Bukan ingin Elea terlahir dari rahim seorang istri siri yang dicap sebagai pelakor, sejak sang ibu meninggal, Eleanor tinggal bersama ayah kandung dan istri sah sang ayah.
Sejak kecil ia tak merasakan kasih sayang dari ayah kandungnya, tinggal di rumah mewah membuatnya merasa hampa dan kesepian. Bahkan dia dipekerjakan sebagai pelayan, semua orang memusuhinya, dan membencinya tanpa tahu fakta yang sebenarnya. Elea selalu diberikan pekerjaan yang berat, juga menggantikan pekerjaan pelayan lain.
"Ini takdirku, aku harus menerimanya, dan aku percaya bahwa suatu saat nanti Ayah bisa menyayangiku." Doa Elea penuh harap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.21
Tak terasa waktu sudah berganti menjadi malam, Bara dan Elea masih ada di hotel. Rencananya mereka akan di hotel sampai besok malam, Bara sendiri dia belum tahu kondisi terkini Tiana. Karena setiap ada pesan, kebetulan Elea yang selalu membacanya.
"Maafkan aku, Tiana. Bara milikku," kata Elea dalam hati, dia terus saja menggumamkan kata milikku.
"Kenapa melamun? Apa yang kamu pikirkan, sayang?" tanya Bara dia selalu melihat Elea melamun dan sedih.
"Apa kamu gak bahagia, menikah sama aku?" tebak Bara.
"Aku cuma kangen, ibu." Bohong Elea, padahal hatinya resah saat tahu Tiana belum juga bangun.
"Sudah, besok kita ke makam Ibu, bagaimana?"
"Memang boleh?"
"Pertanyaan macam apa, itu? Jelas boleh lah, aku ingin memperkenalkan diri sebagai calon menantu yang baik." Puji Bara pada diri sendiri, membuat Elea mencebik dan tertawa dengan kepedean suaminya.
"Ayo tidur, besok kita jalan-jalan pagi lagi." Ajak Bara, tentu saja dengan ritual suami istri. Dengan alasan Bara ingin segera memberikan orang tuanya cucu, beruntung saat Elea keguguran Widya tak mengetahuinya. Jika dia tahu, maka bisa dipastikan Bara akan dapat omelan panjang dari Ibunya.
****
Widya yang merasa kesepian dirumah anaknya, terus kesana kemari tidak jelas.
"Kenapa sih, Bu? Bolak balik terus, pusing bapak lihatnya." Omel Rudi.
"Ibu bosan loh, Pak. Gak ada Bara Ibu kangen," jawabnya.
"Kangen Bara, apa kangen menantumu?" goda sang suami, pasalnya dia tahu Widya sempat mengeluh dengan rasa masakan yang biasa dia makan. Karena selama ini, Elea yang selalu memasak untuk keluarga.
"Apaan sih, Bapak ini jelas aku kangen Bara." Jawab Widya dengan ketus.
"Sudah lah Bu, ngaku aja. Kangen Elea kan? Pasti kangen masakannya." Kekeh Rudi, "sudah Bu, ngaku saja jangan gengsi."
"Sudah ahh, males ngomong sama Bapak." Widya melenggang pergi meninggalkan Rudi, menuju kamar mereka. Entah kapan mereka akan pulang kampung, karena Widya mulai betah di kota.
Rudi menggeleng melihat tingkah Widya, padahal tinggal bilang saja rindu.
****
Keesokan paginya.
Bara bangun lebih dulu, semalam mereka tidur larut malam. Karena Bara merasa tak cukup untuk kembali berbagi peluh dengan Elea, tubuh Elea sudah menjadi candu untuknya.
Dipandanginya wajah damai nan cantik istrinya, membuat Bara tersenyum dia mengusap perut Elea. Berharap sudah ada calon anaknya yang tumbuh, Bara berjanji akan menjaga Elea dan calon anaknya nanti. Untuk membayar rasa bersalah pada anak pertamanya yang sudah pergi.
Elea terusik karena Bara mulai kembali melancarkan aksinya, mencium pipi Elea tanpa henti, membuatnya jadi terbangun dan menatap Bara yang tanpa baju. Lelaki yang kini benar-benar sah jadi suaminya itu, hanya mengenakan boxer saja.
"Bara," keluh Elea.
"Kamu masih panggil aku, Bara. Kenapa gak panggil Mas, sayang atau apa pun itu," kata Bara, yang kini malah memeluk Elea dan menghirup aroma tubuhnya dan tak lupa tangannya sudah bermain di dua benda kembar favoritnya.
"Itu aku ..." Elea bingung ingin menjawab apa, semalam dia hanya refleks saja.
"Kenapa? Kamu mau bilang, semalam gak sengaja, begitu?"
"Bukan, bukan. Maksudku aku belum terbiasa, iya aku belum terbiasa." Jawan Elea dengan cepat. Namun, jawaban tersebut tidaklah membuat Bara puas.
"Kamu harus dihukum sayang," bisik Bara, lalu dia melancarkan aksinya di pagi hari. Serangan fajar kata orang-orang.
"Bara." Pekik Elea, Bara sendiri malah tertawa dengan puas.
bersambung...
Maaf typo