Menjalin kasih selama 2 tahun lamanya, bahkan sudah tinggal satu atap dengan segala tujuan cerita dan mimpi di masa depan. Semuanya sudah di rancang sejak awal.
Namun apa jadinya ketika salah satu dari mereka malah jatuh cinta pada orang lain dan memilih untuk berkhianat?
Semua mimpi dan cerita yang sudah di rangkai kini harus hancur seketika dan tidak bisa di perjuangkan lagi. Mungkin satu hal yang membuat Fadil rela menghancurkan hubungan yang sudah terjalin lama ini, hanya karena Yara yang memiliki tubuh berisi dan jauh dari kata cantik dan ideal. Seperti wanita di luaran sana.
Lalu, apa Yara akan mampu memeprtahankan hubungan ini di saat sudah ada wanita lain yang hadir di kehidupan Fadil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yara Lelah!
Tangan Fadil mengepal erat mendengar itu, dia tidak suka dengan perkataan Keanu barusan. Meski sebenarnya Keanu berkata benar. "Aku masih peduli padanya! Aku masih mencintainya!"
Keanu tersenyum sinis mendengar itu, menatap Fadil dengan tatapan tidak percaya. "Mencintainya? Tidak mungkin kau mengkhianati dia jika memang kau masih mencintainya. Asal kau tahu, Yara begitu tulus mencintaimu. Tapi kamu yang telah membuatnya terluka hingga dia tidak mau membuka hatinya untuk orang lain. Bahkan dia tidak mau menerima aku untuk menjadi kekasihnya"
Mendengar hal itu Fadil semakin merasa sesak di dadanya. Tahu jika apa yang di katakan oleh Keanu memang benar adanya. Tapi Fadil tetap tidak suka saat mendengar ucapan Keanu barusan. Keanu yang mengatakan jika dirinya telah mengungkapkan perasaannya pada Yara. Membuat Fadil kesal, nyatanya rasa cemburunya masih ada di dalam hatinya.
"Yara sudah tidak ada disini, dia pergi entah kemana"
Keanu mengangguk pelan. "Ya, aku tahu. Pasti Yara sudah lelah dan tidak bisa untuk tetap tinggal disini dengan kamu yang berada disini. Kamu sudah terlalu banyak melukainya"
Fadil hanya terdiam mendengar itu, dia melihat Keanu yang pergi dari hadapannya. Sebenarnya Fadil datang kesini juga karena ingin mencari informasi tentang keberadaan Yara saat ini. Namun ternyata dia tidak mendapatkan informasi apapun.
Fadil kembali ke mobilnya dan melajukan mobilnya meninggalkan tempat kos Yara. Perasaan Fadil yang semakin tidak enak ketika dia semakin memikirkan Yara.
Maafkan aku Yara, kemana kamu pergi sekarang.
#######
DI tempat yang berbeda Yara baru saja sampai di rumah sakit untuk melakukan perawatannya. Sebenarnya Yara sangat takut untuk kemoterapi yang katanya begitu menyakitkan. Meski penyakit kanker yang di alaminya masih dalam stadium awal. Namun Yara tetap takut untuk melakukan itu.
Ketika dia sudah berganti pakaian dengan pakaian pasien. Dia menatap dirinya di balik pantulan cermin. Bagaimana wajahnya yang memang terlihat pucat, Yara tau kalau penyakitnya itu tidak bisa di anggap mudah dan gampang.
Dan Yara benar-benar merasakan kesakitan yang luar biasa saat menjalani kemoterapi untuk pertama kalinya. Padahal yang dia jalani masih dengan dosis yang rendah. Yara hanya menangis dengan segala penderitaan yang dia alami saat ini. Rasanya Yara tidak mempunyai kekuatan ketika masa kemoterapi berjalan.
Seandainya ada seseorang yang menemani aku menjalani pengobatan ini, mungkin aku tidak akan selemah ini.
Yara menginap satu malam di rumah sakit karena efek kemoterapi yang membuat kondisi tubuhnya lemah. Dan pagi ini dia kembali pulang ke rumah, namun bukan untuk istirahat tapi untuk kembali bekerja. Karena Yara tidak mungkin terus tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas. Sudah pastinya dia tidak akan bisa memberikan alasan yang tepat pada orang-orang yang akan mempertanyakan tentang alasan dirinya tidak masuk kerja.
