Aluna gadis yatim piatu berusia 21 tahun, menjalani hidupnya dengan damai sebagai karyawan toko buku. Namun hidupnya berubah setelah suatu malam saat hujan deras, ia tanpa sengaja menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya. Di sebuah gang kecil ia melihat sosok pria berpakaian serba hitam bernama Darren seorang CEO berusia 35 tahun yang telah melenyapkan seorang pengkhianat. Bukannya melenyapkan Aluna yang menjadi saksi kekejiannya, Darren justru membiarkannya hidup bahkan mengantarnya pulang.
Tatapan penuh ketakutan Aluna dibalik mata polos yang jernih menyalakan api obsesi dalam diri Darren, baginya sejak malam itu Aluna adalah miliknya. Tak ada yang boleh menyentuh dan menyakitinya. Darren tak ragu melenyapkan semua yang pernah menyakiti Aluna, entah itu saat sekarang ataupun dari masa lalunya.
Ketika Aluna perlahan menyadari siapa Darren, akankah ia lari atau terjatuh dalam pesona gelap Darren ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mantan Perawat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.18
©Kos Reta: Rencana Jahil Reta & Yumna Vs Penyesalan Rayyan ©
Rayyan masih berdiri di depan pintu kos Reta. Napasnya berat. Dada sesak. Kata-kata Aluna barusan terus terngiang di kepalanya.
"Aku capek… Aku mau tidur dulu."
Rayyan meremas rambutnya sendiri, frustasi.
"Astaga, aku tolol banget!" gerutunya lirih.
Akhirnya, Rayyan menghela napas panjang, menarik kunci motor dari saku celananya, dan berjalan pergi meninggalkan kos.
© Di Dalam Kos Reta©
Reta dan Yumna mengintip dari jendela, memperhatikan Rayyan yang baru saja pergi.
"EHEM," Reta melipat tangan di dada. "Si Upil Semut ini pergi kemana coba? Tengah malam begini. Jangan-jangan dia mau bertapa di bawah pohon beringin?"
Yumna mengelus dagunya dengan gaya detektif. "Atau dia daftar jadi relawan pemadam kebakaran? Siapa tau mau nyiram bara penyesalan dalam hatinya."
Reta terkekeh, lalu menoleh ke arah kamar. "Aluna udah tidur belum?"
Yumna ikut melirik ke dalam kamar. Aluna sudah terlelap, wajahnya tampak lebih tenang setelah menangis tadi." Aman,Lun-Lun kita bobo nya udah pules."
Reta menyeringai. "Bagus. Kalau gitu, sekarang saatnya pembalasan."
Yumna langsung paham. Matanya berbinar penuh semangat. "Rencana GILA dimulai!"
Mereka pun menyelinap ke dapur dengan langkah super hati-hati.
©Misi Jahil Dimulai©
Di dapur, Yumna menemukan mangkuk kecil berisi cabai rawit. Mata jahatnya berkilat.
"Hehehe… ini dia…" gumamnya sambil mengambil ulekan. Ia mulai mengulek cabai ekstra pedas dengan semangat 45.
Reta mengintip dari balik bahunya. "Oh! 'Ramuan Iblis' ya?"
Yumna mengangguk puas. "Betul! Ini edisi spesial buat Rayyan. Sekali duduk di kursi, dijamin hot sampai ke sumsum tulang belakang!"
Sementara Yumna sibuk dengan cabai, Reta mengeluarkan lem super dari laci meja dapur dan menyeringai.
"Dan ini… 'Ramuan Azab'," katanya dramatis.
"Sekali lengket, susah lepas. Rayyan bakal merasakan beratnya kehidupan dalam arti sesungguhnya."
Mereka pun melanjutkan aksinya.Di lantai dua, Yumna menyemprotkan air cabai ke kursi kecil di depan kamar Rayyan.Reta tidak mau kalah. Ia mengoleskan lem super ke gagang pintu kamar Rayyan,tebal dan merata.
"Eits, belum cukup!" kata Reta sambil melirik sepatu Rayyan yang tertata rapi di rak depan kamar.Ia mengambil sepatu itu dan merekatkan keduanya dengan lem super.
Yumna nyaris tertawa terbahak-bahak. "Rayyan bakal syok. Kursinya berasa neraka, pintunya ngajak kawin, dan sepatunya nyatu selamanya."
