Di balik kehidupan pernikahan yang tampak sempurna, tersembunyi jejak pengkhianatan yang perlahan menguak kebenaran yang pahit. Hanna adalah seorang wanita karier sukses yang selalu mengutamakan keluarganya. Ia percaya bahwa pernikahannya dengan Reza adalah contoh dari hubungan yang ideal, penuh cinta dan kesetiaan. Namun, dunianya mulai runtuh ketika ia mulai mencurigai bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mealvineaaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21: Hadiah yang Tak Terduga
Happy Reading.....
...🦋🦋🦋...
Hanna duduk di depan meja riasnya, memandang bayangannya di cermin dengan perasaan campur aduk. Wajahnya yang biasanya cerah kini terlihat agak pucat. Pikirannya tak henti-hentinya memutar kejadian yang baru saja ia alami pagi itu. Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin hal seperti ini terjadi di tengah segala kekacauan yang baru saja ia lewati?
Pagi itu dimulai dengan biasa. Hanna merasa sedikit pusing, mengira mungkin itu hanya kelelahan akibat tekanan mental yang ia hadapi selama beberapa minggu terakhir. Namun, ketika pusing itu berlanjut menjadi mual, dan mual itu tak kunjung reda, sebuah pemikiran aneh terlintas di benaknya. Apakah mungkin? Tidak, itu tidak mungkin... tapi di sisi lain, mungkin saja?
Dengan hati-hati, Hanna mengingat kembali kapan terakhir kali ia mendapat menstruasi. Saat menyadari bahwa sudah lebih dari sebulan sejak itu terjadi, rasa cemas langsung menyeruak. Tanpa menunggu lebih lama, ia mengambil keputusan cepat. Ia harus memastikannya.
***
Sepuluh menit kemudian, Hanna sudah berada di kamar mandi, menatap sebuah alat uji kehamilan yang ia beli di apotek terdekat. Tangan-tangannya sedikit gemetar saat ia mengikuti petunjuk yang tertera di kotak. Setiap detik terasa seperti seabad lamanya, sementara ia menunggu hasilnya muncul.
Saat dua garis merah akhirnya terlihat jelas di alat uji tersebut, Hanna merasa seluruh dunianya seakan berhenti sejenak. Kehamilan? Ia hamil? Hanna tidak tahu harus merasa apa. Sebagian dari dirinya merasa sangat bahagia, tapi sebagian lagi merasa sangat takut. Ini bukanlah waktu yang tepat. Setelah semua skandal dan masalah yang ia alami, apakah ini benar-benar sesuatu yang bisa ia tangani sekarang?
Dengan tangan yang gemetar, Hanna meletakkan alat uji kehamilan itu dan duduk di tepi bak mandi. Ia memikirkan bagaimana cara memberitahu Reza. Apa reaksi Reza nanti? Apakah dia akan senang, atau justru khawatir seperti dirinya? Pikiran itu terus berputar-putar di kepalanya.
Tak lama kemudian, suara dering ponsel memecah keheningan. Itu Reza. Hanna menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab telepon itu.
“Hai, sayang. Kamu di mana?” suara Reza terdengar tenang di seberang sana.
“Aku… di rumah. Reza, ada sesuatu yang perlu aku bicarakan denganmu. Bisa pulang lebih cepat hari ini?” Hanna berusaha agar suaranya tetap tenang, meski dalam hatinya ada gejolak yang tak bisa ia kendalikan.
“Kamu terdengar serius. Ada apa, Han? Kamu baik-baik saja?” tanya Reza, suaranya penuh perhatian.
“Aku baik-baik saja, cuma… Ada sesuatu yang penting. Aku akan jelaskan nanti saat kamu pulang,” jawab Hanna.
“Oke, aku akan pulang lebih awal. Jangan terlalu khawatir, ya. Apa pun itu, kita hadapi bersama,” kata Reza dengan nada meyakinkan.
Setelah telepon berakhir, Hanna kembali duduk, mencoba menenangkan pikirannya. Dia tahu Reza mencintainya, dan apapun yang terjadi, mereka akan menghadapinya bersama. Namun, perasaan cemas tetap tidak bisa sepenuhnya hilang.
***
Beberapa jam kemudian, Reza akhirnya pulang. Dia menemui Hanna yang sedang duduk di ruang tamu, wajahnya tampak pucat namun penuh dengan tekad.
“Ada apa, sayang? Kamu terlihat sangat tegang,” kata Reza sambil duduk di sebelahnya dan merangkul bahunya dengan lembut.
