NovelToon NovelToon
Cinta Tumbuh Dari Luka Masa Lalu

Cinta Tumbuh Dari Luka Masa Lalu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Single Mom / Anak Genius / Hamil di luar nikah / Konflik etika / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:135.9k
Nilai: 5
Nama Author: Santi Suki

Hannah, seorang perempuan yang tuli, bisu dan lumpuh. Ketika melihat perut Hannah terus membesar, Baharudin—ayahnya—ketakutan putrinya mengidap penyakit kanker. Ketika dibawa ke dokter, baru diketahui kalau dia sedang hamil.

Bagaimana bisa Hannah hamil? Karena dia belum menikah dan setiap hari tinggal di rumah.
Siapakah yang sudah menghamili Hannah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9.

Bab 9

Sebelum tas milik Bu Soraya mengenai tubuh Arman, tangannya dengan sigap menangkap lengan sang wanita. Gerakan refleksnya cepat dan penuh tenaga. Dalam sekejap, ia memutar tangan Bu Soraya ke belakang dan menguncinya di punggungnya.

"Kamu salah cari lawan, Mak Lampir," bisik Arman dingin, ucapannya penuh penghinaan.

Dengan satu dorongan kasar, tubuh Bu Soraya jatuh terduduk ke lantai berlapis marmer. Tas mewahnya terpental, dan tumit sepatu mahalnya terpelintir.

Suasana berubah hening sesaat, kecuali suara napas berat dan detak jantung yang terasa menggema.

Di atas ranjang, mata Pak Surya mengerjap. Keributan itu cukup keras untuk membangunkan kesadarannya yang sempat mengambang.

"Siapa itu?" tanya Pak Surya dengan suara parau dan lemah. Suaranya nyaris tertelan napas yang berat dan tersengal. Wajahnya pucat, tulangnya menonjol di balik kulit yang mengendur. Matanya memicing, mencoba mengenali sosok yang baru saja membuat kegaduhan di ruang rawatnya.

Arman menoleh. Untuk sesaat, ada emosi yang berkecamuk dalam matanya. Ada ras iba, tapi ... ada juga rasa puas yang tidak bisa disembunyikan.

"Bukan siapa-siapa," jawab Arman ketus, suaranya dingin seperti hawa ruang rawat yang dibekukan ketegangan.

Namun begitu mendengar suara itu, mata Pak Surya membulat. Meski penglihatannya kabur, ia mengenali nada bicara itu lebih dari siapa pun.

"Arman?! Akhirnya kamu datang juga," ucap Pak Surya lirih, hampir seperti mimpi yang tidak ia sangka akan terwujud.

"Arka mana?"

Pertanyaan itu seperti menyiramkan bensin ke bara api. Arman langsung mengangkat wajah, tatapannya tajam dan penuh sindiran.

"Bukannya dia pernah bilang, dia tidak akan datang ... kecuali ke acara pemakaman ayah dan gundiknya?" balas Arman tajam.

Pak Surya terdiam. Kata-kata itu menyayat seperti belati yang ditarik perlahan di dada. Dulu, anak-anaknya adalah sumber kebanggaan, tapi kini mereka hanya menjadi saksi dari kesalahan masa lalunya yang tak termaafkan.

"Tidak bisakah kalian memaafkan Papa?" isaknya, suara tangisnya bercampur dengan rasa putus asa. "Papa tahu, Papa sudah menyakiti perasaan kalian dulu. Seandainya saja kalian mau memahami keadaan Papa dan menerima keputusan Papa, kalian tak perlu pergi dari rumah."

Air mata mulai menetes dari sudut matanya. Tangannya bergetar, berusaha menggenggam ujung selimut seolah mencari pegangan dari masa lalu yang hancur berantakan. Akan tetapi Arman tak terpengaruh. Ia hanya menatap lelaki tua itu tanpa belas kasihan.

Matanya memutar malas, lalu mendengus. "Lagu lama," gumamnya. Itu adalah kalimat klise yang selalu dilontarkan Pak Surya setiap kali mereka bertemu. Permintaan maaf yang tidak pernah tulus, hanya dibungkus penyesalan saat sudah terlambat.

