MAAF KARYA INI di REVISI. BARU SAMPAI BAB 6
Mauren adalah seorang putri dari keluarga kaya yang sedang tergila-gila menyukai adik dari seorang CEO berhati dingin dan tampan.
Suatu hari dia sengaja mengikuti adik sang CEO ke suatu night club. Maureen bertemu dengan Sean, sang CEO.
Mereka berdua beradu mulut, karena sang CEO tidak menyukai sikap Maureen kepada adiknya.
"Berhenti!" Maureen menghentikan seorang pelayan yang membawa dua gelas wine. "Kalo kamu bisa menghabiskan segelas wine ini, aku akan pergi dari sini tanpa mengganggu adikmu," tantang Maureen.
"Tapi, Nona. Wine ini milik-"
"Nanti saya ganti!"
Sang pelayan meneguk saliva-nya kasar. Tugasnya mengantarkan minuman yang berisi obat perangsang untuk seseorang gagal total.
Mau tau kelanjutan ceritanya? Yuk mampir dulu di cerita aku. Ini hasil karya original.
"CEO Posesif untuk Putri Agresif"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riri__awrite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan Kecil
Tangan putih pucat itu mengepal menahan emosi yang mengalir dalam tubuh lemahnya. Bibirnya yang pucat dan kering berusaha untuk tersenyum saat pria yang sedang menggenggam ponsel itu membalikkan badan dan menatapnya terkejut.
"Kamu butuh sesuatu?" tanya Sean kepada Maureen.
Pria itu sedikit terkejut saat melihat Maureen yang tiba-tiba berada di depannya ketika telepon baru saja dimatikan sepihak oleh Alice.
"Aku butuh air hangat. Haus," ucap Maureen dengan memaksakan senyum simpulnya.
"Aku saja yang ambil, tunggu di dalam kamar." Sean memasukkan ponselnya ke dalam saku celana kemudian berbalik arah menuju dapur.
Sepintas Maureen memerhatikan punggung tegap itu menjauh. "Pemenangnya tetaplah yang pertama," monolognya sendiri seraya berjalan lemas menuju kamarnya lagi.
Gelas bening yang berisi air hangat diletakkan di atas nakas oleh Sean. Dengan pelan pria itu mengguncang bahu Maureen.
"Kamu ketiduran?" tanya Sean.
Maureen membuka matanya dan tersenyum. "Enggak, cuma nutup mata doang," balasnya. "Tolong ambilin minumannya,"
Sean langsung mengambil segelas air hangat yang dia letakkan di atas nakas. Tangannya terulur membantu Maureen meminumkan air itu.
"Masih hangat?" tanya Sean seraya menyentuh kening Maureen menggunakan punggung tangannya.
"Udah mendingan, kan?" Maureen malah balik bertanya pada Sean.
Pria itu diam menimang. "Sepertinya suhunya mulai turun. Akan ku ambilkan termometer untuk memeriksanya."
"Gak usah." Maureen mencekal lengan Sean. "Tolong jangan terlalu peduli padaku kalo akhirnya kamu akan bersamanya."
Ucapan Maureen membuat hati kecil Sean bergetar. Kenapa wanita ini tiba-tiba berbicara seperti itu? Sean menatap sendu wanita yang selalu cerewet dan hiperaktif ini.
"Salah kalo aku peduli denganmu? Di dalam rahimmu ada darah dagingku. Tapi, kalo kamu merasa aku perhatian padamu itu memang salah." Sean menarik napasnya dalam. "Karena aku hanya perhatian dengan dia dan calon darah dagingku sendiri," lanjutnya.
Oke, mungkin perkataannya terlalu menyakiti Maureen. Sean dengan bodohnya mengeluarkan perkataan pahit yang harus ditelan bulat oleh batin Maureen.
"Iya, ucapanmu gak salah. Kita menikah karena terpaksa, jadi apapun yang terjadi dalam rumah tangga ini aku lah orang yang harus menanggung konsekuensinya," ucap Maureen. Malam ini sepertinya rasa emosional dalam dirinya bisa dikendalikan. Tidak ada lagi drama menangis akibat hormon kehamilannya.
"Kalo gitu aku balik ke kamar ku sendiri." Sean berjalan meninggalkan Maureen dan menutup pelan pintu kamar.
"Brengs*k, bisa-bisanya mulut sialan ini mengatakan hal seperti itu pada orang sakit," gumam Sean seraya memukul pelan mulutnya sendiri.
...****************...
Mentari pagi telah sempurna muncul dari ufuk timur, semburat kuningnya dengan malu masih menghiasi langit pagi bersama embun yang menempel di permukaan dedaunan.
