NovelToon NovelToon
Tumbuh Di Tanah Terlarang

Tumbuh Di Tanah Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Nikahmuda / Poligami / Duniahiburan / Matabatin
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi Adra

Aruna telah lama terbiasa sendiri. Suaminya, Bagas, adalah fotografer alam liar yang lebih sering hidup di rimba daripada di rumah. Dari hutan hujan tropis hingga pegunungan asing, Bagas terus memburu momen langka untuk dibekukan dalam gambar dan dalam proses itu, perlahan membekukan hatinya sendiri dari sang istri.

Pernikahan mereka meredup. Bukan karena pertengkaran, tapi karena kesunyian yang terlalu lama dipelihara. Aruna, yang menyibukkan diri dengan perkebunan luas dan kecintaannya pada tanaman, mulai merasa seperti perempuan asing di rumahnya sendiri. Hingga datanglah Raka peneliti tanaman muda yang penuh semangat, yang tak sengaja menumbuhkan kembali sesuatu yang sudah lama mati di dalam diri Aruna.

Semua bermula dari diskusi ringan, tawa singkat, lalu hujan deras yang memaksa mereka berteduh berdua di sebuah saung tua. Di sanalah, untuk pertama kalinya, Aruna merasakan hangatnya perhatian… dan dinginnya dosa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TDT 18

Bagas menatap Raka dengan mata menyala. “Kamu pikir kamu siapa bisa masuk seenaknya ke rumah orang?!”

“Aku bukan siapa-siapa,” sahut Raka tenang tapi tegas, “tapi aku sebagai manusia berhak untuk marah saat lihat perempuan diperlakukan semena-mena oleh laki-laki yang seharusnya menjaganya.”

Bagas mencibir. “Kamu sok jadi pahlawan, ya?”

“Kalau membela perempuan dari suaminya sendiri disebut sok pahlawan, maka biar aku jadi pahlawan, Bagas.” Raka menatap tajam, suaranya tetap rendah namun penuh tekanan.

Bagas tampak hendak mendekat, tapi Raka lebih dulu mengangkat tangan, memberi isyarat bahwa dia tidak takut.

“Cukup! Kalau kau masih punya akal sehat, kau lihat sendiri apa yang sudah kau lakukan. Kau dorong istrimu sendiri. Kau hina dia. Kau lupakan siapa yang selama ini bertahan di sampingmu, saat orang lain bahkan sudah tak percaya padamu.”

Bagas membuka mulut, ingin membalas, tapi suaranya tertelan oleh amarah yang tak bisa ia bendung maupun jelaskan. Ia hanya mendengus dan akhirnya berbalik keluar, membanting pintu dengan suara keras yang menggetarkan seluruh ruangan.

Hening.

Raka mendekat perlahan, lalu berlutut di sisi Aruna.

“Ibu...” ucapnya lembut. “Apa Ibu baik-baik saja?”

Aruna hanya mengangguk kecil. Tapi air mata di pipinya bercerita lebih banyak dari apa pun yang bisa ia ucapkan. Raka tak berani menyentuhnya, tapi ia tetap berada di sisi perempuan itu, memberikan kehadiran yang tenang, yang tak menghakimi.

“Maafkan saya... saya tak datang lebih awal,” kata Raka pelan.

Aruna mengusap air matanya dengan punggung tangan. Suaranya serak saat akhirnya bicara, “Aku tak pernah menyangka rumah ini... yang dulu penuh cinta, bisa berubah jadi tempat yang membuatku takut.”

Ia menatap kosong ke arah pintu yang baru saja ditutup keras oleh Bagas.

“Dulu, aku percaya... cinta bisa menyembuhkan segalanya. Tapi sekarang, aku bahkan tak tahu... apa yang tersisa dari cinta itu.”

Raka menghela napas dalam-dalam, lalu menunduk.

“Kalau Ibu butuh waktu... atau tempat untuk menjauh sejenak... saya akan siapkan semuanya.”