Hanna menatap Reza sejenak sebelum mengambil keputusan untuk mengungkapkan semuanya. “Reza… aku hamil,” katanya dengan suara yang hampir berbisik.
Untuk beberapa detik, Reza hanya menatap Hanna dengan mata terbelalak. Reaksi yang bercampur antara keterkejutan dan kebahagiaan tergambar jelas di wajahnya. “Apa? Hamil? Kamu serius?”
Hanna mengangguk pelan, air mata mulai mengalir di pipinya. “Aku tidak tahu harus merasa apa, Reza. Aku bahagia, tapi di sisi lain, aku takut. Setelah semua yang terjadi… aku tidak tahu apakah ini waktu yang tepat.”
Reza terdiam sejenak, mencerna informasi tersebut. Kemudian, dia merengkuh Hanna ke dalam pelukannya, mencium keningnya dengan lembut. “Han, ini adalah kabar terbaik yang pernah aku dengar. Aku tahu semuanya sedang rumit, tapi kehamilan ini adalah hadiah. Kita bisa melaluinya bersama, seperti yang selalu kita lakukan.”
Kata-kata Reza memberikan sedikit ketenangan bagi Hanna. Dia tahu bahwa Reza benar—apapun yang terjadi, mereka akan menghadapi ini bersama. “Aku takut, Reza,” Hanna mengakui dengan suara lirih.
“Tidak perlu takut, sayang. Kamu punya aku, dan aku akan selalu ada untukmu. Kita akan merencanakan semuanya, memastikan kita siap untuk menyambut bayi ini,” Reza meyakinkan dengan senyuman hangat.
Mendengar itu, Hanna merasa sedikit lebih lega. Dalam pelukan Reza, dia merasa lebih kuat, lebih mampu untuk menghadapi tantangan apapun yang mungkin datang.
Tapi momen kebahagiaan itu tidak berlangsung lama ketika ponsel Hanna tiba-tiba berdering, memecah keheningan. Hanna melihat layar dan melihat nomor yang tidak dikenal. Dengan rasa penasaran, dia mengangkat telepon itu.
“Selamat malam, Bu Hanna,” suara seorang wanita terdengar di ujung telepon. Suara itu terdengar formal dan profesional. “Saya dari media. Saya ingin mengkonfirmasi apakah benar Anda hamil? Ini akan menjadi berita besar.”
Wajah Hanna langsung memucat. “Dari mana Anda mendapatkan informasi ini?” tanyanya dengan nada cemas.
“Kami memiliki sumber yang mengatakan Anda baru saja melakukan tes kehamilan. Apakah itu benar?” tanya suara di seberang dengan nada mendesak.
Hanna langsung memutus panggilan itu tanpa menjawab. Jantungnya berdebar kencang. Bagaimana bisa informasi ini sampai ke media? Dia baru saja mengetahuinya, dan belum ada orang lain yang tahu selain Reza.
Melihat wajah Hanna yang panik, Reza bertanya, “Apa yang terjadi, Han? Siapa yang menelepon?”
Hanna menatap Reza dengan mata yang penuh ketakutan. “Reza, media sudah tahu tentang kehamilanku. Bagaimana bisa? Aku baru saja tahu hari ini, dan sekarang mereka sudah menghubungiku.”
Reza mengerutkan kening, mencoba mencerna situasi yang tiba-tiba berubah menjadi rumit. “Tidak mungkin. Kita harus mencari tahu siapa yang membocorkan informasi ini. Ini belum bisa keluar ke publik, belum sekarang.”
Hanna mengangguk setuju, tapi dalam hatinya, ketakutan kembali menjalari dirinya. Bagaimana bisa rahasia ini sampai keluar begitu cepat? Siapa yang bisa mengetahui hal ini selain dirinya dan Reza?
Sementara mereka berdua merenung dan memikirkan langkah selanjutnya, rasa ketakutan dan cemas menggerogoti hati. Kehamilan yang seharusnya menjadi kabar bahagia kini menjadi sumber kecemasan baru, dengan ancaman skandal yang bisa meledak kapan saja.
Dan di balik layar, seseorang dengan senyum licik mengawasi semua ini, merencanakan langkah berikutnya dalam permainan yang penuh dengan intrik dan manipulasi. Seakan-akan kebahagiaan Hanna dan Reza hanyalah sementara, sebelum badai yang lebih besar datang menghampiri.
_Bersambung_
Jangan lupa tinggalkan jejak sebagai ungkapan dukungan kalian ke penulis!! Thankyou 🙏🏻😙
seru... penuh misteri...🥰🥰🥰🥰
klo yg kmu pacari suami orang..