Mereka buru-buru turun kembali ke lantai satu sebelum ada yang memergoki. Sampai di kamar, mereka langsung mengunci pintu dan saling memberi tos.
"Sempurna," kata Reta sambil cekikikan.
Yumna menyandarkan diri di kursi. "Udah jam dua belas malam, tapi aku malah makin melek. Mending kita tungguin Rayyan pulang aja. Mau tau reaksinya."
Reta ikut duduk di kursi,posisi menyamping dan menopang kepala. "Setuju. Sambil menunggu, mari kita bergosip tentang Darren Arvanindra."
Mata Yumna berbinar. "Iya, CEO itu tampangnya unreal banget! Kayak tokoh fiksi yang keluar dari novel."
Reta terkikik. "Tapi nggak nyangka ya, dia sampai bilang ‘Aluna boleh menghabiskan uangnya kalau mau’…"
Yumna mendekatkan wajahnya ke Reta. "Itu tuh… definisi CEO limited edition! Biasanya cowok pada rewel kalau cewek matre. Eh, dia malah nyuruh Aluna kalau mau habisin duitnya sekalian!"
©Di Minimarket 24 Jam©
Sementara itu, Rayyan berdiri di rak snack minimarket, memasukkan beberapa keripik pedas, aneka cokelat, dan susu stroberi ke dalam keranjang belanja. Semua ini untuk Aluna.
"Entah dia mau nerima atau enggak… setidaknya aku harus nyoba."
Setelah membayar di kasir, ia keluar dari minimarket dan berjalan menuju motornya. Baru saja ia mengangkat belanjaan ke stang motor, suara klakson mobil berbunyi di sampingnya.
Beep! Beep!
Rayyan menoleh. Dari jendela mobil yang terbuka, seorang pria mengangkat alis melihatnya.
"Rayyan? Tumben kamu keluar malem-malem gini. Lagi kabur dari tanggung jawab hidup?"
Rayyan mendesah. "Galang… bukan gitu."
Galang menatap kantong belanjaan Rayyan. "Kamu ngidam tengah malem?"
Rayyan memutar bola matanya. "Nggak. Aku lagi ada masalah."
Galang menyandarkan lengannya di jendela mobil. "Kalau gitu, ke taman depan aja. Ngobrol sebentar."
Rayyan mengangguk dan menyalakan motornya.
©Di Taman Malam Hari©
Lampu taman menyala terang, menyinari bangku panjang tempat mereka duduk. Rayyan meletakkan kantong belanjaannya di sampingnya. Galang menatapnya penuh selidik.
"Oke. Kamu ada masalah apaan?"
Rayyan menarik napas. "Ini tentang Aluna."
Galang mendengus kecil. "Pasti berat nih."
Rayyan mengangguk. "Aku tadi… salah ngomong ke dia. Sampai dia nangis."
Galang mengernyit. "Kamu bilang apa?"
Rayyan menunduk. "Aku… bilang dia matre."
Galang langsung menatap Rayyan seperti baru mendengar seseorang bilang bumi itu datar. "Kamu BILANG APA?!"
Rayyan mengusap wajahnya. "Aku cemburu, Gal. Kamu tau sendiri kan, aku udah dua tahun ngajak dia jalan, tapi selalu ditolak. Eh, tiba-tiba dia nerima ajakan makan malam seseorang yang baru dia kenal. Apalagi orang itu seorang CEO kaya raya!"
Galang menghela napas. "Dan kamu langsung nuduh dia matre? Pake otak dong, Ray!"
Rayyan menggertakkan giginya. "Aku nggak kepikiran waktu itu! Aku baru sadar setelah dia nangis!"
Galang menatap Rayyan dengan tatapan penuh kasihan. "Terus, CEO yang ngajak dia makan malam itu siapa?"
Rayyan terdiam sebentar. "Darren Arvanindra."
Galang tercengang. "CEO Arvan Corporation? Are you kidding me?!"
Rayyan mengangguk. "Dan dia bukan cuma ngajak makan. Dia yang nyelamatin Aluna tadi siang. Luna hampir dibunuh temen kerjanya sendiri."
Galang terdiam sejenak, lalu mengusap wajahnya. "Brengsek… Aluna pasti trauma banget."
