Amira wanita cantik itu, menatap suaminya dengan perasaan yang sulit di artikan. bagaimana tidak, dua tahun yang lalu, dia melepaskan kepergian Andika untuk bekerja ke kota, dengan harapan perekonomian rumah tangga mereka akan lebih mapan, keluar dari kemiskinan. tapi harapan itu hanyalah angan-angan kosong. suami yang begitu di cintanya, suami yang setiap malam selalu di ucapkan dalam sujudnya, telah mengkhianatinya, menusuknya tanpa berdarah. bagaimana Amira menghadapi pengkhianatan suaminya dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari bos dimana tempat Andika bekerja? ikuti yuk lika-liku kehidupan Amira beserta buah hatinya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Baim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
Amira keluar dari rumah, dengan derai air mata. Walau sering di perlukan seperti itu, sebagai manusia biasa, sekuat-kuatnya dia, tumbang juga dia.
"Mira.."Panggil Bu Sinta tetangga Amira, yang sedang menyiram bunga di depan rumahnya, dari balik pagar.
Amira cepat-cepat menghapus pipinya yang basah.
"Ehhh..Bu Sinta, Assalamu'alaikum Bu."Balas Amira. Tersenyum lebar pada Bu Sinta. Berpura-pura seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
"Wa'alaikumssalam..mau kemana?"Tanya Bu Sinta, juga pura-pura tidak tahu apa yang terjadi pada Amira. Padahal walau tidak bertanya pada Amira pun, Bu Sinta sudah tahu. Karena suara Bu Susi yang kencang saat memarahi Amira, sempat terdengar sampai di rumah Bu Sinta.
"Mau bantu-bantu di rumah Bu Indah, Bu."Jawab Amira, memeluk Alif yang menyandarkan kepalanya di pundak Ibunya.
"Si Alif juga di bawah?"
"Iya Bu, di rumah nggak ada yang jagain."
"Kan ada neneknya?"
"Neneknya lagi nggak enak badan Bu, jadi nggak bisa jagain Alif."Ucap Amira berbohong. Biar bagaimanapun Bu Susi dalah Ibu dari suaminya. Nenek dari anaknya. Baik buruknya Ibu mertua, dia harus menutupinya dari orang-orang. Padahal tanpa Amira tau, hampir sebagian kampungnya sudah mengetahui kelakuan buruk Bu Susi, pada dirinya.
"Alif nya biar sama Ibu saja Mir, kasihan kalau kamu kerja sambil jagain Alif."Ucap Bu Santi, yang tidak tega melihat Amira yang sering kali pergi kerja membawa serta anaknya.
"Nggak papa Bu, di rumah Bu Indah, ada cucunya juga."Tolak Amira hati-hati. Dia juga tidak enak hati dengan permintaan tetangganya yang baik hati itu.
"Ya sudah Bu, saya permisi ya, ojek aku sudah datang tuh..Assalamu'alaikum." Lanjut Amira pamit, sambil menunjuk ojek langganannya yang sudah berada di depan jalan.
"Ya sudah kalau kamu nggak mau. Hati-hati ya."
"Iya."
Amira melangkah menuju dimana, ojek pesanan nya, yang sudah menunggunya. Tanpa Amira dan Bu Sinta sadari, dari balik gorden, sepasang mata berdiri menatap mereka dengan marah.
"Bagus ya, jadi begini kelakuan kamu, suka menjelek-jelekkan aku pada orang-orang, menantu, kurang ajar, menantu durhaka, menantu miskin sialan."Bu Susi kembali mengumpat menantunya.
................
Ojek yang di tumpangi Amira berhenti di depan pintu pagar rumah Bu Indah.
"Ini Mas, ongkosnya." Amira menyerahkan selembar uang dua puluh ribu pada tukang ojek, yang memang sudah menjadi langganannya.
"Tidak usah Mbak Mira, buat jajan Alif saja."Tolak si tukang ojek.
"Loh tidak boleh gitu Mas. Mas Dimas kan lagi ngojek."
"Sekali-kali gratis tidak apa-apa kok Mbak. Mbak Mira kan sering melebihkan ongkos ojeknya, sekarang biar saya kasih tumpangan gratis."
Amira cuma tersenyum. Tapi hatinya merasa tidak enak.
"Oke deh..makasih ya, untuk gratisan nya. Oh ya Mas, nanti sekitar jam sebelas,tolong datang ngambil saya di sini, saya mau ke Bank."
"Wah..mau nabung ya Mbak, atau mau narik uang, yang dikirim Andika?"
"Alhamdulillah mas, dikasih rezeki."Balas Amira tersenyum.
"Ya sudah Mbak, saya jalan dulu, nanti saya datang jemput Mbak Mira sekitar jam segitu."Pamit Dimas, tukang ojek.
"Iya Mas, hati-hati."
Dimas melanjutkan kendaraannya, sementara Amira memasuki pekarangan rumah Bu Indah.
................
