"Salahkah aku mencintainya?" -Regina-
"Ini hanya tidur bersama semalam, itu adalah hal biasa" -Arian-
-
Semuanya berawal dari kesalahan semalam, meski pria yang tidur bersamanya adalah pria yang menggetarkan hati. Namun, Regina tidak pernah menyangka jika malam itu adalah awal dari petaka dalam hidupnya.
Rasa rindu, cinta, yang dia rasakan pada pria yang tidak jelas hubungannya dengannya. Seharusnya dia tidak menaruh hati padanya.
Ketika sebuah kabar pertunangan di umumkan, maka Regina harus menerima dan perlahan pergi dari pria yang hanya menganggapnya teman tidur.
Salahkah aku mencintainya? Ketika Regina harus berada diantara pasangan yang sudah terikat perjodohan sejak kecil. Apakan kali ini takdir akan berpihak padanya atau mungkin dia yang harus menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memilih Untuk Pergi
Regina menatap pria yang tertidur disampingnya. Tubuh mereka masih sama-sama polos. Baru satu jam lalu mereka selesai melakukan kegiatan malam yang kedua kalinya.
Regina berbalik dan menatap langit-langit kamar, hembusan napas kasar terdengar. Dia bangun dan duduk bersandar dengan meraih baju yang tergeletak di atas lantai. Memakainya segera.
Kembali menoleh pada Arian yang tertidur di sampingnya, Regina perlahan mengusap wajah pria itu dengan lembut. Regina mendekatkan wajahnya ke arah Arian, mengecup kening pria itu dengan lembut. Tanpa sadar air mata mengalir begitu saja.
"Cerita kita berakhir disini"
Regina turun dari tempat tidur, segera berganti pakaian. Dia berjalan keluar kamar dengan sebuah koper yang sudah dia siapkan sebelumnya. Mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.
"Tunggu aku di bawah, aku sudah siap pergi"
Sebelum melangkah pergi, Regina sempat berbalik dan menatap pintu kamar yang tertutup. Air mata mengalir tanpa bisa dia tahan. Menatap ke arah sofa, disana cukup banyak kenangan yang mereka lalui.
Ketika kakinya melangkah pergi, maka dia sudah yakin untuk mengakhiri semuanya. Tentang cinta, cerita, dan kisahnya sampai disini.
*
Entah pukul berapa sekarang, suara kicauan burung terdengar. Seseorang yang terlelap di balik selimut, mulai mengerjapkan matanya. Langit-langit kamar yang pertama kali dia lihat, mengingat kejadian semalam, membuatnya tersenyum tanpa sadar.
"Sayang, aku-"
Ketika dia menoleh ke sampingnya, ucapannya langsung terhenti. Tidak ada siapapun disana. Arian langsung bangun terduduk, mencari ponselnya dan menemukannya di atas nakas. Masih pukul 6 pagi.
"Sayang!' teriaknya memanggil Regina, dia berpikir jika gadis itu mungkin berada di kamar mandi.
Arian turun dari tempat tidur, berjalan ke arah ruang ganti. Masih terasa sepi, meski hati dan perasaannya mulai tidak enak, tapi dia masih berpikir jika Regina mungkin sedang berendam di kamar mandi.
"Sayang" Arian membuka pintu kamar mandi yang tidak terkunci, kosong. Tidak ada seorang pun disana. "Loh, kemana dia? Apa di dapur ya? Ah, pasti di dapur untuk menyiapkan sarapan"
Masih mencoba meyakinkan dirinya yang sebenarnya mulai merasakan hal tidak baik akan terjadi. Ketika merasa suasana kamar yang terasa sepi.
Arian berlari keluar kamar, mencari Regina di dapur. Tapi, tetap semua ruangan kosong tanpa ada kehadiran Regina sama sekali.
"Sayang! Regina!"
Arian berteriak panik, dia kembali masuk ke dalam kamar. Pergi ke ruang ganti dan membuka lemari baju Regina. Tangannya langsung bergetar, rahangnya mengeras sekarang. Melihat keadaan lemari yang kosong.
"Tidak! Apa-apaan ini? Regina!"
Arian berlari ke dalam kamar, mengambil ponsel dan mencoba untuk menghubungi Regina. Meneleponnya beberapa kali. Tapi nomor ponselnya seperti sudah tidak di gunakan lagi, tidak dapat Arian hubungi.
"Tidak! Kau tidak akan bisa pergi dariku!"
Arian menelepon seseorang dengan perasaan yang cemas, wajah paniknya tidak bisa dia sembunyikan.
"Hallo, cari keberadaan Regina sekarang!"
