NovelToon NovelToon
Inspace

Inspace

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: camey smith

Dalam keheningan hidup yang terasa hampa, Thomas menemukan pelariannya dalam pekerjaan. Setiap hari menjadi serangkaian tugas yang harus diselesaikan, sebuah upaya untuk mengisi kekosongan yang menganga dalam dirinya. Namun, takdir memiliki rencana lain untuknya. Tanpa peringatan, ia dihadapkan pada sebuah perubahan yang tak terduga: pernikahan dengan Cecilia, seorang wanita misterius yang belum pernah ia temui sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon camey smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

On The Way

Dengan kecerdikan dan sedikit keberuntungan, Thomas dan Cecilia berhasil menyusun rencana untuk lolos dari Fabio dan Helena, meninggalkan pesan singkat bahwa mereka harus mengurus beberapa urusan mendadak.

Pada hari keberangkatan, mereka berdua bangun sebelum fajar, mengemas barang-barang mereka dalam diam dan meninggalkan resort tanpa suara. Dengan hati yang berdebar, mereka naik taksi ke bandara yang masih sepi, berharap Fabio masih terlelap dalam tidurnya.

Di bandara yang ramai, Thomas dan Cecilia berjalan beriringan, protokoler membantu mereka menyeret koper melalui kerumunan orang yang sibuk dengan perjalanan masing-masing. Pengumuman penerbangan bergema di atas kepala, menciptakan simfoni yang teratur dari suara-suara yang berpadu dengan langkah-langkah tergesa.

Cecilia melirik ke arah papan informasi penerbangan, memastikan bahwa mereka tidak terlambat. Thomas, meski kakinya masih terasa sakit, berusaha untuk tetap berjalan dengan langkah yang mantap.

Mereka berdua sesekali bertukar pandang, sebuah komunikasi tanpa kata yang penuh dengan pengertian.

Di antara kedai kopi dan toko-toko suvenir, mereka menemukan tempat duduk yang nyaman untuk menunggu panggilan boarding.

Cecilia berdiri, mengusap tangan Thomas sebelum beranjak. "Aku akan membeli sesuatu untuk kita minum," katanya dengan sikap yang masih canggung, seolah ada dinding es yang tinggi diantara mereka. Thomas mengangguk, matanya mengikuti langkah Cecilia yang menjauh di antara kerumunan.

Duduk sendirian, Thomas merenung, pikirannya melayang antara harapan dan kekhawatiran. Tiba-tiba, getaran ponselnya membuyarkan lamunan. Layar menunjukkan nama "Camila" - sahabat masa kecilnya.

"Halo, Camila?" suaranya bergetar sedikit. Di ujung sana, suara yang akrab menyapa, membawa kenangan masa lalu yang tiba-tiba terasa dekat kembali. Percakapan mereka mengalir, mengisi ruang bandara dengan tawa dan cerita, sebuah jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini.

"Kenapa kau tidak hadir di pernikahanku? padahal aku ingin memperkenalkanmu pada suamiku yang tampan." kata Camila.

Thomas merasakan kehangatan dan kekecewaan dalam suara Camila. "Aku minta maaf, Camila," jawabnya dengan suara yang penuh penyesalan. "Ada hal-hal yang tak terduga yang menghalangiku. Tapi aku sangat ingin bertemu dengan suamimu suatu hari nanti. Ceritakan padaku tentang dia." Thomas mencoba mengalihkan pembicaraan, berharap untuk mendengar lebih banyak tentang kebahagiaan yang kini Camila rasakan.

Thomas mendengarkan dengan penuh perhatian saat Camila bercerita tentang suaminya yang tampan, seorang pria yang, menurutnya, memiliki hati yang baik dan senyum yang bisa menerangi ruangan. "Dia adalah orang yang sangat istimewa, Tommy," kata Camila dengan suara yang bersemangat. "Aku berharap kalian bisa bertemu suatu hari nanti."

Sementara itu, Cecilia kembali dengan dua gelas minuman di tangannya, melihat Thomas tersenyum lebar sambil berbicara di telepon. Dia berjalan mendekat, penasaran dengan siapa yang bisa membuat suaminya begitu gembira.

Thomas menutup panggilan dengan janji akan segera bertemu, dan saat dia menoleh, matanya bertemu dengan pandangan Cecilia yang penuh tanya. "Sahabat masa kecilku." jelasnya. "Dia ingin kita bertemu dengan suaminya suatu hari."

Cecilia hanya mengangguk kecil mendengarkan penjelasan Thomas. “Aku tidak bertanya dan aku tidak peduli.” Kata Cecilia dalam hati.

Pesawat mereka lepas landas, membawa mereka menjauh dari tempat dimana Fabio dan Helena bisa menemukan mereka. Dengan setiap mil yang dilewati, Thomas dan Cecilia merasa semakin bebas, semakin jauh dari kemungkinan pertemuan yang tidak diinginkan dengan Fabio dan Helena.

Di dalam kabin pesawat yang tenang, dengan suara mesin yang berdengung di latar belakang, Thomas menoleh kepada Cecilia. Cahaya lampu kabin yang redup menciptakan suasana yang intim, dan dalam keheningan itu, Thomas merasa ini adalah waktu yang tepat untuk berbicara.