Aruna tak menjawab. Ia hanya diam, tapi dalam diam itu, untuk pertama kalinya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar melihat luka di hatinya.

Setelah beberapa saat diam dalam keheningan yang berat, Aruna menarik napas pelan. Ia bangkit dengan lelah dari lantai.

“Raka... aku mau cuci muka dan merapikan diri dulu,” ucapnya lirih, suaranya masih terdengar serak oleh sisa tangis yang belum benar-benar reda.

Raka segera mengangguk. “Baik, Ibu. Silakan.”

Dengan langkah perlahan, Aruna menuju kamar mandi, meninggalkan jejak ketegangan yang belum sepenuhnya menguap dari udara di dalam rumah.

Raka berdiri. Ia menatap sekeliling ruang tamu, menatap pintu yang tadi bergoyang sedikit akibat benturan keras dari Bagas sebelumnya. Lalu, tanpa ragu, ia berjalan ke arah pintu utama, membukanya lebar.

Ia sadar betul posisinya. Tak ingin ada tetangga atau orang lain yang menaruh curiga atau membuat prasangka atas keberadaannya di rumah seorang perempuan yang bukan keluarganya. Ia duduk di teras depan, menenangkan diri, menjaga jarak.

Langit pagi yang mulai cerah seakan menyaksikan semuanya. Angin berembus pelan, membawa aroma tanah dan sisa embun dari halaman depan.

Raka menyandarkan punggungnya ke kursi kayu dan menatap ke kejauhan. Tapi pikirannya tertinggal di dalam rumah pada sosok Aruna yang begitu terluka, dan pada keberanian seorang perempuan yang bertahun-tahun memendam luka dalam diam.

Ia menggenggam kedua tangannya erat, berusaha menenangkan gejolak amarah yang tadi sempat hampir meledak.

“Semoga dia kuat,” gumamnya lirih. “Dan kalau dia butuh, aku akan membantunya.

Tak berapa lama, suara langkah lembut terdengar dari dalam rumah. Raka menoleh. Aruna muncul di ambang pintu, kini tampak lebih rapi meski wajahnya masih menyimpan sisa kelelahan batin.

Di tangannya, ia membawa secangkir teh hangat dan sepiring kecil banana cake.

“Aku buat ini kemarin,” ucap Aruna pelan sambil duduk di samping Raka, menyerahkan piring itu ke arahnya. “Banana cake. Favorit suamiku.”

Raka menerima dengan sedikit ragu, tak langsung menyentuhnya. Ia menatap Aruna, menunggu lanjutannya.

“Aku pikir... kalau aku menyambutnya dengan hal yang ia suka, mungkin... semuanya akan sedikit lebih baik,” lanjut Aruna. Suaranya nyaris berbisik. “Tapi ternyata, semua itu nggak ada artinya.”

Ia menunduk, menatap cangkir teh di tangannya. Uap tipis mengepul perlahan, seperti napas yang tertahan.

“Aku pikir... dia masih ingat,” tambahnya. “Masih peduli. Tapi tadi, pagi ini aku sadar... mungkin aku yang masih menggenggam, sementara dia sudah lama melepaskan.”

Raka menggenggam piring di tangannya sedikit lebih erat, menelan rasa simpati yang menyeruak. Tapi ia tetap tenang, menjaga jarak yang pantas.

“Maafkan aku, Ibu... aku benar-benar nggak tahu harus bilang apa,” ucap Raka. “Tapi satu hal yang pasti... usaha Ibu itu bukan hal kecil. Hanya saja, ada orang yang buta menghargai.”

Aruna menoleh, mata mereka bertemu sejenak. Tak ada senyum di wajahnya, hanya pandangan yang letih dan akhirnya, anggukan kecil.

Ia menyeruput tehnya perlahan, membiarkan kehangatannya meredakan dingin di dadanya.

___

Bagas mengemudikan mobilnya di bawah langit yang mulai beranjak panas. Lajunya tidak terlalu cepat, tapi cukup untuk menghilangkan sisa-sisa emosi yang tadi masih menggumpal di dadanya. Satu tangan di kemudi, satu tangan lagi menggenggam ponsel yang ditempelkan ke telinga.

