Love With Ketos

Baru saja kaki Devano berpijak di rumahnya, suara tamparan telah menggema. Kepala ketua All Star tersebut ter toleh ke samping karena ulah sang daddy di ambang pintu. Devano berdecih, menatap tajam sang daddy dengan jantung berdenyut sakit.

Tidak ada hujan tidak ada badai, pria itu langsung menamparnya sangat keras.

"Kenapa Daddy?" tanya Devano memegangi pipinya.

"Apa pantas kamu dianggap sebagai lelaki setelah bermain curang hm?" tanya Aron, daddy Devano sekaligus musuh dari Dito.

"Apa maksud Daddy?"

"Kamu sengaja mencelakai ketua Avegas hanya untuk memenangkan sebuah pertandingan. Sangat memalukan." Aron tertawa sinis. "Lebih parahnya lagi kamu melukai seorang perempuan!"

"Cukup Dad! Sejak awal, Vano selalu salah jika berurusan dengan Avegas, kenapa? Apa jangan-jangan ketua Avegas adalah wanitamu?"

Gigi Aron bergemeletuk, detik itu juga tangannya kembali mendarat di pipi sang putra. Membesarkan Devano tanpa dampingan istri memanglah sangat sulit, terlebih Devano sepertinya dulu. Tidak bisa diatur dan pengecut.

Kali ini Aron benar-benar seperti bercermin melihat tingkah putra satu-satunya.

"Vano membenci Daddy!" ujarnya dan berlalu pergi.

Aron meremas rambutnya penuh kekesalan, karena amarah ia lagi-lagi melukai putranya. Bukan hanya fisik tetapi hati pun ikut terluka. Pria paruh baya itu hilang kendali kala tahu ketua Avegas kecelakaan dan penyebabnya adalah Devano.

"Maafkan daddy Vano," lirih Aron.

....

Hari begitu cepat berlalu, sebuah gedung tinggi milik keluarga Wijaya sedang ramai-ramainya karena acara pertunangan putra sulung dari pasangan Azka dan Salsa.

Raut wajah beberapa tamu tampak sangat bahagia menghadiri acara tersebut, begitu pun dengan Azka. Berbeda dengan Angkara yang tampak terdiam di dalam sebuah ruangan. Seluruh tubuh lelaki itu mengeluarkan keringat dingin. Jantungnya berdetak tidak beraturan, begitu pun napas yang mulai memburu.

Memikirkan akan menjalin sebuah hubungan dengan seseorang membuat Angkara ketakutan. Ia takut gagal, ia takut menyakiti dan takut jatuh cinta.

"Sayang?" panggil wanita paruh baya, tetapi Angkara tidak kunjung menoleh, lelaki itu tetap menunduk, setitik bulir bening terjatuh ke pangkuannya.

"Angkara?" panggil sang mama sekali lagi.

"Kara nggak bisa Ma, rasanya Kara mau mati," lirih Angkara menahan sesak.

Lelaki itu berlari ke kamar mandi dan bersembunyi di sana untuk menenangkan hati dan pikirannya.

Melihat hal tersebut, Salsa lantas berlari keluar dari kamar hotel dan memanggil suaminya. Tak lama kemudian, Azka pun datang dan mendekati kamar mandi usai mengunci kamar hotel.

Azka mengetuk pintu kamar mandi secara perlahan. "Kara, ini papa. Buka pintunya Nak."

"Kara nggak bisa Pa, Kara ...."

"Apa yang kamu takutkan hm? Alana nggak akan terluka, dia akan bahagia bersamamu."

"Nggak, Alana akan terluka seumur hidupnya Pa."

Angkara menelungkupkan kepala pada lipatan tangan, sehingga rambutnya yang semula rapi berantakan. Membicarakan tentang cinta dan sebuah hubungan, membuat ingatan Angkara tertuju pada saat ia baru saja menginjak kelas tiga SMP.

Hari itu, saat pulang sekolah, Angkara dikejutkan dengan suara pertengkaran orang tuanya di kamar. Angkara berdiri di ambang pintu dengan air mata berderai. Suara barang pecah di dalam kamar dan bentakan, hinaan bertubi-tubi Azka layangkan pada mamanya, membuat hati Angkara terluka.

Hanya karena papanya cemburu, dan menuduh mamanya selingkuh, membuat wanita yang sangat Angkara sayangi harus menangis dan terluka. Angkara melihat semuanya melalui celah pintu yang sedikit terbuka.

Melihat bagaimana sang mama berlutut di hadapan Azka, menangis dan memohon ampun dengan rasa sakit yang wanita itu terima.

Satu minggu memikirkan semuanya, Angkara menjadi orang yang menghindari perempuan. Takut menjalin hubungan dan jatuh cinta. Ia takut akan berubah menjadi seperti sang papa sakin cintanya.

"Angkara," panggil Azka masih berada di balik pintu, berhasil mengalihkan ingatan Angkara pada kejadian itu.

"Angkara benar-benar nggak bisa Pa. Kara seolah kehabisan napas sekarang," lirih Angkara.

....

Jika Angkara sedang ditenangkan oleh papanya, maka berbeda di kediaman Dito. Suami istri itu sejak tadi kebingungan mencari putrinya yang tiba-tiba menghilang saat mereka akan berangkat ke gedung tempat pertunangan akan dilaksanakan.

"Sayang, apa kamu sudah menemukannya?" tanya Dito pada sang istri.

"Nggak Dito, sepertinya Alana kabur karena kita melanjutkan pertunangan, padahal kita sudah mengiyakan untuk kemundurannya dari perjodohan."

"Sial," umpat Dito. Pria itu langsung menghubungi teman-teman putrinya tetapi tak satu pun dari mereka menjawab telepon, bahkan saat ditelepon dua kali. Nomor inti Avegas langsung tidak aktif, begitu pun dengan ponsel Alana.

"Aku akan ke markas Avegas," ucap Dito dan berlari ke luar rumah. Ia harus mencari putrinya agar tidak mempermalukan Azka di depan banyak tamu yang telah datang.

Langkah Dito berhenti kala mendapatkan telepon dari Azka.

...****************...

Untuk visual dan info lainnya boleh intip ig author ya @tantye005