Rayyan mengangguk pelan. "Makanya… aku makin ngerasa bersalah."
Galang melipat tangan di dadanya. "Kamu tau nggak, kenapa Aluna selalu nolak ajakan kamu selama dua tahun ini?"
Rayyan menatapnya. "Maksud kamu?"
Galang menatapnya tajam. "Mungkin ada alasan. Sesuatu yang kau nggak sadari. Kau terlalu sibuk dengan terus memaksa mengajak Aluna jalan sampai nggak pernah berpikir soal alasan kenapa dia selalu menolak."
Rayyan masih terdiam lama. Lalu, ia menggenggam tangannya kuat-kuat.
"Apa… ada sesuatu yang selama ini aku gak lihat?"
Galang tersenyum tipis. "Nah, akhirnya kamu mulai mikir pakai otak. Bagus."
©Masih Di Taman : 00:20 MALAM©
Rayyan menunduk, mengusap wajahnya dengan kasar. Di kepalanya, bayangan Aluna yang menangis terus menghantuinya. Setiap helaan napas terasa berat, seolah-olah dadanya dihantam batu besar.
Sementara itu, Galang duduk di sampingnya dengan ekspresi santai, tapi matanya menyorot tajam. Ia mengamati Rayyan yang terlihat seperti pria patah hati akut.
"Kamu ini… sumpah ya, Ray," Galang mulai bicara dengan nada penuh ejekan, "kalau ada kompetisi tingkat kegoblokan bin tolol level dewa, kamu tuh pemenangnya. Bahkan mungkin langsung dapat penghargaan dari presiden."
Rayyan mendesah, menatap kosong ke depan. "Aku tahu aku salah, Gal…"
Galang mendecak, lalu menyilangkan tangan di dada. "Kamu bukan cuma salah. Kamu tuh parah! Bukan cuma bikin hati Aluna terluka, tapi harga dirinya juga kamu injak sekalian. Bayangin, dia baru aja hampir dibunuh, traumanya pasti gede, dan bukannya kamu tanya dia baik-baik aja atau nggak, malah kamu tuduh dia matre?! Astaga, Rayyan. Ini tuh bukan sekedar tolol, ini goblok bin sadis!"
Rayyan semakin merosot di bangku taman, menekuk kepalanya dalam-dalam.
Galang melanjutkan, suaranya semakin tajam, "Terus, kamu bilang itu di depan siapa? DARREN. ARVANINDRA. CEO ARVAN CORPORATION. Astaga, Ray! Perusahaan tempat kita kerja itu nggak ada apa-apanya dibanding perusahaannya! Bahkan harga satu mobil Darren mungkin bisa beli kantor tempat kita kerja!"
Rayyan terbatuk pelan, mengingat kejadian itu. Tatapan dingin Darren, cengkeraman kuat di kerah bajunya, dan kalimat yang diucapkan pria itu… semuanya masih segar di ingatannya.
Galang menatap Rayyan dengan penuh rasa puas. "Jujur aja, aku gak bisa bayangin reaksi Darren waktu kamu bilang Aluna matre di depannya."
Rayyan menghela napas dalam, lalu akhirnya bicara, "Dia nyekek kerah bajuku…"
Galang langsung tertawa terbahak-bahak. "HA! APA AKU BILANG?! Pasti Darren ngelakuin sesuatu!"
Rayyan menatap Galang datar. "Dan dia bilang… dia gak masalah kalau Aluna matre."
Galang mendadak terdiam, tapi kemudian tertawa lagi. "Woi, serius?"
Rayyan mengangguk. "Bahkan dia bilang, kalau Aluna mau menghabiskan uangnya, dia nggak keberatan. Karena dia punya banyak dan punya segalanya, dan selama itu Aluna orang yang menghabiskannya, dia gak peduli."
Galang ternganga beberapa detik sebelum menepuk jidat sendiri. "Astaga, ini… ini tuh CEO spesies langka banget, Ray! Biasanya cowok kalau cewek matre langsung ilfeel. Eh, ini? Darren malah nyuruh Aluna buat habisin duitnya?!"
Rayyan menggeram frustrasi. "Aku tahu, oke?! Aku tahu aku tolol! Makanya aku di sini, berusaha cari cara buat minta maaf!"