"Bunga mawarnya layu satu." Maureen mengambil pot bunga mawar merah yang terletak di samping mawar putih.
Ditemani bi Atik, Maureen menyiram bunga yang terpajang di taman rumah. Beberapa bunga yang mekar membuat perasaan Maureen senang sekaligus nyaman, ingin sekali dia memetik bunga-bunga itu, tapi dia urungkan, karena tidak tega mengambil hal yang paling berharga milik tumbuhannya.
Bi Asih yang berada di dapur menghampiri Maureen dengan setengah berlari ."Tuan Sean baru bangun dan langsung mencari Nyonya."
Senyum manis langsung terukir di wajahnya. Gembor berwarna hijau yang dia pegang langsung diberikan kepada bi Atik yang sedang menemaninya.
"Kamu bangun lebih awal dari biasanya." Maureen menghampiri Sean yang sedang duduk di ruang tamu. "Aku dan bi Asih sudah membuatkan mu sarapan."
Sean mengangkat pandangannya ketika dia duduk dengan menyangga dagu. Pikirannya mencerna perkataan Maureen. Apakah dia tidak salah dengar? Maureen yang biasanya cuek dan tidak peduli padanya tiba-tiba mengajak dia mengobrol lebih dulu. Apalagi ini masih pagi dan biasanya wanita itu sedang sibuk di taman atau di kamarnya sendiri.
"Cepat mandi, aku akan menyiapkan sarapan di atas meja. Kita makan bersama." Maureen mendekat hingga tepat berada di depan Sean.
Wanita dengan jaket denim itu tampak baik-baik saja. Wajahnya yang pucat dengan bibir kering sudah hilang digantikan wajah yang lebih berseri dengan senyuman manis di bibirnya. Maureen terlihat lebih ... cantik. Jika seperti ini pertahanan Sean bisa hancur untuk menjaga hatinya demi Alice.
...****************...
"Pak Ipin!" Sean berteriak dari depan mobilnya ketika melihat tukang kebun botaknya sedang berjalan menuju pintu belakang.
Pria paruh baya itu berlari menghampiri Sean dengan celana longgarnya yang bergetar naik turun. "Iya, Tuan?"
"Hari ini dan besok tidak ada paket, jika ada paket dengan atas nama saya ataupun Maureen segera terima dan buang. Kalo bisa bakar!" titah Sean.
Pak Ipin menganggukkan kepala. "Baik, Tuan."
Pria itu segera membuka pintu mobil dan menancapkan gas menuju kantornya. Mobil hitam itu melaju dengan kecepatan normal membelah jalanan pagi yang mulai padat dengan kendaraan lain.
Sean memasuki gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di hadapannya. Tangannya dengan telaten memutar setir dan memasuki parkiran basement khusus pejabat tinggi perusahaan.
Exela Corporation Tower
Label yang terpampang besar dan tebal berwarna biru tua itu menjadi salah satu icon perusahaan keluarga Erlano. Perusahaan besar yang bergerak di bidang manufaktur.
"Proposal makanan Timur-Tengah sudah diajukan, Pak. Sedangkan revisi resep akan menyusul." Pria berbadan atletis yang menjabat sebagai sekertaris Sean membawakan sebuah berkas-berkas yang lumayan tebal.
"Kita tidak perlu mencari investor lagi jika meluncurkan beberapa makanan khas Timur-Tengah," ucap Sean
"Maaf, Pak? Tapi, saat meeting-" ucapan sang sekertaris terpotong.
"Saya sudah mempertimbangkan dan memikirkan ini. Jadi, cukup laksanakan saja!"
Sekretaris dengan kacamata itu memundurkan langkahnya ke belakang seraya menunduk hormat kepada Sean, kemudian pergi.
Tangan Sean terulur mengambil proposal yang diajukan oleh sekertarisnya. Taktik karyawannya ternyata pintar. Mereka membuat sebuah proposal terlebih dahulu sebelum Sean menyuruhnya. Lihat, dalam satu hari kerja proposal itu sudah jadi.
Maureen: Aku boleh nitip seblak?
Pesan yang dikirim Maureen langsung terbaca oleh Sean. Lagi-lagi dia terheran dengan sikap Maureen yang menjadi lebih berinteraksi dengannya. Berkas yang dia pegang diletakkan begitu saja
^^^Me: Blikan istriku seblak^^^
Devan: Slh krm?
^^^Me: Cpt!^^^
Bibir Sean berkedut menahan smirk khasnya. Dia akan berusaha membuat adiknya sendiri menyukai Maureen, tidak peduli jika nanti Devan menjadi ayah dari anaknya.
padahal aku udah sayang sama Sean 😭
hajarr aku dukung 😤
aku mampir lagi nih bawa like and subscribe 🤗