nafasnya berat, dan genggaman tangannya terasa dingin. Meskipun mulut Ameer berusaha menenangkan, mata itu berbicara lain. Alma langsung menangkap ada yang disembunyikan, sesuatu yang tidak ingin dibagikan malam itu.
"Mas, apa semua baik-baik saja?" tanya Alma sambil membingkai wajah Ameer.
"Semuanya baik-baik saja," sahut Ameer singkat.
"Tapi kenapa hatiku ragu, kau seperti menyimpan rahasia besar, sebenarnya apa yang tengah terjadi," desak Alma.
"Tidak ada Sayang, lebih baik kau tidur saja ini sudah larut," ucap Ameer mencoba mengalihkan pembicaraan.
Alma terpaksa diam, akan tetapi dia berusaha untuk menyelidiki apa yang membuat suaminya itu berubah.
'Aku merasa kau menyembunyikan sesuatu ... semoga saja tidak terjadi apa-apa,' batin Alma.
☘️☘️☘️☘️☘️
Keesokan harinya Alma sudah siap mengantar Zaidan ke sekolah, wanita itu begitu siaga menjaga anak sambungnya, terlebih saat ini Zaidan susah mulai menerima kehadirannya.
"Sayang, nanti kalau di sekolah gak boleh nakal ya, hari ini Mama Alma cuma antar Zaidan saja," pesan Alma sebelum memasuki mobil.
"Iya Ma, Zaidan janji gak nakal," sahut anaknya itu.
"Anak pintar," sahut Alma sambil menonjolkan jari jempolnya.
Mobil mulai berjalan melewati jalanan yang ramai penuh kendaraan berlalu lalang, di sepanjang jalan Alma tidak pernah melepas genggaman tangannya terhadap anaknya itu seolah tidak ingin lepas akan tetapi saat ini dirinya tidak mungkin bisa menjaga Zaidan sepenuhnya, karena saat ini Alma masih kurang enak badan semenjak kejadian itu.
Mobil sudah berhenti tepat dihadapan pintu gerbang sekolah, segera Alma turun sambil menggendong bocah kecilnya itu dari arah belakang.
"Sayang, Mama pamit dulu ya," pamit Alma setelah menurunkan tubuh bocah itu dari punggungnya.
"Iya Ma, Mama juga jaga kesehatan ya, wajah Mama masih terlihat memar," ucap Zaidan memberikan perhatian kecil membuat hati Alma semakin tersentuh.
"Itu pasti Nak," sahut Alma lalu mulai melangkah keluar.
Alma mulai masuk ke dalam mobil perlahan mobil itu berjalan meninggalkan gedung sekolah Zaidan.
☘️☘️☘️☘️
Tidak lama kemudian mobil berwarna putih datang dan berhenti di gedung sekolah Zaidan, dan ternyata wanita di balik mobil tersebut merupakan Sintia, ia sengaja menemui Zaidan di jam-jam seperti ini.
Langkah wanita itu begitu cepat menelusup masuk, menyamar sebagai orang tua wali murid, langkah Sintia mulai mengarah ke kelas Zaidan yang memang dirinya sudah hafal dengan letak kelasnya.
"Zaidan ...," panggil Sintia.
Zaidan menoleh anak itu begitu terkejut dan sedikit berlari karena di dalam pikirannya neneknya itu baik.
"Nenek ....," ucapnya sambil berhamburan ke arahnya.
"Cucu Nenek," sahut Sintia sambil merentangkan kedua tangannya.
Kali ini Zaidan mulai memeluk tubuh neneknya itu yang sudah beberapa Minggu tidak tinggal di rumahnya, jadi wajar anak ini merasakan rindu.
"Nenek kenapa gak pernah tengok Zaidan?" tanya anak kecil itu.
Sintia mulai menyeringai, ia mulai melakukan aksinya.
"Sayang, kan kamu tahu sendiri Nenek sudah diusir," kata Sintia sambil dibuat sesedih mungkin.
"Tapi kan Nenek sendiri yang sudah nyakitin Mama Alma makanya Papa marah, lebih baik Nenek minta maaf deh ke Mama Alma agar Papa tidak marah lagi," ujar anak itu dengan suara polosnya.
Tatapan Sintia mencolos, hatinya memanas mendengar ungkapan anak kecil dihadapannya itu.
'Kalau saja aku tidak membutuhkanmu pasti sudah aku cekik anak kecil ini,' gerutu Sintia di dalam hati.
"Sayang, Nenek sudah minta maaf kok, cuma papamu saja yang masih marah sama Mama, kamu tahu gak, saat ini Om Shaka dan ibu kandungmu sakit dan semua itu gara-gara Mama Alma kamu yang mengadu domba ke Papa sehingga papamu menghajar habis-habisan Om Shaka dan Mama kamu yang sekarang ada di rumah sakit," ujar Sintia dengan air mata buaya nya.
Seketika hati Zaidan terkejut mendengar perkataan dari neneknya itu sambil menangis menampakkan wajah sedihnya di hadapannya, Zaidan mulai duduk pikirannya mulai tertuju pada Alma yang selama ini baik padanya.
"Apa mungkin sebenarnya Mama Alma itu jahat," gumamnya lirih.
Bersambung ....
Sedikit menegang ya kakak ...🥰🥰🥰🙏🙏🙏