Waktu sudah menunjukan jam sebelas, saat Amira sudah selesai mengisi makan ke dalam kotak, tapi kotak-kotak makanan belum di angkut ke balai desa.
"Bu, boleh aku ijin sebentar?"Tanya Amira pada Bu Indah. Dia terlihat ragu, karena pekerjaan belum sepenuhnya selesai.
"Mau kemana?"Bu Indah balik bertanya.
Amira masih tampak ragu. Dia merasa tidak nyaman mengatakan tujuannya. Takut di bilang pamer. Tapi dia tidak punya alasan lain.
"Maaf Bu, aku mau ke Bank sebentar."Jawab Amira menundukan wajahnya. Dengan perasaan malu.
"Mau buka rekening?"
Amira mengangkat wajahnya, menatap Bu Indah. "Iya Bu, Alhamdulillah ada dapat rezeki dari Mas Dika. Aku nggak punya rekening, jadi mau buka baru."
"Kamu punya uang?"Tanya Bu Indah hati-hati. Bukan niat meremehkan dan itu akan membuat Amira tersinggung. Dia akan memberikan upah Amira kalau wanita itu tidak punya uang.
"Maaf ya, bukan Ibu remehkan kamu, kalau kamu nggak punya, biar Ibu ngasih upah kamu sekarang."Lanjut Bu Indah, membenarkan ucapannya.
"Nggak usah Bu, Alhamdulillah aku punya dikit, cukup untuk buka rekening."
"Ya sudah kalau gitu, kamu bawah Alif?"
"Apa aku boleh nitip dia sebentar Bu?"
"Boleh, anaknya juga enteng dari tadi main sama Karina."Sebenarnya Bu Indah mau menahan Alif, kalau Amira ingin membawa anaknya itu.
"Makasi ya Bu, kalau gitu aku nungu ojek sebentar, soalnya janjian jemput jam sebelas nanti."
Setelah mendapat ijin dari Bu Indah, Amira bersiap-siap sebelum pergi. Dia juga merasa senang, karena Bu Indah mengijinkan anaknya untuk tinggal di rumahnya sebentar. Karena dia tidak mungkin membawa Alif ke Bank. Takutnya di sana Alif merasa bosan dan rewel sebelum Amira selesai dengan urusannya.
................
Hampir satu jam lebih, Amira selesai dengan urusannya. Uang gaji suaminya sudah masuk ke rekeningnya. Setelah dia mengirim rekening baru, ke suaminya. Kini di kembali ke rumah Bu Indah, menjemput anaknya, yang sudah tertidur.
"Makasih ya Bu sudah mau jaga anakku."Ucap Amira berterima kasih.
"Sama-sama nak, si Alif juga main saja. Anaknya pintar, mungkin mengerti kesusahannya Ibunya."Balas Bu Indah tersenyum.
"Kalau begitu aku pamit ya Bu, terima kasih untuk semuanya. Besok aku ke sini lagi."
"Iya..besok kan terakhir ketring nya, sekalian ambil upah kamu ya?"
"Iya Bu... Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumssalam..Mas Dimas hati-hati bawa motornya."
"Beres Bu, tidak usah khawatir."
Tak lama di perjalanan, Amira tiba di depan rumah Ibu mertuanya.
"Makasi ya Mas."
"Sama-sama Mbak."
Amira melangkah dengan perasaan yang tidak enak, sebelum mencapai pintu rumahnya. Dia tahu setelah kepulangannya akan ada drama lagi yang di buat oleh Ibu mertuanya.
"Amira."
Amira kembali mendengar panggilan Bu Sinta tetangganya.
"Iya Bu ada apa?"Tanya Amira saat melihat Bu Sinta berjalan ke arah pintu pagar rumahnya.
"Sini..biar Alif Ibu jaga sebentar, kamu masuk sendiri saja."Kata Bu Sinta, setelah berhadapan dengan Amira.
Alasan Ibu Sinta meminta menjaga Alif, karena dia yakin pasti ada keributan lagi di rumah tetangganya itu. Dia cuma khawatir dengan Alif yang masih masih berusia dua tahun itu, mendengar suara makian Nenek dan bibinya.
"Bu..."
"Sudah sini Alif nya, kamu masuk sendiri saja."
Bu Sinta mengambil Alif yang sudah tertidur dari gendongan Amira dengan hati-hati. Takutnya anak itu terbangun.
"Bu..makasih."
"Nggak apa-apa, jangan dilawan. Ikuti saja apa yang dia mau. Serahkan semuanya sama Allah. Dia yang akan melindungi kamu dan anak kamu. Masuk lah, kalau sudah selesai, baru datang ambil Alif."
Amira melangkah ke arah pintu rumah, dengan jantung berdebar. "Ya Allah, lindungilah hamba."
Sementara Bu Sinta menggendong Alif yang masih tertidur di bawah masuk ke rumahnya.
Bersambung........
Jd gmes bcanya bkin emosi
Thor jgn bkin amira jd org bego. Toh itu cm mertua bkn ibu kndungnya