“Yo, gue ke tempat lo sekarang. Lu di rumah, kan?”

Suara di seberang menjawab santai, “Sini aja. Gue lagi nggak ke mana-mana.”

Beberapa belas menit kemudian, Bagas sudah berada di depan pintu apartemen Rio. Begitu pintu dibuka, aroma khas kopi dan musik jazz pelan menyambutnya. Tempat itu masih seperti biasa rapi, maskulin, dan bebas. Bebas dari ikatan, bebas dari urusan rumah tangga.

Rio, sahabatnya sejak mereka masih magang menjadi fotografer amatir, menyodorkan kaleng bir dingin ke tangan Bagas. “Kelihatan kayak habis perang dunia,” ujarnya, setengah bercanda.

Bagas menjatuhkan tubuhnya di sofa. “Kurang lebih begitu rasanya.”

“Masalah lo sama Aruna lagi?” tanya Rio sambil duduk di seberang, mengangkat satu kakinya ke sandaran kursi.

Bagas hanya mengangguk. Ia mulai menceritakan semuanya bagaimana Aruna marah, bagaimana ia merasa diserang, dan puncaknya, munculnya seorang pria muda peneliti kebun yang tiba-tiba ikut campur saat mereka bertengkar pagi tadi.

“Yang bikin gue makin jengkel, cowok muda itu berani-beraninya nyamperin rumah gue, kayak pahlawan kesiangan.”

Rio mengangkat alis, lalu tertawa pelan. “Ya elah, Gas. Istri lo masih cantik, men. Masih banget. Kalo gue jadi cowok itu, mungkin gue juga bisa kepincut.”

Bagas menoleh, menatap Rio sekilas. “Lo tuh ngomporin apa nguatin?”

Rio hanya nyengir sambil mengangkat bahu. “Bercanda. Tapi serius juga sih. Maksud gue, jangan terlalu ngeremehin keadaan. Lo sibuk, cuek, terus ada orang lain yang hadir di saat istri lo paling butuh didengar... ya siapa tahu.”

Bagas mendengus pelan, lalu meneguk birnya. “Kalau lo sih enak, hidup lo nggak perlu ribet mikirin beginian.”

Rio tersenyum santai. “Makanya gue nggak nikah. Ribetnya lebih banyak dari bonusnya.”

Bagas terdiam. Ia tak akan pernah mengakui, tapi kata-kata Rio itu mulai menusuk di titik-titik sensitif hatinya tempat yang jarang ia sentuh sejak lama.

1
ovi eliani
thor blm up ya
ovi eliani
mantap, lebih baik di cintai laki 2 yg tulus sepertih raka, dr pada mencintai bagas yg tak tau arah kehidupan.
xia~xiaoling
masya'allah thor..tata bahasanya mendalam menyentuh ngena banget d hati..thor km org yg puitis..pinter bikin sajak..
prosanya sip...mkin skbma novel mu thor
Dee: Masya Allah, makasih banyak ya Kakak 🌸🙏 Komentarmu bikin semangatku nulis makin menyala. Aku senang banget kalau tulisanku bisa menyentuh hati pembaca. Doain semoga ke depannya aku bisa terus konsisten berkarya dan bikin karya yang lebih baik lagi. Terima kasih sudah membaca dan mendukung 🙏💖
Kalau tertarik silakan baca karya2ku yg lain...
total 1 replies
R 💤
Hallo Thor, aku mampir 👋🏻👋🏻👋🏻
Dee: Hai Kakak... 😄
Terima kasih sudah mampir dan baca Tumbuh di Tanah Terlarang! 👣🌿
Semoga ceritanya berkesan ya. Jangan lupa tinggalkan bintang dan komentar kalau suka 💬✨
Kalau kamu tertarik, boleh juga intip karya-karya aku yang lain...

