"Tidak ada pengajaran yang bisa didapatkan dari ceritamu ini, Selena. Perbaiki semua atau akhiri kontrak kerjamu dengan perusahaan ku."
Kalimat tersebut membuat Selena merasa tidak berguna menjadi manusia. Semua jerih payahnya terasa sia-sia dan membuatnya hampir menyerah.
Di tengah rasa hampir menyerahnya itu, Selena bertemu dengan Bhima. Seorang trader muda yang sedang rugi karena pasar saham mendadak anjlok.
Apakah yang akan terjadi di dengan mereka? Bibit cinta mulai tumbuh atau justru kebencian yang semakin menjalar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LyaAnila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 19: Mulai Bangkit
Pagi itu, suasana rumah sakit sedikit kacau. Suara langkah kaki perawat yang tunggang langgang kesana kemari untuk mengambil alat-alat medis yang akan digunakan untuk memeriksa pasien anak. Ternyata, pasien anak tersebut infus di kaki nya lepas. Ayah dari pasien itu sempat marah-marah karena suster itu tak bisa menginfus kembali putrinya.
"Kalian pecus nggak sih jadi perawat. Kalau nggak pecus, aku bawa pulang anak aku. Aku cari rumah sakit yang terbaik disini," kata sang ayah dari balita tersebut. Bagaimana tidak marah-marah, balita tersebut sudah diinfus beberapa kali tapi tidak berhasil.
Suster itu ketakutan mendengar suara dengan nada emosi dari ayah sang balita. "Pak.... Kalau bapak marah-marah ke saya, saya kan juga nanti nggk bisa fokus untuk membantu putri bapak," ujar suster dengan nada yang sedikit ketakutan.
Akhirnya, ayah balita itu langsung pergi meninggalkan ruang inap. Setelah pergi, suster akhirnya berhasil masuklah infus tersebut. Infusnya berhasil masuk, tapi di kaki.
"Infusnya sudah terpasang kembali ya Bu. Kami minta maaf jika kami tidak cekatan dan menyiksa anak ibu," kata suster sambil membungkukkan badan, tanda merasa bersalah dengan keluarga sang balita.
Ibu balita itu hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada suster. Setelah semuanya dirasa selesai, suster meninggalkan ruang rawat si balita tersebut.
"Ngeri banget bapak tadi marahnya. Aku sampai ketakutan lho."
"Iya we. Baru kali ini ada orang tua pasien anak balita yang marah-marah seperti tadi," sambung rekan sejawatnya.
Selena yang tak sengaja mendengar obrolan suster itu kemudian memanggil suster untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Suster, bisa kemari sebentar?" Pinta Selena pada salah satu suster yang menginfus balita tadi.
Mendengar ada yang memanggil, suster tersebut langsung menghampiri Selena yang sedang duduk di ruang tunggu sendirian.
"Kenapa pasien tadi, suster?"
"Oh itu. Tadi ada balita yang infusnya lepas, mbak. Dan ayahnya marah-marah karena kami tidak bisa memasukkan infusnya," terang sang suster.
"Ya ampun. Ternyata tentang itu. Terus, sekarang gimana keadaan balitanya, sus. Sudah aman kan?" Tanya Selena kembali.
"Sudah, tapi masuk infusnya lewat kaki, mbak,"terang suster lagi.
Belum sempat Selena mencerna apa yang dikatakan suster, suster itu langsung dipanggil rekannya untuk mengganti cairan infus pasien lain. Suster pamit ke Selena dan Selena hanya mengangguk dengan senyuman.
"Kejadian ini buat gue de javu parah. Bisa ya ada balita yang diinfus di kaki. Eh tapi, adek gue juga gitu kecilnya, sama-sama masih balita, alm. Ayah juga sempat marah-marah karena susternya nggak berhasil infus adek," gumam Selena. (miring)
"Selena, kenapa diluar?" Tanya dokter Sanjaya.
Selena yang melamun karena mengingat kenangan pahit tentang adiknya yang pernah mengalami kejadian yang sama dengan balita itu langsung terkejut. Ia mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang memanggilnya.
"Eh dokter Sanjaya, sejak kapan anda disini?" Tanya Selena heran melihat kedatangan dokternya.
"Sudah dari tadi. Ayo masuk kamar dulu. Hari ini kamu boleh pulang, ya." Ujar dokter Sanjaya pada Selena.
Selena pun langsung berbinar dan segera memasuki kamar inapnya dengan ditemani dokter Sanjaya. Di kamar, dokter menjelaskan apa-apa saja yang harus dihindari Selena. Termasuk stress. Karena penyebab utama sakit Selena adalah stress berlebihan.
"Tidak bisa, dok. Saya banyak masalah saat ini. Tentu saya tidak bisa kalau tidak berpikir," sanggah Selena.
"Saya mengerti Selena. Tapi, coba alihkan stress mu itu dengan melakukan sesuatu yang menyenangkan. Contohnya bersih-bersih kamar, menggambar, atau apapun yang kamu suka," tutur dokter Sanjaya lembut.
Selena hanya mengangguk dan membenarkan perkataan dokter itu. Setelah memberikan pengertian pada Selena, dokter meminta suster untuk membuatkan surat izin sakit selama 3 hari.
"Sudah ya Selena, hari ini kamu bisa pulang pukul sebelas. Oh ya, teman laki-laki mu kemarin nggak jenguk kamu?"
Selena hanya menggeleng dengan wajah yang sedikit sedih. Dokter Sanjaya hanya tersenyum dan pergi meninggalkan Selena. Selang lima menit kemudian, Ratna datang membawa beberapa camilan kesukaan Selena.
"Len. Gue datang dengan makanan sedap nih," ujar Rani.