Yara hanya ingin menghabiskan waktunya ini dengan tetap menjalani hidupnya dengan segala kegiatan yang dia jalani. Yara tidak mau menghabiskan sisa waktunya yang mungkin tidak akan lama lagi, hanya dengan berdiam di rumah sakit sebagai seorang pasien. Yara ingin menikmati masa-masa hidupnya ini.
"Yara, kenapa wajah kamu pucat sekali?" Lagi-lagi Dina yang selalu memperhatikan keadaan dan kondisi Yara ketika dia sampai di tempat kerja. Dan Yaa merasa sangat bersyukur karena masih ada yang mau peduli padanya.
Yara tersenyum mendengar pertanyaan dari Dina. Ternyata wajah sakitnya ini tetap terlihat meski dia sudah menutupi dengan make up sebisa mungkin. Jika orang itu teliti maka akan tetap melihat wajah Yara yang pucat.
"Tidak papa Kak, aku cuma masih sedikit lemas saja. Soalnya kemarin kena gejala tifus"
Dina mengangguk mengerti, dia berlalu dari meja kerja Yara. Dan kembali pada pekerjaan mereka. Yara juga mencoba untuk tetap fokus pada pekerjaannya. Meski terkadang kepalanya yang terasa sangat pusing dan perutnya yang sakit. Namun Yara tetap berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja. Yara yang tidak mau membuat orang-orang tahu tentang penyakitnya dan jadi mengasihani Yara dengan apa yang sedang di deritanya saat ini.
Selesai bekerja, Yara langsung pulang ke rumahnya. Dia hanya ingin segera istirahat hanya untuk menghilangkan sejenak rasa sakit yang dia rasakan ini. Selesai mandi, dia langsung tidur dengan perut yang belum di isi. Yara hanya ingin beristirahat untuk meredakan rasa sakit yang dia rasakan saat ini.
"Aku pasti kuat, kalaupun memang aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Aku akan siap, karena sudah tidak ada orang yang membuat aku berat meninggakan dunia ini"
Yara memejamkan matanya dan mulai terlelap dengan kepasrahan dalam dirinya.Seolah tidak ada lagi harapan yang bisa membuatnya ingin terus bertahan dan hidup lebih lama lagi di dunia ini. Yara yang merasa jika dirinya sudah tidak mempunyai siapa pun di dunia ini.
Yara terbangun entah dimana dia berada, suasana yang serba putih itu membuat Yara bingung. Dia berjalan dengan kebingungan yang melanda. Hingga akhirnya dia melihat kedua orang tuanya disana. Yara begitu bahagia hingga dia langsung berlari ke arah mereka. Setelah sekian lama, dia baru bisa bertemu dengan kedua orang tuanya lagi.
"Bapak, Ibu Yara kangen kalian"
Ibu tersenyum, dia mengelus kepala Yara dengan penuh kasih sayang. Seperti yang sering dia lakukan di saat Yara masih kecil dulu. "Bertahanlah Nak, kamu akan bahagia"
Yara menatap kedua orang tuanya dengan mata yang berkaca-kaca. Ucapan Ibu barusan seolah dia memang sudah mengetahui apa yang sedang di alami Yara saat ini. Tentang anaknya yang sedang putus asa dengan apa yang sedang di hadapinya saat ini.
"Bu, Pak, Yara sudah tidak kuat hidup seorang diri. Dunia kehidupan Yara terllau kejam, tolong bawa saja Yara bersama dengan kalian"
Kedua orang tuanya menggeleng pelan mendengar itu. Bapak meraih tangan Yara dan menggenggamnya. "Yara adalah putri Bapak yang terbaik, Yara pasti kuat menghadapi semua ini. Bapak yakin kamu pasti bisa melewatinya. Kamu harus tetap bertahan Nak"
Yara menggeleng dengan air mata yang menetes begitu saja. Rasanya dia tidak sekuat apa yang di ucapkan oleh kedua orang tuanya barusan. Yara tidak mungkin dan tidak akan bisa menghadapi semua ini seorang diri saja.
"Yara tidak kuat Pak, Bu. Yara lelah dan capek dengan semua ini. Tolong bawa saja Yara bersama dengan kalian"
"Tidak Nak, kamu harus tetap bertahan dan jalani hidup kamu dengan baik"
Kedua orang tua Yara mulai mundur dan menjauh darinya. Yara sangat ingin mengejarnya, tapi dia tidak bisa melakukan itu karena kaki dan tubuhnya yang terasa berat hingga dia tidak bisa mengejar kedua orang tuanya yang menghilang entah kemana.
"Bapak, Ibu jangan tinggalkan Yara.."
Bersambung