Masih seperti mimpi, ketika tadi malam mereka masih bersama dan bahkan melewati kegiatan malam bersama. Tapi sekarang tiba-tiba Regina tidak ada disampingnya.
"Kau berani meninggalkan aku setelah kejadian semalam. Apa maksudnya ini?"
Arian menunggu dengan cemas, dia pergi menyambar kunci mobil dan pergi sendiri mencari Regina. Meski dia masih belum tahu kemana tujuannya mencari Regina.
"Samuel, aku yakin dia tahu dimana Regina berada"
Arian memutar mobilnya dan langsung pergi menuju Rumah Samuel. Sampai disana, dia melihat Samuel masih duduk diam di halaman rumah dengan secangkir kopi ditangannya.
"Aku sudah menduga kau akan datang kesini" ucap Samuel dengan tenang melihat kedatangan Arian.
"Kau pasti tahu dimana Regina? Beritahu aku dimana dia?"
Samuel menyimpan cangkir kopinya di atas meja. Dia berjalan beranjak dari duduknya. Berdiri di depan Arian, dengan tatapan datar.
"Jika kau saja tidak tahu dimana dia, maka aku lebih tidak tahu lagi. Regina sudah mengajukan pengunduran diri dari kemarin. Jadi, dia sudah bukan karyawan aku lagi, dan aku tidak bertanggung jawab apapun atasnya. Mau dia pergi kemana pun, itu sudah bukan urusan aku"
Arian terdiam dengan tangan mengepal di sisi tubuhnya. Jika benar Regina sudah mengajukan surat pengunduran diri, maka memang dia sudah merencanakan tentang kepergiannya ini.
Saat Arian ingin berbicara kembali, tiba-tiba ponselnya berdering. Membuat dia langsung merogoh saku celananya. Menerima telepon dari Arina.
"Hallo Rin, ada apa?"
"Arian, cepat susul aku ke rumah sakit. Nenek tiba-tiba sesak napas dan sekarang tidak sadarkan diri. Cepat Arian!"
"Iya, iya, aku kesana sekarang"
Arian segera menutup sambungan telepon dan memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana.
"Ada apa? Kenapa Arina?"
"Nenek masuk rumah sakit, aku harus pergi sekarang"
Arian tidak menunggu jawaban Samuel lagi, dia langsung pergi dari sana menuju rumah sakit keluarga. Ketika sampai disana, dia segera berlari menuju ruangan dimana Neneknya di rawat sesuai yang di beritahu oleh Arina.
"Bagaimana keadaan Nenek?" tanya Arian.
Arina terlihat cemas dan bahkan menangis, membuat Arian langsung merangkulnya dengan lembut. Mengelus kepala saudara kembarnya ini.
"Nenek.. Hiks... Dia tiba-tiba sesak dan langsung pingsan. Aku tidak tahu dia kenapa, Dokter juga belum keluar sekarang. Arian, aku takut kehilangan lagi...Hiks.."
Arian menghela napas pelan dengan menghembuskan napas panjang. Tentunya dia mengerti kenapa saudaranya ini bisa sampai begitu ketakutan sekarang. Mereka sudah kehilangan Ibu sejak mereka lahir, lalu kehilangan Ayah juga. Dan sekarang yang mereka punya hanya Kakek dan Nenek, dan sosok Nenek adalah sosok yang menggantikan sosok Ibu bagi keduanya.
"Nenek akan baik-baik saja. Kamu tenanglah. Nenek begitu kuat dan dia tentunya akan baik-baik saja"
Meski sebenarnya banyak kecemasan yang Arian rasakan saat ini. Bukan hanya tentang keadaan Neneknya saja, tapi tentang wanitanya yang pergi entah kemana. Pastinya Arian sangat mengkhawatirkan keadaan keduanya.
Ya Tuhan, selamatkan Nenek, dan tolong jaga wanitaku juga.
Keadaan seolah semakin menekannya, Arian seolah sulit sekali untuk menentukan pilihan saat ini. Bahkan jika benar Regina telah menyerah dan memilih pergi, maka apa yang akan dia lakukan? Arian bahkan tidak tahu harus melakukan apa jika benar Regina telah pergi dari hidupnya.
Aku belum selesai berjuang untuk kebahagiaanku sendiri. Tapi, dia memilih untuk pergi.
Bersambung
Satu bab dulu gengs.. aku lagi ada acara keluarga..
semoga reghina slalu baik baik dan kandungan nya sehat,,,Samuel beri perlindungan pada reghina..takut ada yg mencelakai nya
Mungkin ada keajaiban esok hari