Galang masih tertawa kecil, tapi kemudian ekspresinya berubah lebih serius. "Ray, coba pikir. Darren ini bukan cuma nyelamatin Aluna terus udah. Biasanya kalau seseorang nolong orang lain, setelah orang itu aman, ya udah, selesai di situ. Tapi ini? Darren sampai ngajak makan malam,itu namanya PRIVATE HEALING. Itu artinya, ada sesuatu dalam diri Aluna yang spesial di mata Darren dan bikin dia tertarik."
Rayyan menelan ludah. "Jadi kamu pikir Darren… suka sama Aluna?"
Galang menyeringai. "Well, aku nggak bisa baca pikirannya, tapi kemungkinan itu besar. Apalagi ini pertemuan pertama mereka. Coba pikir, orang sekelas Darren Arvanindra, yang nggak pernah muncul di media dan namanya aja yang dikenal orang, tiba-tiba repot-repot ngajak makan malam seorang gadis sederhana kayak Aluna. Itu bukan hal yang biasa, Ray."
Rayyan menggigit bibirnya. "Jadi… aku udah nyakitin cewek yang mungkin… mungkin aja disukai Darren?"
Galang mengangkat bahu. "Bukan mungkin. Tapi kemungkinan besar. Dan kalau Darren benar-benar tertarik sama Aluna, wah, Ray… sainganmu berat banget. Kamu tuh ibarat tukang ojek yang lagi balapan sama pembalap F1."
Rayyan meremas rambutnya sendiri, kepalanya makin pusing. "Astaga… aku benar-benar brengsek."
Galang menepuk bahunya dengan nada mengejek. "Selamat datang di dunia kesadaran, Ray. Sayangnya, kesadaran ini datangnya telat."
©KOS RETA : RUANG TAMU©
Sementara itu, di dalam kos, Reta dan Yumna sedang duduk di ruang tamu, mengintip ke luar jendela dengan hati-hati dari balik tirai.
"Belum pulang juga…" gumam Yumna sambil memainkan sendok di tangannya.
Reta menyandarkan dagunya di telapak tangan. "Si Upil Semut itu kemana sih? Jangan-jangan beneran bertapa di bawah pohon beringin."
Yumna mengelus dagunya seperti detektif. "Atau dia lagi daftar jadi model kalender kebodohan? Karena sumpah, dia kandidat terkuat!"
Reta terkekeh. "Eh, tapi aku nggak sabar mau tau reaksi dia bentar kalau pulang. Kursinya neraka, pintunya ngajak kawin, dan sepatunya nyatu selamanya. Mwahaha!"
Mereka berdua saling pandang, lalu cekikikan seperti penyihir jahat.
Yumna tiba-tiba menepuk lututnya. "Eh, eh, ngomong-ngomong soal pria, balik ke bahasan kita tadi! Darren Arvanindra itu, sumpah, tampangnya kayak tokoh fiksi yang keluar dari novel romantis!"
Reta mengangguk cepat. "Bener banget! Dan fakta bahwa dia bilang Aluna boleh ngabisin uangnya kalau mau… ASTAGA! Itu CEO limited edition banget!"
Yumna mendekatkan wajahnya ke Reta. "Biasanya cowok pada rewel kalau cewek matre. Lah ini? Darren malah nyuruh Aluna kalau mau habisin duitnya sekalian! Mau aku gantiin aja gak sih jadi Aluna?"
Reta tertawa pelan. "Eh, tapi serius, kamu nggak penasaran? Kenapa Darren bisa langsung tertarik sama Aluna?"
Yumna mengangguk. "Ya, aku kepo banget! Ini tuh Darren Arvanindra! CEO besar! Kenapa dia repot-repot ngajak makan malam cewek sederhana kayak Aluna? Pasti ada sesuatu yang spesial yang dia lihat dalam diri Aluna yang nggak bisa dia abaikan."
Reta menggigit bibirnya. "Duh, Aluna tidur pules, kita malah gosipin dia. Tapi serius, aku makin nggak sabar nunggu kelanjutan drama ini."
Yumna menyeringai." Sama ! Kita lihat aja nanti,siapa yang bakal dapetin hati Aluna.Si Rayyan yang tolol atau Darren yang CEO limited edition."
Mereka berdua kembali mengintip ke luar jendela, menunggu kepulangan Rayyan dengan penuh antusias.