"Cecilia," katanya dengan suara yang lembut, "aku ingin meminta maaf atas sikapku tadi malam. Aku terlalu keras kepala dan tidak mempertimbangkan perasaanmu." Dia menatap matanya, mencari tanda pengertian.

Cecilia menatap balik, dan dalam kehangatan matanya, ada tanda pengampunan. "Tidak apa-apa, Tommy," jawabnya, "Aku mengerti. Kita berdua hanya ingin yang terbaik untuk bulan madu ini, meski caranya berbeda."

Mereka berdua duduk dalam diam sejenak, merenungkan perjalanan yang telah mereka lalui bersama. Di luar jendela, langit yang gelap menyimpan bintang-bintang yang berkelip, seolah-olah menjadi saksi bisu atas rekonsiliasi mereka. Thomas menggenggam tangan Cecilia, dan dalam sentuhan itu, ada janji untuk saling mendengarkan dan menghargai satu sama lain, tidak peduli apa yang mungkin terjadi.

Mereka tiba di kota kelahiran Cecilia dengan perasaan lega, namun juga dengan sedikit rasa bersalah karena meninggalkan sahabat tanpa perpisahan yang layak. Dengan langkah yang tergesa-gesa, Cecilia membimbing Thomas melintasi lorong waktu menuju rumah masa kecilnya, tempat sang ibu—Margareta—sosok yang telah lama menjadi penuntun dan pelindung bagi Cecilia. Margareta, seorang wanita yang kebijaksanaannya sebanding dengan cinta yang tak pernah luntur, siap membuka pintu dan hatinya untuk menyambut anak dan menantunya.

Langit senja memancarkan cahaya jingga yang lembut, menerangi jalur setapak yang telah lama tidak dilalui. Rumah itu berdiri dengan anggun, meski catnya telah pudar dan kayunya berderit di bawah beban waktu.

Margareta, dengan rambutnya yang telah memutih oleh usia, berdiri di ambang pintu, matanya berkaca-kaca saat melihat sosok anaknya yang kini telah bersuami. Dia membuka lengannya lebar-lebar, seolah-olah siap untuk memeluk seluruh dunia. Cecilia, dengan langkah yang ragu namun penuh kerinduan, berjalan mendekat dan terhanyut dalam pelukan ibunya yang hangat. Thomas dengan senyum yang penuh pengertian, mengikuti di belakang, menyaksikan pertemuan yang penuh emosi ini.

Thomas merasakan gelombang emosi yang kompleks saat menjadi bagian dari reuni ini. Di satu sisi, ia merasa terhormat dan bersyukur telah diberi kesempatan untuk menjadi bagian dari momen penting dalam kehidupan Cecilia.

Di sisi lain, Thomas juga merasa sedikit canggung dan tidak pasti tentang perannya dalam pertemuan keluarga yang sangat pribadi ini. Ada pertanyaan yang terbesit dalam kepalanya—mengapa pertemuan mereka begitu emosional? Namun, ia menunjukkan dukungan yang tak tergoyahkan, berdiri di samping Cecilia sebagai pilar kekuatan dan kenyamanan.

"Kita makan malam, biar ibu siapkan." Margareta dengan langkah ringan dan hati yang gembira, segera menuju ke dapur. Suara periuk dan panci beradu menambah kehangatan suasana rumah yang telah lama tidak merasakan keceriaan seperti ini.

"Maafkan kami datang tanpa pemberitahuan, Ibu." Kata Cecilia.

"Kami ingin membuat kejutan, dan saya ingin melihat tempat yang telah membentuk Cecilia menjadi wanita luar biasa yang saya kenal." Kalimat itu terkesan seperti puzzle yang minta dipecahkan.

Margareta, sambil mengintip dari balik pintu dapur: "Tidak ada yang perlu dimaafkan. Rumah ini selalu terbuka untuk kalian berdua. Dan Thomas, kamu sudah seperti anakku sendiri."

Setelah makan malam yang hangat dan penuh tawa, suasana di rumah Margareta berubah menjadi tenang dan damai. Cecilia, Thomas, dan Margareta duduk bersama di ruang tamu, menikmati kebersamaan di bawah cahaya lampu yang remang-remang.

"Sudah larut, kalian pasti lelah setelah perjalanan panjang. Kamar nya sudah siap untuk kalian."

"Terima kasih, Ibu. Makan malamnya luar biasa, seperti dulu."

"Ya, terima kasih banyak. Saya merasa sangat diterima di sini."

"Istirahatlah yang cukup. Esok hari kita bisa menghabiskan waktu bersama lagi."

Dengan itu, mereka pun beranjak dari ruang tamu. Cecilia dan Thomas memasuki kamar miliknya yang telah disiapkan dengan penuh kasih sayang oleh Margareta. Sebuah tempat tidur yang nyaman dengan selimut tebal dan bantal yang empuk menanti mereka.

1
Leo6urlss
Camila bener bener lu yeeee 🤣🤣
Leo6urlss
Wkwk andai menikah semudah itu pasti gw udh punya anak 5
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!