Salam hangat dari author,
DeeMar 🖋️
total 1 replies
R 💤
Aruna lagi puber kedua gak sih, hehe
Dee: Haha bisa jadi~ makasih udah nangkep vibe-nya Aruna 😄 Jangan bosan sama tingkah dia ya!
total 1 replies
ovi eliani
aduhhhh aku bacanya kurang semangat thor, sesuatu yg sdh retak mungkin dapat di satukan tapi masih terlihat garis nya, itu yg di radakan aruna, jadi ikutan lelah bacanya
ovi eliani
wah drama tarik ulur ini, yg ada nanti akan lebih menyakitkan lg tinggalkan masa lalu aruna raih masa depam nooo raka udah nunggu. cicil kopernya sama raka satu satu jadi klo udah selesai cepat berangkat...
Daniah A Rahardian: Aruna plis, koper udah dicicil, hati Raka juga udah dicicil buat kamu 😭 tinggal kamu aja tuh yang ngaret terus! Gaskeun!
total 1 replies
ovi eliani
mau up lg song seru nih
Daniah A Rahardian
wow.. pedas sekali omonganmu Bagas😱
ovi eliani
aku bacanya gemes, karena hati ku tidak seluas aruna ngalah muluh, jd lah wanita yg tegas aruna, untuk apa rumah tangga di jalani tp tidak ada kebahagian di dalam pernikahan, sdh hampir 20 tahun ber rumah tangga apa tidak ingin kehadiran buah hati, hanya pernikahan dingin dan hampa , ayolah bikin cerita yg bikin greget up berikutnya ada ketegasan dan keputusqn aruna buqt bagas mungkin sebuah ancaman yg membuqt bagas berpikir, hanyq semua sarqn thor terima kasih
Dee: Itulah seni menulis membangkitkan rasa kesal, gemas, bahkan marah. Kalau ceritanya datar-datar saja, ujung-ujungnya pembaca sudah bisa menebak akan berakhir bahagia. Tapi dalam cerita ini, semuanya masih penuh teka-teki😊
total 1 replies
Daniah A Rahardian
Sabar itu ada batasnya, Mas Bagas......
ovi eliani
baru tau bagas , rumput tetanga pada hijau, makanya jgn masuk hutan terus, sekali2 lihat rumput tetanga, semangat aruna panas in aja terus bagas biar tau rasa. untuk raka slow men...klo jodoh ngak kemana, semangatbthor up lg dong kurqng bacanya
Daniah A Rahardian
Mulai panas.... perlu AC nih...😄👍
ovi eliani
jgn pernah membuat hati seorang istri menjadi lelah karena lelahnya wanita adalah suatu kehancuran semangat thor
Dee: Terima kasih atas komentarnya, Kak Ovi. Ungkapan yang sangat dalam dan penuh makna. Saya setuju bahwa kelelahan seorang wanita, apalagi seorang istri, dapat berdampak besar pada semangat dan keharmonisan. Semoga cerita ini dapat terus memberikan pesan dan refleksi yang berarti.
total 1 replies
ros
ceritanya menarik 👍
Dee: Terima kasih Kakak, yg selalu setia ngikutin cerita aku, semoga terhibur ya...
Jangan lupa komen dan likenya 💖🙏🏻
total 1 replies
ovi eliani
nah mulai tumbuh benih benih ngak taulah , up doble thor karena bacanya kurang terus semangat thor terima kasih.
Daniah A Rahardian
Fix, kisah ini cocok jadi sinetron jam 7 ‘Cinta Terlarang Tapi Bikin Nagih’."
Dee: iya, bisa... bisa😄
total 1 replies
ovi eliani
ceritanya ringan menarik untuk dibaca
ovi eliani
cie cie istri orang senangnya, semangat raka pilih yg terbaik buat mu , tp statusnya jgn istri orang juga , jawabannya ku tunggu janda mu. semoga entar sore atau malam up lg, senang banget bacanya semangat thor..
Dee: Ditunggu ya... aku usahain bisa up tiao hari, tadi nonton bola dulu hhee...
total 1 replies
ovi eliani
belum up thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!