"Sepertinya kedatanganku ke sini tidak ada gunanya," lanjut Arman. Nada suaranya kini getir, kecewa, namun tidak kepada ayahnya. Ia kecewa pada dirinya sendiri yang sempat berharap sesuatu yang berbeda. "Benar kata Arka. Datang ke sini hanya buang waktu dan tenaga. Yang ada malah menambah dosa karena aku jadi ngomel dan marah sama Papa."

Di sudut ruangan, Bu Soraya diam-diam tersenyum sinis. Ia tahu kelemahan Arman. Dibandingkan Arka yang keras dan sulit dibaca, Arman lebih mudah digoyahkan. Dia seperti kapal layar—kadang kuat berdiri, kadang mudah terombang oleh angin lembut harapan.

"Papa punya permintaan terakhir," gumam Pak Surya, nadanya lebih lirih dari sebelumnya, nyaris tak terdengar jika ruangan tidak sehening itu.

Arman mengangkat alis. Kali ini ia benar-benar penasaran. Dahulu, tak ada satu pun permintaan pria itu yang ia kabulkan. Bahkan doa pun enggan ia panjatkan untuknya.

"Apa lagi?" tanya Arman datar.

"Berikan lima persen saham perusahaan ... untuk Citra. Dia sudah bekerja keras ... demi perusahaan."

Kalimat itu membuat dunia Arman berhenti sejenak. Mata Arman membelalak, seperti baru saja mendengar lelucon paling buruk di dunia. Lima persen? Itu bukan angka kecil. Itu artinya ratusan miliar hak waris yang seharusnya menjadi miliknya dan Arka.

Dia menatap Bu Soraya yang berdiri tenang di sisi ranjang. Wanita itu memoleskan wajah seolah penuh simpati, padahal tatapan matanya penuh ambisi. Citra—anak tiri yang tidak punya setetes darah pun dari keluarga Abimana—diminta menjadi pemegang saham?

Arman mendekat, membungkuk ke sisi tempat tidur, lalu berbisik di dekat telinga ayahnya. "Bagaimana kalau Papa ceraikan dulu Mak Lampir itu, lalu masukkan dia ke penjara atas tuduhan penipuan dan pembunuhan berencana? Kompensasi dari semua itu, baru dapat lima persen saham."

Kata-kata Arman tajam seperti pisau, dan disengaja agar didengar Bu Soraya.

"Dasar gila kamu, Arman!" jerit Bu Soraya, kehilangan kontrol. Emosinya meledak, tak lagi bisa menjaga topeng keanggunan yang biasa ia pakai di depan Pak Surya.

Tangannya terangkat, siap mengayunkan tas mewah ke tubuh Arman seperti sebelumnya. Namun, ia mengurungkan niatnya begitu melihat mata Pak Surya terbuka penuh. Ia masih sadar. Soraya menarik napas panjang, memaksakan diri kembali ke citra wanita sempurna—lemah lembut dan penuh kasih.

Arman hanya tertawa pelan, penuh kemenangan. Tawa yang lebih terdengar seperti ejekan. Ia menikmati kekalahan kecil wanita itu.

"Bagaimana, Pa? Setuju?"

Pertanyaannya menggantung di udara, tapi tak ada jawaban.

Saat Arman menoleh, wajah Pak Surya berubah. Kulitnya lebih pucat dari sebelumnya, matanya terbuka lebar, namun tubuhnya bergetar halus. Mulutnya terbuka, berusaha berbicara, namun suara tak keluar. Ia tampak seperti ikan yang mengap-mengap tanpa air.

"Papa!" teriak Arman panik, melangkah cepat ke sisi ranjang.

"Mas!" jerit Bu Soraya bersamaan, kali ini tanpa kepura-puraan. Wajahnya pucat pasi, dan riasannya tak mampu menyembunyikan ketakutannya.

Detik-detik terasa melambat. Suara mesin monitor detak jantung mulai menurun. Bunyi "beep" terdengar lebih jarang. Waktu seperti membeku di antara ketegangan yang merambat di sekujur ruangan.

Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, Arman merasakan ketakutan. Bukan karena kehilangan, tapi karena ia menyadari—meski dibenci, ayahnya tetap satu-satunya keluarga yang tersisa selain Arka. Seandainya jika ini benar-benar akhir dari hidup ayahnya, apakah hidup mereka akan bahagia ke depannya.

"Dokter!" teriak Arman sambil menekan bel panggilan darurat yang ada di samping brankar.

***

1
Ita rahmawati
apakah soraya udh game over 🤣
krna harta yg digunakan soraya utk membantu pak surya dulu adalah harta pak baharuddin berarti pak surya harusnya balikin lg ke pak bahruddin kan 🤔
Nar Sih
dan...ahir nya wanita pembawa racun buat pak surya sdh dpt karma nya ,🤣
Sukhana Ana lestari
Good jobb Arka....
Haloo Pak Surya bagaimana hasil kerja keras anakmu Arka..?? mantap kannn
seorang ayah yg seharusnya melindungi & menyayangi anaknya ini malah menyia nyiakan.. 🤦🏼‍♀🤦🏼‍♀

Soraya mulai menuai apa yg udah di tanam selama ini .. se.pandai² tupai melompat pasti ada waktunya terjun bebas juga dari ketinggian.. selamat ya kalian duo ulet bulu & antek²nya.. masuk kandang kerangkeng istimewa.. 👋👋👋

Lanjut Thor sehat semangat terus 😘😘😘💪💪💪
Tiah Fais
lanjut kak
Esther Lestari
Soraya harus mendekam lama di penjara itu
Tri Handayani
ditunggu bab selanjutnya thor....... up nya brapa hari sekali thor???
Wanita Aries
Bagaimana pak surya 🤭🤭 melupakan kandungmu dan lebih memilih memelihara ular didalam rmhmu. Seruuu bangettt yaaaaa
ken darsihk
Semangat Arka jangan sampai Soraya dan antek-anteknya lolos , mereka khusus nya Soraya harus membayar semua kejahatan yng dia buat selama ini 😡😡😡
Wiek Soen
akhirnya terkuak juga..... berikan dia karma yg setimpal thor
Nunung Elasari
benar2 ditunggu kelanjutannya kak..... seruuuuuuu
Cindy
lanjut kak
Ema
next ka
Sunaryati
Thoor Up nya ruti, ya. Nenek selalu menunggumu
Sunaryati
Untung jantung tak kambuh Pak Surya seperti harapan Arka, Pak Surya kamu harus mengembalikan harta Pak Baharuddin yang dirampas Soraya dan diberikan padamu. Kamu selama hidup enak dari harta Pak Baharuddin, sedangkan beliau hidup sengsara bersama Hannah putrinya. Hukum dirimu sendiri Surya atas kesalahanmu pada Almrh istrimu, ayahmu, dan kedua anakmu. Nikmati masa tuamu dengan penyesalan. Lihat siapa Soraya dan Citra yang kau banggalkan. Segera miskinkan Soraya da Mario ambil semua asetnya Arka, berikan pada Pak Baharuddin.
juwita
yg bunuh pak sanusi mgkn suruhan soraya x.
Ratih Tupperware Denpasar: dan mereka jiga sdh dibunuh soraya, spt orang suruhannya citra diberi miras berisi racun. citra jadi jahat krn diajari mak nua dati kecil cara membunuh dan marampok
ken darsihk: Bisa jadi
total 2 replies
kaylla salsabella
akhirnya update juga thor
Sugiharti Rusli
semoga Arka bisa membuat si Soraya dan antek" nya dihukum berat tanpa celah yah, mengingat hukum di kita yah begitulah😏
Sugiharti Rusli
entah penyesalan seperti apa yang akan si Surya rasakan nanti, kalo dia sudah membuat keputusan paling bodoh selama ini,,,
Sugiharti Rusli
apalagi sekarang si Surya tahu, kalo istrinya itu yang sudah merampok harta sahabat masa kecilnya dulu tanpa ampun yah
Sugiharti Rusli
dan bukan hanya itu, bahkan sampai si Surya menceraikan istri serta meninggal kan anak" kandungnya sendiri selama ini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!