Selena menikmati makanan itu dan ia juga mengatakan bahwa dirinya boleh pulang nanti pukul sebelas. Mendengar hal itu, Rani pun tak kalah semangatnya. Ia kemudian segera menghabiskan makanan nya.
"Akhirnya Len, yok yok gue bantuin beberes," ujar Rani.
Rani langsung membereskan sampah sisa makanan yang mereka konsumsi tadi. Setelah dipastikan sudah bersih, Rani mulai mengemasi barang-barang bawaan Selena yang tak banyak. Jadinya, beberes nya tak butuh waktu lama.
"Nah, udah beres. Nanti lu harus nginep tempat gue ya."
"Ah, nggak usah lah Ran. Gue di kost sendiri aja. Gue nggak mau ngerepotin lu," Sergah Selena pada Rani yang memintanya untuk menginap di apartemen nya.
"Ya udah kalau gitu, gue temenin lu aja kalau lu nggak mau tidur tempat gue. Gimana?" Tanya Rani balik pada Selena.
Selena sempat terdiam. Ia masih ragu dengan tawaran Rani. Namun, belum ia memberi jawaban pada Rani, ada suster datang yang melepas infus yang menghiasi tangan nya kurang lebih selama lima hari. Tangan Selena seperti bisa bernafas lebih normal dibandingkan kemarin karena infus itu sudah tidak membelenggu tangannya.
"Terima kasih suster," ujar Selena dan Rani bersamaan.
Suster hanya mengangguk dan kemudian pergi meninggalkan keduanya. Rani langsung membawa tas ransel Selena dan ia merangkul Selena supaya tidak limbung. Dalam perjalanan menuju mobil, Rani tetap bersikeras untuk menemani Selena di kost nya kalau dia tidak mau di apartemen nya Rani.
*****
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit, akhirnya mereka sampai di kost Selena. Sesampainya di kamar, Selena merasakan sesuatu yang berbeda. Seperti letak posisi barang dan bonekanya sudah berpindah tempat.
Selena semakin khawatir. Ternyata penguntit itu sudah sampai masuk ke kamarnya.
"Len. Mana laptop gue?" Tanya Selena begitu sampai di kamarnya.
"Gue simpen di lemari baju lu. Maaf ya buka lemari baju. Habis gue nggak tau mau simpen dimana," jelas Rani.
Selena langsung membuka lemari baju dan tak butuh waktu lama laptop itu berhasil ditemukan Selena. Mungkin ia sangat rindu dengan kunci karier nya itu, ia langsung menyalakan laptopnya.
"Terima kasih Bhima. Meskipun pertemuan kita emang agak dar der dor, tapi lu berhasil balikin saksi hidup perjuangan karier gue," gumam Selena.
*****
Ketika sedang memeriksa beberapa file, Selena salah fokus. Ada satu dokumen yang terbuka dan itu yang buka bukan dirinya. Di titik ini, Selena menyadari bahwa laptopnya telah diretas. Ia juga menemukan dokumen tersembunyi yang berjudul "untuk gadis manis".
"Siapa ini, kenapa ada dokumen gadis manis disini?"
Rani mendengar sekilas pun langsung menghampiri Selena. "Kenapa Sel?"
"Ini. Lihatlah. Ada folder tersembunyi dan namanya gadis manis."
"Wah, ini udah nggak beres Sel. Lu harus lapor polisi. Ini konteks nya sudah ancaman. Bahaya kalau lu biarin aja," pinta Rani.
Tring.....
Email Selena mendadak mendapat pesan beruntun. Ia pun segera membaca pesan itu.
"Sudah sehat? Bagaimana perasaanmu hari ini? Mau aku belikan burger kesukaanmu? Sepertinya kau sudah mulai sadar, hemthh. Gadis manis, sayang sekali pertemuan mu dengan Bhima membuat kau semakin terpuruk. Jangan khawatir, aku hanya ingin melihat apa yang seharusnya kau lihat." Tulis pesan di email anonim itu.
"Bentar.... Waktu di PawPaw Cafe itu gue cuma ketemu sama Bhima doang kan?"
"Owhhh. Atau jangan-jangan salah satu pengunjung cafe yang memakai baju serba hitam itu ya. Dia seperti pelanggan yang nggak biasa. Masa dia ke cafe penampilannya seperti mau melayat, serba hitam," ujar Selena mantap.
"Baiklah. Gue nggak bisa terus menerus untuk sembunyi. Gue akan ikutin permainan lu, penguntit. Jahat banget lu adu domba gue sama Bhima. Gimana ya keadaan Bhima sekarang. Apa dia baik-baik saja waktu dapat ancaman itu? Selena harus menyimpan bukti-bukti penting ini. Seperti outline, draft cerita dan segala macam yang bisa digunakan untuk membelanya.
******
Suasana kamar Selena menjadi hening karena Rani tiba-tiba ditelfon kakaknya kalau adiknya sakit. Rani pun pamit dengan Selena dan berjanji akan menemaninya besok.
Hening
Lampu kamar dimatikan. Penerangan yang menerangi kamar hanya layar laptop yang dibiarkan tetap menyala. Selena pun merebahkan dirinya di kasur. Di sampingnya ada gawainya yang tergeletak tak beraturan. Ketika akan memejamkan mata, Selena terkejut karena notifikasi di gawainya.
"Selamat datang di permainan menyenangkan, Gadis manis. Pastikan kau tetap selamat sampai akhir."
Selena membeku. Ia masih tak percaya dengan hidupnya yang lumayan dar der dor ini. Untuk mengurangi paniknya, Selena berusaha tidur. Tak membutuhkan waktu lama ia tertidur namun dengan hati yang masih was-was.
******